x
.

Terkuak! Dugaan Penyimpangan Miliaran Rupiah dalam Proyek PUPR Kepulauan Meranti Tahun 2023

waktu baca 7 menit
Sabtu, 27 Sep 2025 00:26 Editor

Selatpanjang, Kepulauan Meranti – (11/02) Dugaan pelanggaran atas ketidak patuhan terhadap aturan hukum dan Perundangan khususnya pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat miris sekali dengan terjadi ketidak sesuaian dalam pelaksanaan kegiatan yang sesuai menurut aturan perundangan.

Ditambah lagi atas terjadinya ketidak patuhan terhadap aturan yang berlaku tidak mendapatkan sangsi sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang sudah diubah menjadi Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh Kepala Daerah.

Untuk diketahui bersama “Laporan hasil pemeriksaan BPK adalah bersifat final dan mengikat (final and binding)” sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 15 Tahun 2004, UU Nomor 15 Tahun 2006, dan Pasal 23 E UUD 1945.

Pengelolaan Keuangan Negara atau Daerah harus dilakukan dengan prinsip AKUNTABEL dan TRANSPARANCY, hal ini sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang KEUANGAN NEGARA.

Dari pemeriksaan uji petik terhadap 128 pertanggung jawaban belanja hibah diantara nya diantaranya Dinas PUPR menunjukkan bahwa :

1). Terdapat penerima hibah yang tidak didukung Surat Keputusan Kepala Daerah,
2). Terdapat penerima hibah yang tidak didukung proposalnya pengajuan,
3). Terdapat penerima hibah yang tidak didukung NPHD,
4). Terdapat penerima hibah yang tidak didukung fakta Integritas,
5). Adanya penerima hibah yang belum menyampaikan Laporan Pertanggung jawaban Penggunaan..

“(Sumber LHP BPK Nomor 17A/LHP/XVIII.PEK/05/2024 di halaman 28)”

 

 

HASIL PEMERIKSAAN BPK menyebutkan :

A). Hasil keluaran (output) tidak sesuai dengan kondisi dengan real di lapangan.
B). Volume atau kuantitas pekerjaan telah dihitung dan diketahui secara jelas, kenapa tidak dilakukan kegiatan secara kontraktual agar dapat meminimalisir resiko pekerjaan yang tidak selesai.

C). Dalam pelaksanaan Swakelola tipe I ini, Dinas PUPR dalam hal ini Bidang Cipta Karya tidak menggunakan sumber daya sendiri dalam pelaksanaan pekerjaan untuk Penyediaan bahan material, upah pekerja dan pengangkutan material serta mobilisasi alat melainkan dengan pihak ketiga/penyedia.

D). Dalam uji petik BPK RI ditemukan adanya pihak ketiga yang berhutang kepada toko dengan alasan hal tersebut dilakukan Dinas PUPR karena tidak memiliki akses langsung sehingga akan kesulitan dalam menjamin ketersediaan material.

E). Dalam pekerjaan Swakelola tipe I Tim penyelenggara Swakelola harus memiliki sumber daya yang cukup dan kemampuan teknis untuk melaksanakan Swakelola.

Namun dilapangan berdasarkan keterangan PPK/PPTK ternyata tim Swakelola Dinas PUPR hanya melakukan pekerjaan admistrasi dan pengawasan. Sedangkan pelaksanaannya baik itu material, alat, dan tenaga kerja dilakukan langsung oleh penyedia.

F). Mekanisme pembayaran pekerjaan dilakukan secara tunai. Ternyata dari seluruh pelaksanaan Swakelola terhadap pekerjaan gedung dan bangunan pembayarannya dilakukan dengan mekanisme UP, GU dan TU.

Dalam hal ini seluruh pencairannya dilakukan secara tunai (Cash) kepada penyedia jasa oleh Dinas PUPR dalam hal ini KPA/PPTK nya.

Dokumen pelaksanaan dan pertanggung jawaban Swakelola dibuat oleh Dinas PUPR. Uji petik dilapangan penyedia tidak pernah membuat surat penawaran harga barang melainkan dibuat oleh Dinas PUPR dalam rangka kelengkapan dokumen administrasi pencairan.

Dari HASIL UJI PETIK BPK RI tersebut sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, diantaranya :

1). Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang sudah diubah menjadi Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah pada pasal 6 huruf e.
2). Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) nomor 3 tahun 2021 tentang pedoman Swakelola pada point 1 sub point 1.3 dan Point 1 sub point 1.4 juga point 3 sub point 3.1.5.

Terkait kegiatan Swakelola di Dinas PUPR sesuai hasil review dokumen pekerjaan Swakelola di Dinas PUPR Kepulauan Meranti dilaksanakan dengan metode Swakelola Tipe I, yaitu Swakelola yang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan oleh Penanggung jawab anggaran dalam hal ini Kadis PUPR.

