
.


PEKANBARU, – Kasus sengketa tanah yang melibatkan keluarga Norma (50) kembali mencuat ke permukaan setelah aksi nekatnya mencegat Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, pada kunjungan kerjanya ke Selatpanjang, Kepulauan Meranti, pada Selasa (18/11/2025). Norma, dengan penuh harap, menyerahkan surat laporan polisi kepada Kapolda, meminta agar masalah tanah keluarganya yang diduga dirampas oleh mafia tanah segera diproses dengan adil. (23/11)
Kisah ini bermula pada 7 Juli 2019, ketika suami Norma, Eramzi (58), sedang memanen sagu di kebunnya, dan tiba-tiba dihentikan oleh seorang pria bernama H, yang mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya.
Konflik ini berlanjut hingga Eramzi ditangkap pada 2020 atas tuduhan pemalsuan surat dan pencurian batang sagu, meskipun akhirnya dibebaskan setelah terbukti tidak bersalah.
Namun, ia merasa bahwa pihak yang diduga melakukan pemalsuan dokumen justru tidak diproses hukum.
Pada Februari 2025, setelah dibebaskan, Eramzi bersama penasihat hukumnya, Herman Alwi, melaporkan balik Her (yang juga dikenal dengan inisial Aguan) ke Polda Riau.
Kasus ini sebelumnya sudah pernah diturunkan oleh Redaksi Mataxpost pada 25 April 2025, artikel yang berjudul “Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Petani di Meranti Divonis Penjara, Laporkan Balik Aguan ke Polda Riau”, berita ini mengungkapkan bagaimana setelah bebas dari penjara, Eramzi melaporkan balik Her alias Aguan.
Laporan tersebut tercatat dengan nomor STtLP/B/59/II/2025/SPKT/Polda Riau dan berisi dugaan pemalsuan tanda tangan pada surat SKGR nomor 07/PPAT/2000, yang digunakan untuk mengambil alih tanah keluarga mereka.
Menurut Herman, kasus ini semakin menguat setelah adanya upaya pihak Her alias Aguan untuk merebut tanah keluarga Eramzi dengan cara yang tidak sah.
“Laporan kami jelas dan didukung oleh bukti-bukti pemalsuan dokumen. Kami berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan ini dengan serius,” jelas Herman saat dikonfirmasi oleh media.
Sementara itu, aksi Norma mencegat Kapolda Riau di Selatpanjang semakin memperjelas bahwa keluarga mereka belum menyerah untuk mendapatkan keadilan.
Dengan membawa surat laporan polisi, Norma memohon bantuan Kapolda agar masalah tanah mereka segera diselesaikan.
“Pak, tolong bantu kami. Suami saya jadi korban mafia tanah,” ujarnya dengan penuh harapan.
Kapolda Herry Heryawan menerima surat tersebut dan berjanji untuk menindaklanjuti masalah yang disampaikan oleh Norma. Meskipun pertemuan itu berlangsung singkat,
Kasus ini kembali mengingatkan masyarakat tentang maraknya praktik mafia tanah di Riau yang meresahkan banyak pihak.
Pemalsuan dokumen dan manipulasi hukum sering kali digunakan untuk merebut tanah yang sah milik orang lain, khususnya masyarakat yang tidak memiliki akses atau kekuatan untuk melawan.
Norma berharap agar aparat penegak hukum, khususnya Kapolda Riau, dapat memproses kasus ini secara transparan dan adil.
Dia merasa bahwa selama ini proses hukum tidak berjalan dengan semestinya, dengan suaminya yang malah diproses lebih lanjut, sementara pihak yang memalsukan dokumen tidak mendapat perhatian.
“Harusnya laporan suami saya yang diproses, bukan malah sebaliknya,” ujar Norma dengan rasa kecewa.
Dengan menguatnya kembali kasus ini setelah aksi Norma yang nekat mencegat Kapolda, publik berharap agar aparat penegak hukum dapat memberikan perhatian lebih terhadap praktik mafia tanah yang semakin meresahkan.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya transparansi dan integritas aparat hukum dalam menyelesaikan sengketa tanah, yang sering kali berujung pada ketidakadilan bagi masyarakat kecil.
Kini, perhatian publik tertuju pada pihak kepolisian untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan serius, agar keluarga Norma dapat mendapatkan keadilan yang mereka perjuangkan.

Tidak ada komentar