x
.

Viral, Dugaan Hubungan Terlarang Oknum Yayasan An Namiroh Pekanbaru Terungkap ke Publik

waktu baca 4 menit
Selasa, 2 Sep 2025 19:53

Pekanbaru – Publik digegerkan dengan beredarnya dokumen resmi kepolisian terkait dugaan penyebaran konten bermuatan asusila di lingkungan Yayasan An Namiroh Pekanbaru. Dokumen berupa Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyelidikan (Lidik) yang diterbitkan penyidik Polsek Senapelan, Polresta Pekanbaru pada 6 Agustus 2025, bocor ke masyarakat dan memuat nama pelapor berinisial AAV (AGR).

 

Dalam dokumen tersebut, aparat kepolisian merujuk pada KUHP (UU Nomor 1 Tahun 1946) serta UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016. Polisi juga menerbitkan Surat Perintah Tugas Nomor SP. TUGAS/31/VIII/2025/RESKRIM dan Surat Perintah Lidik Nomor SP. LIDIK/31/VIII/2025/RESKRIM sebagai tindak lanjut penyelidikan.

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus ini menyeret dua oknum internal yayasan berinisial RS dan EK. Video bermuatan asusila yang diduga melibatkan keduanya disebut-sebut direkam di salah satu ruangan kantor yayasan.

 

Awalnya, video tersebut beredar terbatas di lingkungan internal yayasan sebelum akhirnya dilaporkan ke polisi. Seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa laporan sudah masuk ke Polsek Senapelan dan sempat diproses, termasuk dengan pemanggilan saksi dan pengumpulan bukti digital. Namun, kasus itu dikabarkan berhenti dengan alasan menjaga nama baik yayasan.

 

Apabila terbukti, penyebar konten asusila dapat dijerat Pasal 45 UU ITE dengan ancaman pidana penjara. Sementara itu, pihak yang diduga terlibat dalam perbuatan asusila pun dinilai publik tidak boleh dibiarkan tanpa konsekuensi hukum maupun etika.

 

Tim redaksi Mataxpost setelah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber segera mendatangi kantor Yayasan An Namiroh di Jalan Marsan, Panam – Pekanbaru. Dari lokasi, tampak berdiri gedung SD An Namiroh Pusat dan TK An Namiroh Pusat. Petugas keamanan yang ditemui oleh tim mengarahkan ke salah satu ruangan bagian TU, Seorang staf Tata Usaha berinisial SD menerima kedatangan wartawan.

 

TIM mataxpost langsung menyampaikan maksud dan mengajukan pertanyaan , apakah bisa menemui pihak pimpinan Yayasan dan sebut sejumlah nama yang akan di wawancarai, staff TU inisial SD sempat bertanya persoalan apa yang sedang terjadi di yayasan, wartawan menyampaikan mempertanyakan perihal laporan yang ada di kepolisian tentang penyebaran vidio dugaan asusila atau hubungan terlarang di salah satu ruangan yayasan, Tapi SD mengaku tidak mengetahui dugaan kasus tersebut.

 

Selanjutnya, SD meminta tanda pengenal tim untuk ditunjukkan kepada pihak yayasan, Setelah menunggu 15 menit, ia menyampaikan bahwa pihak yayasan yang disebut dalam dokumen RS, EK, RM, dan AGR sedang tidak berada di tempat.

 

“Bu EK, Pak AGR, RH sedang tidak di tempat, mungkin pergi makan siang,” kata SD.

 

Ia juga menegaskan bahwa AGR, yang tercantum dalam dokumen sebagai pelapor, bukan kepala yayasan melainkan sekretaris. SD menolak memberikan nomor kontak pihak yayasan dan meminta awak media meninggalkan nomor telepon untuk dihubungi.

 

Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa kantor yayasan yang berada di area belakang ruang TU tertutup bagi publik, menimbulkan tanda tanya soal transparansi lembaga pendidikan tersebut. Ketua Harian Satu Garis, Ricky, menegaskan aparat penegak hukum harus menyelesaikan kasus ini secara terbuka.

 

“Jangan sampai kasus ini ditutup-tutupi. Aparat wajib mengusut tuntas karena ini menyangkut nama baik dunia pendidikan,” tegasnya.

 

Kasus ini memberi sejumlah pesan penting. Dunia pendidikan harus steril dari perilaku tercela karena lembaga pendidikan semestinya menjadi benteng moral, bukan sebaliknya. Transparansi jauh lebih penting daripada sekadar menjaga nama baik, sebab upaya menutup kasus justru dapat memperburuk citra yayasan.

 

Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, karena alasan menjaga nama baik tidak boleh menghalangi jalannya penyidikan. Kepercayaan publik menjadi taruhan, dan orang tua tentu akan ragu menitipkan anaknya bila lembaga pendidikan tidak akuntabel.

 

Bagi masyarakat luas, kasus ini juga menjadi pengingat untuk tidak menyebarkan konten asusila karena bisa terjerat UU ITE, serta tetap menjaga etika pribadi baik di ruang publik maupun privat

.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Polsek Senapelan, Dinas Pendidikan Pekanbaru, maupun Yayasan An Namiroh belum memberikan keterangan resmi. Redaksi akan terus memperbarui perkembangan kasus sesuai informasi terbaru dari penyidik dan pihak terkait.

 

(bersambung…)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x