x
.

Bantah Dieksekusi, Dokumen Hukum Buktikan Faigizaro Zega dan Yunaldi Zega Telah Jalani Putusan MA

waktu baca 4 menit
Kamis, 23 Okt 2025 19:01

Mataxpost | Rokan Hilir โ€“ Berita ini diturunkan untuk meluruskan kabar simpang siur terkait status hukum Faigizaro Zega alias Zega, yang kembali menjadi perbincangan publik. Dalam beberapa hari terakhir, beredar informasi yang saling bertolak belakang: sebagian media menyebut Zega telah dieksekusi ke Lapas Kelas II B Bagansiapiapi, sementara lainnya menyatakan ia pernah divonis bebas oleh pengadilan. (23/10)

Berdasarkan dokumen resmi yang dimiliki redaksi, bahwa Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim (BA-17) tertanggal 4 Maret 2021, Kejaksaan Negeri Rokan Hilir memang telah mengeksekusi Faigizaro Zega ke Lapas Kelas II B Bagansiapiapi. Dokumen tersebut ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum Shahwir Abdullah, SH, Kepala Lapas Wachid Wibowo, A.Md.IP, S.Sos, MM, serta Faigizaro Zega sendiri.

Pelaksanaan eksekusi itu mengacu pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 872 K/Pid/2019 tertanggal 31 Oktober 2019, yang menyatakan Faigizaro Zega terbukti secara sah melakukan tindak pidana pemerasan secara bersama-sama. Ia dijatuhi pidana penjara selama satu tahun, dikurangi masa tahanan sementara, dengan perintah tetap ditahan.

Eksekusi dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hilir Nomor Print-91/L.4.20/Epp.3/01/2021 tertanggal 7 Januari 2021. Dikutip dari berbagai media lokal, Kepala Lapas Bagansiapiapi, Wachid Wibowo, membenarkan pelaksanaan eksekusi tersebut dan memastikan seluruh prosedur berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku.

Namun, ketika dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon pada Selasa malam (22/10), Faigizaro Zega tampak enggan memberikan jawaban substansial dan justru melempar sejumlah pertanyaan balik. Dalam percakapan yang diterima redaksi, Zega berkata:

> โ€œPersoalan saya pada Saudara apa? Lalu apa kepentingan Anda?โ€
โ€œCoba pelajari asas nebis in idem.โ€
โ€œSebaiknya tanya ke jaksa sebagai pelaksana putusan pengadilan.โ€
โ€œNama Saudara dalam media ini siapa?โ€
โ€œSetelah Anda bertanya ke kejaksaan, silakan beri waktu untuk kita jumpa secara langsung. Saya tunggu info dari Anda. Terima kasih.โ€
โ€œKalau tak perlu jumpa dengan saya, lalu kenapa menghubungi saya tadi?โ€
โ€œOke, kita saling wawancara. Kapan kita jumpa?โ€

Pernyataan tersebut menimbulkan tafsir bahwa Zega menganggap dirinya telah menyelesaikan seluruh proses hukum dan mencoba mengaitkannya dengan asas nebis in idem, yaitu prinsip hukum yang melarang seseorang diadili dua kali atas perkara yang sama.

Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (1) KUHP, asas nebis in idem baru dapat diterapkan setelah perkara berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Artinya, seseorang baru tidak dapat dituntut kembali bila seluruh upaya hukum sudah selesai dan tidak bisa diganggu gugat. Lebih jauh, Pasal 67 KUHAP menyebutkan bahwa baik terdakwa maupun penuntut umum berhak mengajukan banding.

Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Rokan Hilir), perkara Nomor 483/Pid.B/2018/PN Rhl atas nama Faigizaro Zega alias Zega dan Yunaldi Zega alias Andi diklasifikasikan sebagai perkara Pemerasan dan Pengancaman. Perkara tersebut ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum Shahwir Abdullah, SH, dan kini berstatus Pemberitahuan Putusan Kasasi.

Dengan demikian, ketika jaksa penuntut umum tidak puas dengan vonis bebas Pengadilan Negeri Rokan Hilir pada 2019 dan mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung, maka perkara tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Baru setelah Mahkamah Agung memutus perkara melalui Putusan Nomor 872 K/Pid/2019, putusan tersebut menjadi dasar hukum pelaksanaan eksekusi.

Jika benar putusan MA itu menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun, maka vonis bebas Pengadilan Negeri otomatis gugur. Karena itu, pernyataan Zega tentang asas nebis in idem dinilai belum tepat, sebab putusan kasasi Mahkamah Agung menunjukkan perkara tersebut masih dalam satu rangkaian proses hukum yang sah.

Dalam hukum pidana, asas ne bis in idem berarti seseorang tidak boleh dituntut atau diadili dua kali untuk perbuatan yang sama setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Asas ini baru berlaku setelah inkracht, belum berlaku selama masih ada upaya hukum seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK).

Ahli hukum pidana M. Yahya Harahap menegaskan bahwa asas nebis in idem hanya berlaku setelah semua tahapan hukum selesai, mulai dari pemeriksaan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga pelaksanaan eksekusi.

โ€œJika salah satu tahapan belum selesai dijalankan, asas itu tidak bisa dijadikan alasan hukum,โ€ ujarnya dikutip dari HukumOnline.

Berita ini diturunkan untuk meluruskan pemberitaan yang simpang siur, dokumen hukum yang telah diverifikasi menunjukkan bahwa Faigizaro Zega memang telah menjalani putusan Mahkamah Agung Nomor 872 K/Pid/2019 sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x