
.


Bengkalis โ Organisasi gabungan jurnalis dan aktivis SATU GARIS mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis untuk segera menetapkan tersangka dan mengusut tuntas dugaan korupsi SPPD fiktif di Dinas Sosial Kabupaten Bengkalis tahun anggaran 2024 dibawah kepemimpinan Paulina yang menjabat Kepala Dinsos Bengkalis.
Desakan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum SATU GARIS, Ade Monchai, melalui Sekretaris Jenderal, Afrizal, Amd. CPLA, yang menilai penanganan perkara itu terkesan berjalan lambat dan tidak menunjukkan progres signifikan.
SATU GARIS menilai Kejari Bengkalis tidak memiliki alasan untuk menunda penetapan tersangka, sebab kasus ini telah berada di tahap penyidikan sejak 6 Februari 2025,
โSudah hampir sembilan bulan sejak penyidikan dimulai, tapi belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Tidak ada alasan apa pun bagi jaksa untuk memperlambat pengusutan kasus ini,โ tegas Afrizal di Bengkalis, Jumat (25/10/2025).
Dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lingkungan Dinas Sosial Kabupaten Bengkalis berawal dari kegiatan perjalanan dinas tahun anggaran 2024. Dari hasil penelusuran awal, ditemukan indikasi kuat adanya pencantuman nama pegawai yang tidak pernah melakukan perjalanan dinas, namun tetap menerima pencairan dana SPPD.
Temuan tersebut menjadi pintu masuk penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis. Setelah serangkaian pemeriksaan dan pengumpulan dokumen pendukung, pada 6 Februari 2025, Kejari Bengkalis resmi menaikkan status perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Dari hasil penyidikan sementara, kejaksaan menyebutkan, modus yang digunakan diduga melibatkan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan Surat Perintah Tugas (SPT) dan pencairan dana perjalanan dinas yang tidak pernah dilaksanakan.
Informasi yang berhasil dikumpulkan oleh Redaksi bahwa, anggaran yang digunakan bersumber dari APBD Kabupaten Bengkalis Tahun 2024, dan sebagian dana tersebut diduga mengalir kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
Afrizal mengatakan, sesuai Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), apabila penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti permulaan yang sah, maka sudah cukup dasar hukum untuk menetapkan tersangka.
โJika dua alat bukti sudah terpenuhi, jaksa wajib menetapkan tersangka. Menunggu terlalu lama justru menimbulkan kesan seolah ada sesuatu yang ditutupi,โ ujarnya.
Hingga kini, puluhan saksi telah diperiksa, termasuk pejabat dan staf di lingkungan Dinas Sosial. Dugaan korupsi ini berkaitan dengan pencantuman nama-nama pegawai yang tidak pernah melakukan perjalanan dinas namun tetap menerima dana SPPD.
Pihak Kejari Bengkalis menyebut masih menunggu hasil audit resmi dari BPKP untuk memastikan nilai kerugian negara, sebelum menetapkan tersangka. Namun, Afrizal menilai alasan tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran untuk memperlambat proses hukum.
โAudit bisa berjalan paralel. Fakta hukum dan dokumen SPPD fiktif sudah bisa dijadikan alat bukti. Rakyat menunggu kejelasan dan transparansi,โ tambahnya.
Instruksi Presiden dan Jaksa Agung: Kejar pelaku Korupsi Tanpa Pandang Bulu
Afrizal mengingatkan, langkah cepat dan tegas dalam pemberantasan korupsi merupakan amanat Presiden RI serta instruksi langsung Jaksa Agung, ST Burhanuddin, yang berulang kali menegaskan agar seluruh jaksa di daerah tidak ragu mengungkap kasus korupsi tanpa pandang bulu.
Dalam sejumlah kesempatan terbaru, Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan:
โSaya tidak mau lagi mendengar ada jaksa yang takut menangani perkara korupsi di daerahnya. Ungkap tanpa pandang bulu. Jangan biarkan ada yang bermain-main dengan uang negara.โ
Jaksa Agung juga menambahkan,
“Saya tidak perlu Jaksa yang cerdas tapi tidak berintegritas, yang saya butuhkan, Jaksa yang pintar dan juga berintegritas, jika masih ada yang bermain main,keluar dari institusi ini, cam kan itu, “Pungkas Jaksa Agung St Burhanuddin
SATU GARIS menilai, perintah tersebut seharusnya menjadi pegangan moral dan operasional bagi Kejari Bengkalis untuk segera menuntaskan kasus ini secara profesional, transparan, dan berkeadilan.
โKami mendukung kejaksaan, tetapi publik berhak melihat bukti nyata. Kalau memang sudah ada dua alat bukti yang sah, seharusnya sudah ada tersangka. Jangan sampai kepercayaan publik luntur,โ tutup Afrizal.
Kasus dugaan SPPD fiktif di Dinas Sosial Bengkalis kini menjadi ujian nyata bagi komitmen penegakan hukum di daerah dalam melaksanakan amanat Presiden dan Jaksa Agung. Publik menanti langkah konkret Kejari Bengkalis bukan sekadar janji.
Semakin lama kasus ini dibiarkan tanpa kepastian hukum, semakin besar risiko hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di daerah. Transparansi dan keberanian adalah satu-satunya jalan agar keadilan tidak berhenti di meja penyidikan.

Tidak ada komentar