Mataxpost | PEKANBARU โ Rapat paripurna DPRD Kota Pekanbaru yang mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2025 pada Selasa malam (30/9/2025) diduga tidak memenuhi syarat quorum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. (08/10)

Dari total 50 anggota DPRD, hanya 31 orang yang hadir secara fisik dan menandatangani daftar hadir. Padahal, sesuai ketentuan dalam Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 97โ100 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD,
Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna hanya sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota dewan ditambah satu. Artinya, untuk DPRD Pekanbaru yang berjumlah 50 anggota, minimal 34 anggota harus hadir agar rapat sah secara hukum.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa paripurna pengesahan tetap dilaksanakan dan disahkan meski jumlah kehadiran tidak memenuhi syarat tersebut.
Sumber internal menyebutkan, ada dugaan bahwa tiga nama anggota dewan yang tercatat hadir dan menandatangani daftar absensi sebenarnya tidak berada di tempat saat paripurna berlangsung.

Dugaan pemalsuan tanda tangan oleh oknum tertentu pun mencuat, memperkuat dugaan bahwa paripurna tersebut dipaksakan demi mengejar waktu pengesahan.
Persoalan tak berhenti di situ. Sejumlah anggota DPRD Pekanbaru menyebutkan bahwa pembahasan anggaran perubahan tahun 2025 sejatinya tidak pernah dilakukan secara resmi antara Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kota Pekanbaru.
Yang terjadi hanyalah penyesuaian atau pergeseran anggaran keempat yang dilakukan sepihak oleh Pemko, lalu dibungkus dengan pembahasan formalitas di komisi-komisi.
Bahkan sebagian anggota DPRD tidak pernah menerima laporan resmi terkait pergeseran anggaran tahap pertama hingga keempat.
Ironisnya, beberapa kegiatan fisik dan proyek infrastruktur sudah mulai dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sebelum proses perubahan anggaran itu disahkan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas dan akuntabilitas proses penganggaran di tubuh Pemko dan DPRD Pekanbaru. Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Riau, Dr (C) Zulwisman, SH, MH, menilai bahwa pelaksanaan paripurna tersebut berpotensi cacat formil.
Menurutnya, setiap pembentukan dan pengesahan APBD-P harus melalui tahapan yang jelas dan sesuai peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, pembahasan, penetapan, hingga pengundangan. Jika salah satu tahapan dilanggar, maka produk hukum yang dihasilkan dapat dianggap tidak sah secara administrasi negara.
Zulwisman menjelaskan, pembentukan APBD Perubahan tidak hanya diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tetapi juga oleh Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 yang telah diubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018, serta Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2025.
Dalam konteks hukum administrasi, katanya, tindakan pemerintah daerah dan DPRD harus selalu berpedoman pada dua hal utama: peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
Jika dua hal ini dilanggar, maka segala produk hukum yang dihasilkan bisa dibatalkan melalui mekanisme pengawasan gubernur selaku wakil pemerintah pusat, atau bahkan melalui uji materi di Mahkamah Agung.
โTindakan pemerintah daerah dan DPRD dalam membentuk perda tidak bisa dilakukan serampangan. Jika syarat quorum tidak terpenuhi, maka pengesahan APBD-P dapat dikategorikan cacat formil. Sepanjang tahapan tidak dijalankan dengan benar, produk hukum tersebut dapat dibatalkan,โ tegas Zulwisman.
Ia juga mengingatkan agar ke depan DPRD lebih berhati-hati dalam menjalankan fungsi legislasi, agar tidak ada lagi perda yang berpotensi digugat atau dibatalkan karena cacat prosedur.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau, Yan Dharmadi, ketika dikonfirmasi terkait persoalan ini, menyatakan belum bisa memberikan tanggapan resmi.
Hingga Kamis malam (2/10/2025), pihaknya belum menerima draf APBD Perubahan Pekanbaru 2025 dari Pemerintah Kota Pekanbaru untuk dilakukan evaluasi di tingkat provinsi.
โKami belum lihat administrasi lengkapnya, karena memang belum kami terima. Jadi kami belum bisa memberikan tanggapan apapun,โ ujarnya.
Dengan belum dipenuhinya ketentuan quorum dan adanya dugaan pelanggaran dalam tahapan pembahasan anggaran, pengesahan APBD-P Pekanbaru 2025 kini berada di ujung tanduk.
Jika terbukti melanggar prosedur hukum, maka produk hukum berupa Peraturan Daerah tentang APBD-P tersebut bisa dinyatakan cacat hukum dan dibatalkan.
Situasi ini menambah daftar panjang praktik legislasi bermasalah di tingkat daerah, sekaligus menjadi ujian serius bagi integritas DPRD dan Pemerintah Kota Pekanbaru dalam mengelola keuangan publik.
Sejumlah pihak menilai, persoalan ini bukan hanya soal prosedur, tetapi juga menyangkut integritas lembaga legislatif dan eksekutif dalam mengelola uang rakyat.
โDalam hal menyusun anggaran saja sudah tidak benar, apalagi dalam hal penggunaannya,โ ujar Fadli seorang warga Pekanbaru dengan nada prihatin.
Kalimat itu menggambarkan kekhawatiran publik: jika proses awal penuh kejanggalan, maka ke depan pelaksanaan anggaran bisa jauh lebih rawan penyimpangan.
Tidak ada komentar