MENU Senin, 08 Des 2025
x
.

Sidang Perdana Asri Auzar: Dakwaan Bergeser,Angka Kerugian Dipertanyakan

waktu baca 3 menit
Kamis, 20 Nov 2025 17:24

Mataxpost| Pekanbaru- Sidang perdana perkara dugaan manipulasi administrasi, penggelapan, dan penyerobotan lahan dengan terdakwa Asri Auzar berlangsung di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Kamis (20/11).

Persidangan dibuka dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, yang mengajukan dakwaan alternatif: Pasal 372 KUHP tentang penggelapan atau Pasal 385 ayat 1 KUHP yang mengatur penyerobotan tanah atau bangunan.

Dalam uraian dakwaan, jaksa menyebut perkara ini berawal dari sengketa kepemilikan lahan dan bangunan yang sebelumnya berada dalam penguasaan pihak lain. Dokumen administrasi yang dilaporkan mengalami perubahan dianggap tidak sesuai prosedur dan mengakibatkan kerugian bagi pihak pelapor.

Nilai kerugian yang dicantumkan JPU berbeda dari pemberitaan sebelumnya tidak mencapai miliaran rupiah. Jaksa hanya memasukkan angka sekitar Rp300 juta sebagai potensi kerugian yang relevan dengan konstruksi perkara.

Kuasa Hukum Asri Auzar, Supriadi Bone, menyoroti perbedaan angka kerugian tersebut. Ia menyatakan bahwa kabar mengenai kerugian Rp5,2 miliar yang sempat beredar di sejumlah media tidak tercantum dalam dakwaan.

Menurutnya, hal itu sekaligus membantah asumsi bahwa kliennya terlibat dalam penipuan dengan nilai fantastis sebagaimana ramai diberitakan.

Menjelang agenda pembuktian, pihak pembela menyiapkan strategi menghadirkan sejumlah saksi kunci. Salah satu yang dianggap vital adalah Fajardah, yang disebut sebagai pemilik asli tanah dan ruko yang menjadi objek perkara.

Supriadi berharap kesaksian Fajardah dapat memberikan gambaran utuh mengenai asal-usul kepemilikan dan proses peralihan yang menjadi dasar sangkaan jaksa.

Perkara ini sebelumnya menarik perhatian publik karena pemberitaan yang menyebut Asri Auzar sebagai tersangka kasus penggelapan dan penipuan senilai Rp5,2 miliar.

Perbedaan angka kerugian dalam dakwaan resmi kini menjadi titik krusial yang akan diuji dalam proses persidangan. Agenda lanjutan akan ditentukan setelah majelis hakim menetapkan jadwal sidang berikutnya untuk mendengar keterangan saksi-saksi.

Di sejumlah media lokal, muncul versi keterangan dari Vincent Limvinci yang melaporkan Asri Auzar ke Polresta Pekanbaru. Dalam pemberitaan tersebut, Vincent mengklaim bahwa Asri meminjam uang darinya sejak November 2020 melalui seorang perantara bernama Zulkarnain. Untuk menjamin pinjaman itu, Asri disebut menyerahkan sertifikat Hak Milik Nomor 1385/1993 atas nama Hajah Fajardah.

Menurut penjelasan Vincent dalam wawancara yang dimuat media lokal, hubungan pinjaman itu kemudian berujung pada penjualan sebidang tanah dan enam unit ruko senilai Rp 5,2 miliar. Transaksi itu dikatakan dilakukan melalui akta jual beli tertanggal 9 Juli 2021 di hadapan notaris, dan setelah proses balik nama rampung, sertifikat tercatat atas nama Vincent.

Vincent menyebut persoalan muncul ketika, setelah aset tersebut berpindah kepemilikan, Asri diduga kembali menagih uang sewa dari para penyewa ruko antara lain Hendra Wijaya dan dr. Khairani Saleh. Kepada para penyewa itu, Asri disebut mengaku bahwa ruko tersebut “masih miliknya”. Vincent mengklaim total nilai sewa yang ditarik Asri untuk periode 2021–2025 mencapai sekitar Rp 337,5 juta.

Atas rangkaian peristiwa itu, Vincent melaporkan Asri ke kepolisian dengan dugaan penggelapan dan penyalahgunaan hak kepemilikan. Dalam laporan tersebut, Vincent mencantumkan nilai kerugian hingga Rp 5,2 miliar.

Versi ini pernah diberitakan antara lain oleh RiauAktual,Cakaplah, RiauOnline, dan Harian Haluan Riau, sementara pihak Asri lewat kuasa hukumnya menegaskan bahwa perkara tersebut lebih tepat dipandang sebagai sengketa utang-piutang, bukan tindak pidana.

Kasus semacam ini sering terlihat sederhana di permukaan sekadar sengketa lahan namun ketika beranjak ke pengadilan, ia berubah menjadi peta kusut hubungan administratif, historis, dan finansial.

Dengan dakwaan JPU yang hanya memuat potensi kerugian sekitar Rp300 juta, seluruh pemberitaan mengenai klaim Vincent terutama soal kerugian Rp5,2 miliar secara tidak langsung terbantahkan, karena tidak diadopsi sebagai bagian perkara pidana.

Persidangan berikutnya menjadi ruang untuk mengurai benang itu, satu per satu, hingga jelas siapa yang sebenarnya memegang hak dan siapa yang harus bertanggung jawab.

Bersambung..

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x