
.

Pekanbaru, Riau โ Dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) kembali mencoreng wajah birokrasi di Indonesia. Kali ini, skandal terjadi di Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, di mana ratusan juta rupiah bansos untuk anak yatim dan dhuafa tahun 2023 diduga raib tanpa jejak!
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam Resume Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 17A/LHP/XVIII.PEK/05/2024 mengungkap anggaran fiktif dalam penyaluran bansos, yang berpotensi menjerat pejabat terkait dalam kasus tindak pidana korupsi.
Dugaan korupsi ini melibatkan bantuan untuk 804 anak yatim dan 400 dhuafa dengan masing-masing penerima dijanjikan Rp500.000. Namun, audit BPK mengungkap berbagai pelanggaran prosedur, di antaranya:
Audit BPK menemukan ketidaksesuaian mencolok dalam laporan keuangan:
Namun, temuan uji petik BPK membongkar fakta mengejutkan:
Menurut Pasal 11 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pemalsuan data fakir miskin adalah pelanggaran hukum serius. Pelakunya bisa dipidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp500 juta!
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut skandal ini sebagai bentuk kejahatan sosial yang paling biadab.
“Korupsi bansos bukan sekadar pencurian uang negara, tetapi merampas hak mereka yang paling rentan. Dampaknya bukan hanya finansial, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tegasnya.
Peneliti kesejahteraan sosial LIPI, Dr. Siti Nurhayati, memperingatkan bahwa korupsi bansos bisa memperdalam kemiskinan struktural.
“Ketika uang yang seharusnya menyelamatkan rakyat miskin justru dikorupsi, yang terjadi adalah ketimpangan semakin besar. Orang miskin makin terjepit, sementara elit korup terus memperkaya diri,” ujarnya.
Skandal bansos fiktif 2023 ini makin mencurigakan setelah terungkap bahwa anggaran Fasilitasi Pengelolaan Bina Mental Spiritual Bagian Kesra tahun 2024 mencapai Rp54 miliar!
Angka ini belum termasuk anggaran sembilan kecamatan lainnya, yang memiliki alokasi terpisah. Jika pengelolaan dana bansos masih tidak transparan, bukan tidak mungkin kasus yang sama terulang dengan skala lebih besar.
Menurut UU Tipikor Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, pejabat yang terbukti korupsi bisa dikenakan hukuman:
Perlu dicatat, pengembalian uang negara tidak menghapus tindak pidana. Artinya, pelaku tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Masyarakat kini menuntut pengusutan tuntas dan audit menyeluruh terhadap anggaran bansos di Meranti. Jika dugaan korupsi ini benar, aparat penegak hukum harus segera bertindak agar kasus ini tidak berlalu begitu saja.
Terkait pemberitaan ini, Tim X Post juga sudah dihubungi oleh dua orang oknum LSM dan media berinisial E Hsb,dan Bt Br yang mengaku diutus oleh Kabag Kesra agar menghapus berita, tetapi Tim X Post tegas menolak tawaran bahkan saat ini Tim x post meminta pihak berwajib segera ambil tindakan tegas terhadap pejabat tersebut.
“Tegakkan hukum di Pemerintahan Kepulauan Meranti, pungkas salah satu Tim X post.
Berita akan diperbarui sesuai perkembangan selanjutnya, bersambung..

Tidak ada komentar