Kepulauan Meranti – Proyek swakelola di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti tahun 2023 menjadi sorotan setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi penyimpangan anggaran dalam jumlah besar. Pola yang terungkap nyaris sama dengan praktik korupsi di era Muhammad Adil (2021-2023) sebelum ia terjerat kasus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pola tersebut tetap berjalan di tahun 2024 hingga 2025, Namun, yang lebih mencengangkan, para pejabat yang dulu bekerja di bawah Adil masih bertahan dan diduga melanjutkan modus lama dengan aktor dan jaringan yang sama.
Swakelola atau Mark-up Terselubung?
Dalam auditnya, BPK menemukan bahwa beberapa proyek yang diklaim sebagai swakelola tipe I (yang seharusnya dikerjakan langsung oleh dinas tanpa pihak ketiga) ternyata melibatkan perusahaan eksternal. Setidaknya dua perusahaan, CV PMJ dan CV HJMS, diduga berperan dalam pengadaan material, meskipun proyek ini diklaim murni dikerjakan oleh pemerintah daerah.
Nilai proyek swakelola ini mencapai puluhan miliar rupiah, tetapi dalam realisasinya ditemukan sejumlah kejanggalan:
1.Penggelembungan harga material – Harga bahan baku yang dibeli dinas diduga lebih tinggi dari harga pasar, (Mark-up anggaran)
2.Dugaan Proyek fiktif dan tidak selesai – Beberapa pekerjaan yang tercatat dalam laporan realisasi fisik ternyata tidak pernah dikerjakan sepenuhnya di lapangan.
3.Rekayasa dokumen pengadaan – Ada dugaan bahwa dokumen administrasi dipalsukan untuk mencairkan anggaran, meskipun pekerjaan di lapangan tidak sesuai spesifikasi.
“Sama persis dengan yang terjadi di era Adil. Proyek diklaim dikerjakan sendiri oleh dinas, tetapi nyatanya tetap melibatkan pihak ketiga dengan harga yang sudah di-mark-up,” kata seorang sumber yang memahami audit BPK.
Pejabat Lama, Pola Berulang!
Dari hasil audit, tampak bahwa aktor-aktor utama dalam proyek bermasalah ini adalah pejabat yang sama dengan yang beroperasi di masa kepemimpinan Muhammad Adil. Beberapa di antaranya adalah:
Rahmat Kurnia – Sekretaris Dinas PUPR, yang sebelum ini menjabat sebagai Plt Kepala Dinas PUPR setelah OTT Adil, dan pernah menjadi Kepala Bidang Bina Marga.
Bambang Suprianto – Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti, yang tetap menjabat meskipun sering dipanggil untuk pemeriksaan terkait kasus Adil.
Irmansyah – Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), yang menggantikan FN setelah FN ditahan KPK. (Kepala BPKAD sekarang)
Atas semua temuan ketidakpatuhan serta dugaan korupsi di dinas PUPR MERANTI dan yang harus bertanggungjawab adalah:
1.Kepala Dinas: Fajar Triasmoko, MT
2.Sekretaris Dinas: Rahmat Kurnia, ST
3.Bidang-Bidang Teknis:
– Sumber Daya Air (Kabid: Sugeng Widodo, KN, ST)
– Bina Marga (Kabid: Eddward, S.IP)
– Tata Ruang (Kabid: Widya Puspasari, ST)
– Cipta Karya & Jasa Konstruksi (Kabid: Feni Utami, ST., MH)
Serta pejabat PPK/ KPA dari setiap proyek yang ditemukan pelanggaran.
Dalam persidangan kasus Muhammad Adil, terungkap bahwa pemotongan anggaran dan manipulasi proyek bukan hanya dilakukan oleh Adil sendiri, tetapi juga melibatkan jaringan birokrasi di sekitarnya. Para pejabat ini diduga tetap melanjutkan pola korupsi yang sama meski Adil telah ditangkap.
Nominal Anggaran Bermasalah:
Dalam laporan audit BPK dan hasil investigasi terdapat beberapa temuan krusial terkait proyek swakelola di PUPR Meranti:
1.Anggaran proyek swakelola yang tidak dapat dipertanggungjawabkan mencapai Rp 27,8 miliar.
2.Pengadaan material yang dilakukan melalui pihak ketiga CV PMJ(Pura Meranti Jaya) dan CV HJMS (Hidup Jaya Makmur Santosa) mencapai Rp 8,6 miliar, meskipun proyek ini diklaim sebagai swakelola murni.
Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pengadaan material (CV PMJ & CV HJMS), apakah ada kaitannya dengan pejabat PUPR? Fakta yang menarik direktur utama CV PMJ adalah Oknum Wartawan, diduga kuat hanya sebagai “boneka”, dan CV HJMS yang tidak diketahui siapa pemiliknya dan tidak jelas struktur kepemimpinan nya bahkan tidak diperiksa oleh KPK, ada apa?
3.Proyek yang diduga fiktif atau tidak sesuai spesifikasi bernilai lebih dari Rp 15 miliar.
Audit juga menunjukkan bahwa beberapa proyek yang sama sekali tidak memiliki progres fisik tetap dicairkan anggarannya, menunjukkan indikasi kuat adanya praktik anggaran fiktif.
Pemerintah Daerah Harus Bertanggung Jawab
Terkait temuan ini, Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI memberikan reaksi. Dalam pertemuan dengan BPK pada Februari 2025, BAP menekankan bahwa kasus ini adalah bukti kegagalan sistem pengawasan di tingkat daerah, dan publik mendesak agar tindakan tegas segera diambil terhadap pejabat yang bertanggung jawab.
“Setelah OTT Adil, seharusnya ada reformasi birokrasi di Meranti. Tetapi faktanya, yang terjadi justru praktik yang sama berulang kembali,” ujar N salah satu tokoh masyarakat
BAP juga menyatakan bahwa jika tidak ada langkah tegas dari aparat penegak hukum, Kepulauan Meranti akan terus menjadi lahan subur bagi praktik korupsi sistematis.
KPK dan Kejaksaan, Kenapa Masih Diam?
Hingga kini, belum ada tindakan serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan terhadap dugaan penyimpangan ini. Padahal, dalam sidang kasus Muhammad Adil, terungkap bahwa korupsi di Kepulauan Meranti melibatkan banyak pihak dalam birokrasi, bukan hanya Adil seorang.
KPK sebelumnya telah menahan beberapa pejabat, termasuk FN (mantan Kepala BPKAD). Namun, dengan adanya temuan BPK terbaru ini, publik mempertanyakan mengapa para pejabat lain yang terlibat dalam sistem yang sama masih bebas.
“Kalau KPK dan Kejaksaan serius, mereka harus segera turun tangan. Jangan tunggu ada OTT lagi,” kata IL seorang aktivis antikorupsi di Meranti.
Bupati Asmar, yang kini memimpin Kepulauan Meranti, hingga saat ini hanya memberikan tanggapan normatif bahwa pihaknya akan mengevaluasi temuan BPK. Namun, tanpa langkah tegas seperti pencopotan pejabat yang diduga terlibat, evaluasi ini hanya akan menjadi permainan waktu.
Masyarakat Kepulauan Meranti mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan daerah.
“Dulu kami kira setelah Adil ditangkap, semuanya akan berubah. Ternyata tidak. Orang-orangnya masih sama, polanya masih sama,” kata seorang warga yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Reformasi atau Meranti Akan Kembali Jadi Target KPK?
Dengan temuan terbaru ini, pertanyaan besar muncul: apakah Kepulauan Meranti akan kembali menjadi sasaran operasi KPK dalam waktu dekat?
Jika pola lama tetap dipertahankan dan para pejabat yang terindikasi terlibat masih bercokol di jabatan strategis, bukan tidak mungkin Meranti akan kembali menjadi “medan operasi” bagi KPK.
Bedanya, kali ini Muhammad Adil tak lagi duduk di kursi bupati. Tetapi sistem dan jaringan yang dulu menopangnya tampaknya masih hidup dan beroperasi dengan modus yang lebih masif.
Pemeriksaan dan Penggeledahan Terbaru oleh KPK:
Pada 27 Agustus 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan intensif terhadap sejumlah pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti. Kepala Dinas PUPR, Fajar Triasmoko, bersama beberapa pejabat lainnya, diperiksa selama sekitar lima jam dengan pengawalan ketat aparat kepolisian bersenjata lengkap. Pemeriksaan ini terkait dengan kasus gratifikasi yang menjerat Bupati nonaktif, Muhammad Adil.
Dalam kesempatan tersebut, Fajar Triasmoko menyatakan bahwa pemeriksaan tersebut berkaitan dengan dugaan gratifikasi yang melibatkan Muhammad Adil. Ia menekankan bahwa saat dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi, dirinya belum menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR. Selain itu, KPK juga melakukan penggeledahan di Kantor Dinas PUPR, namun tidak ada dokumen yang disita dalam proses tersebut.
Sebelumnya, pada Januari 2025, KPK juga melakukan penggeledahan di Kantor Dinas PUPR Provinsi Riau. Tim KPK yang tiba dengan delapan unit mobil sekitar pukul 09.00 WIB, memeriksa beberapa ruangan dan membawa empat koper berisi dokumen terkait. Meski sempat beredar kabar bahwa penggeledahan ini bagian dari Operasi Tangkap Tangan (OTT), Juru Bicara KPK, Tessa Mhardhika Sugiarto, membantah hal tersebut dan menegaskan bahwa itu hanya penggeledahan.
