x
.

Geger! SATU GARIS Bongkar “Skema Busuk” Dalam Proyek Revitalisasi Pasar Bawah Pekanbaru

waktu baca 5 menit
Senin, 27 Okt 2025 12:09

PEKANBARU โ€” Proyek revitalisasi Pasar Bawah Pekanbaru kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan penyimpangan serius yang merugikan pedagang dan masyarakat luas. Organisasi pemantau sosial SATU GARIS telah mengumpulkan berbagai bukti dan dokumen terkait proyek tersebut, lalu akan segera menyerahkannya kepada aparat penegak hukum dalam Minggu ini.(27/10).

SATU GARIS menekankan pentingnya Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru untuk menindak tegas seluruh pihak yang diduga terlibat, mulai dari oknum pejabat pemerintah, anggota Tim Revitalisasi, hingga perusahaan pengelola pasar, demi menegakkan keadilan bagi pedagang dan masyarakat.

Konflik antara pedagang dan pengelola pasar memaksa Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Muflihun meninjau ulang proses pelepasan PT Dalena Pranata Indah (DPI) dan penetapan PT Ali Akbar Sejahtera (AAS) sebagai pengelola baru yang memenangkan lelang pada Juli 2022. Kontrak PT AAS berlaku selama 30 tahun dengan nilai penawaran sebesar Rp91,4 miliar.

Dugaan konflik kepentingan muncul karena kedua perusahaan tersebut diduga memiliki pemilik yang sama, sehingga perpindahan pengelolaan hanya tampak seperti โ€œganti labelโ€ tanpa transparansi.

Pj Wali Kota Muflihun menunjuk Indra Pomi Nasution sebagai Ketua Tim Revitalisasi, namun tim tersebut dinilai tidak melakukan pengawasan efektif. Kondisi ini menimbulkan indikasi pembiaran terhadap praktik yang merugikan pedagang dan masyarakat.

Ketua Umum SATU GARIS Ade Monchai mengungkapkan hasil investigasi organisasi menunjukkan adanya praktik kolusi yang melibatkan oknum pejabat Pemko Pekanbaru dengan perusahaan pengelola pasar. Beberapa fakta yang ditemukan antara lain:

1.Dugaan Kepemilikan ganda perusahaan. Dokumen menunjukkan PT DPI dan PT AAS memiliki pemilik yang sama, sehingga perpindahan pengelolaan bersifat manipulatif dan merugikan pedagang.

2.Manipulasi laporan keuangan dan penghapusan sisa sewa. PT DPI diduga menghapus kelebihan sewa kios tahun 2022, padahal masa sewa resmi berlaku hingga 2023. Audit BPK menemukan Rp8,3 miliar tidak disetorkan ke kas daerah, serta sejumlah pengeluaran melebihi penerimaan.

3.Pungutan ilegal sebelum tender resmi. PT AAS disebut telah beroperasi dan memungut uang muka sewa kios sebesar Rp200 juta per pedagang sejak Maret 2022, padahal pemenang tender baru diumumkan pada Juni 2022. Hal ini menunjukkan indikasi penipuan, penggelapan, dan pelanggaran prosedur lelang.

4.Skema kontrak jangka panjang yang merugikan. Kontrak selama 30 tahun dinilai menguntungkan perusahaan dan merugikan pedagang serta publik.

5.Juga beberapa data menunjukkan pembayaran listrik melalui Qris pribadi an. Veladhio Pranajaya, Direktur perusahaan PT DPI.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Nomor 01/DOK-PRA/KSP/DPP/IV/2022 tertanggal 28 April 2022 disebutkan bahwa proses tender pengelolaan pasar tidak dapat dilanjutkan karena tidak ada peserta yang memenuhi kualifikasi dan jaminan bank.

Inspektorat merekomendasikan pembatalan kontrak dan perencanaan ulang tender dengan persyaratan ketat. Namun, rekomendasi tersebut diabaikan oleh Pemko Pekanbaru.

PT DPI yang kontraknya berakhir pada 16 Mei 2022 diduga tetap menikmati keuntungan dan memanipulasi laporan keuangan, termasuk mengubah sepihak Kartu Tanda Bukti Hak Kepemilikan (KTBHK) pedagang dari tahun 2023 menjadi 2022, sehingga merugikan hak hukum pedagang.

