x
.

Pembersihan Internal Jaksa: Dari Suap Jalan Sumut ke Tilap Uang Bukti, Riau Kapan?

waktu baca 4 menit
Sabtu, 4 Okt 2025 03:52 Ade Monchai

Jakarta, 4 Oktober 2025 โ€” Dua kasus besar tengah mengguncang institusi Kejaksaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyidikan dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut) yang menyeret sejumlah jaksa, sementara di Jakarta Barat mantan jaksa Azam Akhmad Akhsya dijatuhi vonis sembilan tahun penjara karena menilap uang barang bukti senilai Rp11,7 miliar.

Skandal yang menyeret sejumlah oknum jaksa ini ironis dan berlawanan dengan prestasi Kejaksaan Agung yang selama ini dikenal garang dalam membongkar skandal korupsi bernilai hingga ribuan triliun rupiah.

Dalam kasus proyek jalan di Sumut, KPK telah memeriksa beberapa pejabat kejaksaan, antara lain Idianto, mantan Kepala Kejati Sumut yang sempat menjabat Sekretaris Badan Pemulihan Aset Kejagung, Muhammad Iqbal selaku Kajari Mandailing Natal, dan Gomgoman H. Simbolon yang menjabat Kasi Datun Madina.

Ketiganya dimintai keterangan baik oleh penyidik KPK maupun Tim Pengawasan Kejaksaan Agung. Status mereka sejauh ini masih saksi, namun pencopotan dari jabatan struktural dilakukan sebagai langkah pengamanan internal. Kejaksaan menegaskan asas praduga tak bersalah tetap berlaku, sambil menunggu hasil penyidikan lebih lanjut.

Di Jakarta Barat, persoalan berbeda muncul setelah pengadilan membuktikan jaksa Azam Akhmad Akhsya menilap dana barang bukti dalam perkara investasi bodong Fahrenheit. Kerugian mencapai Rp11,7 miliar. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Azam menjadi sembilan tahun penjara serta mewajibkannya membayar denda dan uang pengganti.

Dalam surat dakwaan, uang hasil tilap itu disebut mengalir ke sejumlah pejabat kejaksaan, di antaranya mantan Kajari Iwan Ginting sebesar Rp500 juta, Dody Gazali Rp300 juta, Sunarto Rp450 juta, M. Adib Adam Rp300 juta, Baroto Rp200 juta, dan seorang staf Rp150 juta.

Sejumlah nama yang disebut dalam dakwaan sudah dicopot dari jabatan struktural dan dipindahkan ke unit administrasi maupun lembaga pendidikan di lingkungan Kejaksaan. Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna menegaskan langkah ini merupakan bagian dari penegakan disiplin dan komitmen untuk bersih-bersih internal.

“Benar, sudah dicopot dari jabatan dan jaksanya,โ€ ucap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Anang Supriatna Kamis, (1/10/2025).

Sayangnya, dalam banyak kasus serupa, jaksa yang terseret dugaan korupsi hanya dimutasi ke pusat atau ditempatkan pada posisi non-struktural tanpa ada proses hukum yang jelas. Pola ini memunculkan kritik bahwa sanksi administratif tidak cukup untuk memberi efek jera, sekaligus memperburuk citra kejaksaan di mata publik.

Rangkaian kasus ini menjadi peringatan keras bagi lembaga kejaksaan di daerah lain. Rumor yang beredar menyebut praktik โ€œmasuk anginโ€ juga dikhawatirkan terjadi di Riau, meski belum ada bukti resmi yang terungkap ke publik.

Di Riau, Kejaksaan Negeri Siak ikut menjadi sorotan. Lembaga Swadaya Masyarakat Satu Garis mengungkap adanya dugaan jaksa โ€˜masuk anginโ€™ dalam penanganan skandal pengadaan nutrisi yang belakangan populer disebut sebagai โ€˜skandal telur asinโ€™. Meski sudah ada langkah resmi dari aparat penegak hukum, isu ini menambah daftar panjang keraguan publik terhadap integritas kejaksaan di daerah.

Untuk diketahui publik, skandal korupsi telur asin di Siak sejak awal dikaitkan dengan seorang eks Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Siak, Mahadar, yang belakangan naik menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Siak. Beberapa hari sebelum pelantikan, Kejaksaan Negeri Siak mengeluarkan klarifikasi resmi bahwa nama Mahadar tidak tercantum dalam pencairan proyek tersebut.

Pernyataan itu praktis membersihkan jalannya hingga ia melenggang mulus menduduki kursi empuk Sekda Siak. Kondisi ini menuai kritik publik, dan mendesak Kejaksaan Agung bersama Komisi Kejaksaan untuk turun tangan menyelidiki dugaan kejanggalan dalam kasus ini.

Organisasi SATU GARIS mengingatkan pentingnya Kejaksaan Agung memperketat pengawasan di seluruh wilayah untuk menghindari terulangnya kasus serupa.

โ€œKalau Sumut dan Jakarta Barat saja bisa kebobolan, wajar publik curiga daerah lain juga rentan. Ini momentum bagi Kejaksaan untuk membuktikan komitmen bersih-bersih,โ€ ujar Afrizal Amd sekjend Satu Garis

Kasus Sumut dan Jakarta Barat memperlihatkan persoalan serius di tubuh kejaksaan yang tak hanya merusak kredibilitas lembaga, tetapi juga menodai kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

Publik kini menunggu keberanian Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti kasus ini secara tuntas, tidak hanya terhadap individu yang terlibat, tetapi juga dengan membenahi sistem pengawasan internal agar praktik serupa tidak kembali terjadi.

Tanpa langkah tegas, praktik serupa hanya akan berulang. Kejaksaan Agung dituntut bukan sekadar memutasi, tetapi juga menyeret setiap jaksa nakal ke meja hijau demi memulihkan kepercayaan publik.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x