x
.

Ombudsman Perwakilan Riau Dinilai Menghina Masyarakat Bengkalis

waktu baca 3 menit
Sabtu, 18 Okt 2025 07:38

BENGKALIS โ€”Antrean panjang truk dan mobil di Pelabuhan Roro Bengkalis berlangsung hingga empat hari empat malam. Sopir kelelahan tidur di aspal, bahan pangan membusuk di bak mobil, sementara anak-anak menunggu kapal yang tak kunjung datang. Namun di tengah kondisi ini, Ombudsman Riau justru memberikan kabar mengejutkan: Pemkab Bengkalis dinobatkan sebagai daerah dengan pelayanan publik terbaik. (18/10)

โ€œKami heran, Ombudsman ini datang ke Bengkalis lewat mana? Lewat udara? Kalau lewat Roro, mereka pasti tahu neraka kecil di pelabuhan itu,โ€ kata Afrizal Amd, Sekjen SATU GARIS, Jumat (17/10).

Kepala Ombudsman Perwakilan Riau Bambang dan Pemkab Bengkalis, dalam acara Penandatanganan Berita Acara Penilaian Mandiri Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik (PEKPPP) di Kabupaten Bengkalis. Jumat, 17 Oktober 2025.

Afrizal menilai penghargaan itu bukan sekadar keliru, tapi menghina perjuangan rakyat.

โ€œPelayanan publik terbaik? Saat rakyat tidur di pelabuhan dan bahan pangan membusuk? Kalau ini bukan penghianatan, apa lagi?โ€ ujarnya.

Diketahui dihari yang sama hari Jum’at tanggal 17/10/2025, Ombudsman Perwakilan Riau memberikan Penghargaan terhadap pemerintah Bengkalis, Penghargaan tersebut diberikan setelah Pemkab Bengkalis mengikuti Penilaian Mandiri PEKPPP, yang justru didampingi langsung oleh Ombudsman Riau.

Pendampingan ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana lembaga pengawas bisa menjadi fasilitator sekaligus juri?

โ€œIni seperti juri yang melatih peserta lomba lalu menobatkannya sebagai pemenang. Mereka menilai hasil kerja mereka sendiri,Tidak ada independensi di situ,โ€ kata Afrizal.

Mahasiswa yang mendengar pemberian penghargaan kepada Pemkab Bengkalis, saat mereka berdemonstrasi, buka suara,

โ€œPendampingan macam apa ini? Kalian turun mendampingi, bukan mengoreksi. Laporan dibuat dari balik meja, antrean empat malam di Roro tidak terlihat!โ€ teriak Ririn

Mereka mempertanyakan motif penerbitan penghargaan di tengah penderitaan rakyat.

โ€œIni sama artinya menghina rakyat, ketika kami berpanas-panasan di depan Pelabuhan Roro,โ€ tegas Ririn.

Mahasiswa menuntut transparansi penuh atas biaya dan metode penilaian.

โ€œBuka datanya, buka biayanya, dari mana anggarannya? Jangan jadikan derita rakyat sebagai panggung seremoni,โ€ tambah wawan.

Afrizal kembali menegaskan, SATU GARIS akan melaporkan kasus ini ke Ombudsman Pusat.

โ€œKami tidak akan diam. Ombudsman seharusnya menjadi penjaga kepentingan publik, bukan pelindung citra pemerintah,โ€ ujarnya.

Di dermaga Sungai Selari, suara sopir tua menjadi simbol getir rakyat Bengkalis.

โ€œDibayar berapa Anda oleh Pemkab Bengkalis? Saat kami berteriak, Anda malah beri pujian. Lebih baik campakkan ke laut hasil penilaian tersebut,โ€ katanya kepada media.

Penghargaan yang diserahkan di tengah terik matahari dan jeritan rakyat ini menyisakan satu pesan: “pujian untuk pemerintah, penghinaan untuk rakyat Bengkalis”.

Dalam konteks pelayanan publik, kasus Roro Bengkalis menunjukkan kegagalan nyata sistem pelayanan, dan penghargaan Ombudsman yang diberikan pada saat rakyat menderita tidak mencerminkan prinsip pengawasan yang adil dan objektif. Ini menjadi ironi besar antara formalitas penilaian dan realitas pelayanan di lapangan.

Hingga berita diturunkan, awak media konfirmasi kepada Ombudsman Riau tidak mendapatkan jawaban, terkait motif dan dasar pemberian penghargaan kepada Pemkab Bengkalis di saat mahasiswa dan masyarakat berteriak di dermaga.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x