
.


Mataxpost | Pekanbaru, – Sebelum operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan, KPK menduga telah terjadi sejumlah penyerahan lain yang berkaitan dengan kasus korupsi di lingkungan PUPR Provinsi Riau. Hal ini diungkapkan Juru Bicara KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada 4 November 2025. 05/11)
Menilik pernyataan lengkap tersebut, patut diduga terdapat transaksi lain di luar OTT yang telah dilakukan, dan hal ini menjadi pintu masuk untuk menelusuri dugaan tindak pidana korupsi lainnya.
Menariknya, hanya beberapa hari sebelum OTT itu terjadi, yakni pada 23 Oktober 2025, BRK Syariah baru saja melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang menghasilkan sejumlah keputusan kontroversial dan menuai sorotan publik.
Salah satu kejanggalan mencolok adalah penunjukan Irwan Nasir sebagai Komisaris Utama,Sebelumnya, Irwan terdaftar sebagai calon Komisaris Independen, namun secara mendadak posisinya berubah menjadi calon Komisaris Utama yang diusulkan ke OJK.
Perubahan mendadak ini menimbulkan tanda tanya besar terkait mekanisme dan transparansi proses pengusulan tersebut.
Tak kalah janggal, proses penunjukan Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama juga menjadi perdebatan. Jabatan itu kini dipegang oleh Helwin Yunus yang kemudian ditunjuk langsung sebagai calon Direktur Utama BRK Syariah tanpa melalui proses seleksi ulang, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 201 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Padahal, setiap calon direksi BUMD wajib mengikuti seleksi terbuka dan transparan. Helwin Yunus sebelumnya terpilih sebagai Direktur Pembiayaan melalui seleksi Juni 2024, lalu diangkat sebagai Plt. Direktur Utama pada April 2025.
Namun, dalam RUPS-LB terbaru, ia kembali diusulkan sebagai calon Direktur Utama dengan menggunakan hasil seleksi lama, yang sudah berusia lebih dari 15 bulan.
Berdasarkan penelusuran Tim Mataxpost, Helwin Yunus disebut memiliki kedekatan dengan sosok berinisial DN, yang kini menjadi terperiksa dalam kasus OTT KPK.
KPK sendiri menyatakan, operasi tangkap tangan tersebut menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus-kasus lain yang melibatkan jaringan kekuasaan di daerah.
Selain itu, ditemukan pula potensi benturan kepentingan (conflict of interest) dalam proses seleksi calon direksi BRK Syariah.
Salah satu pejabat bagian legal internal BRK Syariah yang ditugaskan untuk mendampingi panitia seleksi diketahui merupakan adik ipar Helwin Yunus
Kondisi ini jelas bertentangan dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang mewajibkan seluruh proses seleksi dilakukan secara objektif dan bebas dari pengaruh keluarga atau kepentingan pribadi.
Sejumlah pihak menilai, berbagai kejanggalan tersebut bisa melanggar beberapa regulasi penting, antara lain:
PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD
Permendagri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas, Komisaris, dan Direksi BUMD
POJK Nomor 27/POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (fit and proper test) bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, serta
SE OJK Nomor 39/SEOJK.03/2016 sebagai petunjuk pelaksanaannya.
Dengan banyaknya kejanggalan tersebut, publik berharap KPK juga menaruh perhatian serius terhadap proses RUPS-LB BRK Syariah.
Dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan dan praktik transaksional dalam penentuan calon direksi patut ditelusuri lebih dalam, terutama jika ada keterkaitan dengan pihak-pihak yang kini tengah diperiksa dalam kasus korupsi yang menyeret Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid (AW) **


Tidak ada komentar