Temuan BPK dan Tindak Lanjut:
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 17A/LHP/XVIII.PEK/05/2024 mengungkap dugaan penyelewengan dana hingga ratusan miliar rupiah di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Salah satu sektor yang disorot adalah pengelolaan proyek di Dinas PUPR, yang dinilai sarat dengan ketidakpatuhan terhadap aturan hukum.
Beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain:
1.Pengerjaan proyek oleh pihak ketiga: Proyek swakelola yang seharusnya dikerjakan langsung oleh dinas terkait, faktanya diserahkan kepada pihak ketiga, melanggar aturan yang berlaku.
2.Output tidak sesuai dengan realita di lapangan: Proyek yang telah dicairkan anggarannya tidak sesuai dengan kondisi yang dijanjikan dalam dokumen perencanaan. (Uang dicairkan, pekerjaan berantakan)
3.Pembayaran yang tidak transparan: Dana proyek dicairkan secara tunai tanpa mekanisme yang sesuai dengan aturan keuangan negara.
Tindak lanjut atas rekomendasi BPK kepada Sekda Meranti agar memperbaiki sistim diduga tidak dilakukan bahkan proyek dengan cara swakelola tetap berlanjut ditahun 2024 hingga 2025 saat ini.
Ringkasan Temuan Terkait Proyek Swakelola Dinas PUPR Kepulauan Meranti 2024
Proyek Swakelola 2024
1.Bidang Sumber Daya Air:
Pembangunan kanal banjir (9.800 m) & rehabilitasi (69.117 m)
Pemeliharaan irigasi rawa (3.000 m)
Pembangunan drainase perkotaan (1.534 m)
2.Bidang Bina Marga:
Pembangunan jalan non-swakelola (13.517 m)
3.Proyek Konstruksi Swakelola:
Lanjutan pembangunan Kantor Selatpanjang Barat: Rp350 juta
Kantor Kelurahan Selatpanjang Selatan: Rp659 juta
Pagar Kantor Dinas PUPR: Rp877,45 juta
“Metode swakelola dipilih untuk efisiensi anggaran, tetapi tetap melibatkan pihak ketiga sebagai penyedia material”
LHP BPK 2024 mengungkap berbagai pelanggaran dalam pengelolaan anggaran 2023 dan 2024 termasuk:
1.Kekurangan volume & spesifikasi tidak sesuai kontrak
2.Administrasi pengadaan barang & jasa tidak tertib
3.Realisasi belanja konsultasi tidak sesuai kondisi lapangan
4.Rencana Umum Pengadaan (RUP) tidak diumumkan di SIRUP
Opini BPK: Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) terhadap Laporan Keuangan 2023, karena:
Pengendalian belanja daerah lemah
Pencatatan aset daerah tidak akurat
Temuan ini menunjukkan lemahnya transparansi, pengawasan, dan kepatuhan terhadap regulasi dalam pengelolaan proyek Dinas PUPR Kepulauan Meranti.
Asumsi liar berkembang liar di tengah.masyarakat, sejumlah pihak sudah meragukan integritas Kejaksaan maupun KPK atas dugaan kasus di Kepulauan Meranti, bahkan publik menduga aparat bermain mata dan menjadikan pejabat tersebut “mesin ATM”, tudingan serius dan grativikasi yang belum bisa dibuktikan kebenarannya, isu yang berkembang tersebut kemungkinan besar ditimbulkan akibat kekecewaan masyarakat melihat tidak ada ketegasan dalam penegakkan hukum.
Publik mempertanyakan integritas KPK dalam menangani kasus ini, terutama setelah Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, diperiksa tetapi tidak ada keterangan apapun atas pemeriksaan tersebut, Masyarakat berharap Kejaksaan dan KPK dapat bertindak tegas dan transparan dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi ini, mengingat besarnya anggaran yang diduga diselewengkan dan dampaknya terhadap pembangunan di Kepulauan Meranti.
Dengan adanya temuan dan tindakan terbaru ini, diharapkan aparat penegak hukum dapat segera mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan yang terjadi, serta memastikan bahwa praktik korupsi tidak lagi menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Meranti.
Berita ditayangkan sebelumnya sudah mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada sekretaris PUPR Rahmat Kurnia, hingga sampai sekarang tidak mendapatkan respon, dan sebelum nya mereka sudah membantah semua tudingan terkait berita yang ditayangkan oleh mataxpost.
Tidak ada komentar