Ternyata penerapan swakelola Tipe 1 di Dinas PUPR bukan hanya sekali saja, malahan informasi yang didapatkan selain ditahun 2022 juga ditahun 2024 kemaren masih menggunakan Tipe 1 padahal untuk persyaratan swakelola Tipe 1 tidak dapat dilaksanakan karena tidak mencukupi syarat baik itu SDM manusianya maupun mekanismenya. Hal ini terkesan jadi ajang main-main dan patut diduga disalahgunakan sehingga tidak tepat sasaran sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.

Untuk diketahui juga, Dinas PUPR Kepulauan Meranti sering melakukan kajian, pendidikan dan pelatihan termasuk bimtek terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah. Tetapi ternyata masih juga ditemukan banyak pelaksanaan dan pekerjaan yang tidak sesuai aturan dan ketentuan perundangan. Hal ini diduga terjadi bukan akibat dari ketidaktahuan aturan tetapi patut di duga adanya unsur kesengajaan dalam hal ini secara sadar terkesan “kangkangi” aturan yang berlaku.

Berikut beberapa catatan detail Anggaran per Proyek yang Redaksi ungkapkan ke publik :

🏢 Pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Barat

Anggaran: Rp470.000.000,00

Realisasi: Rp469.999.500,00

🏢 Lanjutan Pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Barat

Anggaran: Rp409.660.000,00

Realisasi: Rp350.000.000,00

🏢 Pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Selatan

Anggaran: Rp700.000.000,00

Realisasi: Rp659.000.000,00

🏢 Pembangunan Pagar Kantor Dinas PUPR

Anggaran: Rp877.450.000,00

Realisasi: Rp877.450.000,00

Bahkan dalam skema perencanaan, nilai kontrak konsultan perencana mencapai Rp79.990.000,00, dengan CV AKK sebagai konsultan yang menangani proyek di beberapa tahap perencanaan.

Jika ada temuan penyelewengan atau korupsi dalam LHP nya, BPK diharuskan menyampaikan kepada aparat penegak hukum, untuk terciptanya dan terwujudnya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel serta dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini termuat dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan,

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta Pasal 8 Ayat 3 dan 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, dengan jelas menyatakan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Laporan BPK sebagaimana dimaksud dijadikan dasar penyidikan oleh para pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, sehingga konstruksi hubungan antara BPK dengan instansi yang berwenang untuk mewujudkan tata kelola yang bersih dan bertanggungjawab akan terlihat jelas.

Swakelola merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, penyelengaraannya sebagai wujud mengoptimalkan sumber daya manusia di lingkungan pemerintah dan juga sebagai sarana pemberdayaan masyarakat, sehingga pedoman Swakelola ini disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah.

Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang sudah diubah menjadi Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam Pasal 82 ayat (1) Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. Dalam ayat (2) Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini Kepala Daerah.

Terkait pengertian dan dasar hukum kerugian negara/daerah, terdapat dalam Pasal 1 ayat (22) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa kerugian negara adalah : Kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Apakah Kepala Daerah Kepulauan Meranti ada memberikan sanksi sesuai aturan hukum berlaku dan seperti apa sanksi nya ketika bawahannya tidak taat dan patuh pada aturan pengelolaan keuangan daerah agar tidak terulang kembali serta adanya efek jera. Jika tidak memberikan sanksi wajar saja jika hal itu terjadi lagi untuk di tahun berikutnya.

Dalam rangka pelaksanaan transparansi dan untuk mendorong terlaksananya pemerintahan yang baik, BPK RI sudah seharusnya memuat dan mempublikasikan hasil pemeriksaan dalam website BPK RI di masing-masing perwakilan daerah propinsi.

Setelah hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada lembaga perwakilan rakyat juga terkait TLHP (Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan) yang sudah ditindaklanjuti. Hal ini sejalan dengan Pasal 19 UU No. 15 Tahun 2004, Pasal 7 UU No. 15 Tahun 2006 dan Pasal 9 UU No. 14 Tahun 2008.

Dasar hukum pemuatan dan publikasi LHP di situs BPK adalah pasal 19 UU Nomor 15 tahun 2004, juga pasal 7 UU tentang BPK dan pasal 9 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Publik mendesak, Kejaksaan Agung, KPK, BPKP dan tim independen, segera turun ke kepulauan meranti provinsi Riau, dan memeriksa oknum oknum pejabat di pemkab Kep.Meranti serta memeriksa oknum BPK yang tidak melaporkan hasil ini ke Penegak hukum untuk ditindaklanjuti.

Catatan : (Resume LHP BPK Nomor 17A/LHP/XVIII.PEK/05/2024 halaman 28 sampai dengan halaman 35).

Tim X Post akan terus membongkar kasus ini hingga ke akar-akarnya!

Hingga berita ditayangkan pihak media masih berusaha menghubungi pihak terkait dan BPK RI untuk mengetahui perkembangan hasil laporan yang diungkapkan, berita akan diperbarui seiring perkembangan kasus.

Nb: Saat berita diterbitkan, juga belum mendapatkan respon dari pihak Dinas PUPR Meranti, yaitu Sekretaris PUPR Meranti berinisial Aang yang dihubungi awak media melalui nomor pribadi nya.

Nantikan investigasi selanjutnya!

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x