โ€œArtinya, ada kelebihan sewa pedagang selama satu tahun yang dihilangkan oleh pihak PT DPI, dan ini harus dibongkar,โ€ ujar Ade Monchai.

Selanjutnya, PT AAS ditetapkan sebagai pemenang tender pada Juli 2022 senilai Rp91,4 miliar dengan durasi 30 tahun. Namun, praktik pungutan ilegal sebelum tender resmi memperkuat dugaan adanya penipuan dan penggelapan aset.

Fakta bahwa PT AAS sudah beroperasi sebelum pendaftaran resmi menegaskan adanya kolusi dan pembiaran dari pejabat pengawas.

Proses pengawasan proyek juga menjadi sorotan karena diketuai oleh Indra Pomi Nasution dan didampingi Kadisperindag Ingot Ahmad Hutasuhut.

Meski Ingot kerap membantah terlibat dalam skandal korupsi, dugaan kolusi dan persetujuan sepihak tetap mencuat. Publik menilai transparansi dan integritas pengawasan proyek ini perlu diuji melalui penyelidikan hukum yang tegas.

Puluhan pedagang juga melaporkan penyalahgunaan fasilitas pasar, seperti eskalator yang tidak berfungsi, musholla yang dialihfungsikan menjadi kios, serta lahan parkir yang disalahgunakan. DPRD Pekanbaru dinilai belum menindaklanjuti keluhan pedagang secara serius.

Isu ini kembali memanas seiring berakhirnya masa adendum kontrak yang diberikan Pemko Pekanbaru pada masa Pj Wali Kota Roni Rahmat pada Desember 2024, yang akan habis pada 31 November 2025.

Ade Monchai menilai tudingan terhadap perusahaan maupun oknum pejabat Pemko berpotensi memunculkan aksi pencitraan dan skema โ€œbuang badanโ€, terutama yang mengarah kepada Kadisperindag Ingot Ahmad Hutasuhut.

โ€œAkan ada alibi yang menekankan bahwa masalah ini hanya antara pedagang dan perusahaan,โ€ ujarnya.

Diketahui, mantan Sekdako Pekanbaru Indra Pomi Nasution saat ini tengah menjalani hukuman penjara dalam kasus lain.

Menurut SATU GARIS, peluang munculnya skema adendum baru tetap terbuka jika Wali Kota Agung Nugroho bersikap kompromistis terhadap perusahaan pengelola.

โ€œAnalisis kami menunjukkan skema adendum bisa muncul lagi jika Wali Kota Agung Nugroho rela mengorbankan kepentingan masyarakat dan mengabaikan keadilan publik,โ€ pungkas Ade.

Ade Monchai menegaskan,

โ€œJika Agung Nugroho ingin dicatat sebagai pemimpin yang adil dan merakyat, ia harus menghentikan proses revitalisasi Pasar Bawah dan mendorong aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan penyimpangan.โ€pungkasnya

Menurutnya, keputusan Wali Kota Agung sebagai kepala daerah sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat Riau akan menjadi tolok ukur publik: apakah ia akan menjaga marwah kepemimpinannya atau justru melindungi perusahaan yang merugikan masyarakat.

Kerugian akibat dugaan penyimpangan ini tidak hanya dirasakan pedagang, tetapi juga berdampak pada ekonomi lokal. SATU GARIS memperkirakan potensi kerugian mencapai Rp50โ€“100 miliar per tahun dan penurunan pendapatan asli daerah sebesar Rp5โ€“10 miliar sejak 2022.

Organisasi tersebut menilai skema kontrak 30 tahun dan pungutan uang muka sebelum kontrak resmi merupakan bentuk penipuan sistemik yang harus segera dihentikan.

Dugaan pelanggaran hukum yang muncul mencakup Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, serta Pasal 55 dan 56 KUHP mengenai turut serta dalam tindak pidana.

SATU GARIS mendesak aparat penegak hukum untuk segera menghentikan sementara proyek revitalisasi, memeriksa Tim Revitalisasi, oknum pejabat, serta kedua perusahaan pengelola.

Penindakan tegas dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan publik serta menjamin transparansi dan keadilan bagi seluruh pedagang Pasar Bawah Pekanbaru.

Redaksi masih berusaha meminta konfirmasi kepada pihak pihak terkait yang disebut dalam pemberitaan dan membuka lebar hak jawab sesuai UUD pers no 49 tahun.1999

Bersambung..

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x