
.


Mataxpost | Pekanbaru, Dugaan penyimpangan anggaran kembali menyeruak di lingkungan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III, Dana Operasi dan Pemeliharaan (OP) Bencana Alam yang bersumber dari APBN diduga cair tanpa pelaksanaan pekerjaan di lapangan, bahkan mengarah pada praktik proyek fiktif. (1/12)
Dokumen internal yang diperoleh redaksi menunjukkan kegiatan OP I dengan skema swakelola internal, di bawah kendali ,Ruli Kepala Satker dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bernama Sarneti telah mencairkan anggaran penanganan bencana selama dua tahun berturut-turut.
Paket ini diklaim untuk penanganan bencana di Kabupaten Rokan Hulu serta Kuok, Kabupaten Kampar dengan nomor paket pekerjaan 523123/ OP I.
Namun hasil pengecekan di lapangan menemukan tidak adanya aktivitas pekerjaan maupun kondisi bencana yang memerlukan penanganan.
Warga setempat kompak menyatakan tidak pernah melihat adanya pekerjaan dari BWSS III. Beberapa di antaranya bahkan menegaskan wilayah mereka tidak mengalami bencana dalam dua tahun terakhir.
“Tidak pernah ada bantuan atau kegiatan apa pun di sini,” kata seorang warga di Kuok.
Menurut data yang dihimpun, pencairan anggaran pada 2023 mencapai Rp900 juta, dan meningkat menjadi Rp1 miliar pada 2024.
Total Rp1,9 miliar tersebut seharusnya digunakan untuk pemeliharaan infrastruktur sumber daya air seperti tanggul, irigasi, dan pengendalian banjir.
Namun, karena proyek dikerjakan secara internal tanpa keterlibatan pihak ketiga, jejak fisik, dokumentasi pelaksanaan, maupun output kegiatan sama sekali tidak ditemukan.
Kondisi tersebut memperkuat dugaan bahwa anggaran publik telah disalurkan tanpa dasar pelaksanaan yang jelas dan tanpa manfaat kepada masyarakat.
Sementara itu, laporan dugaan korupsi atas kegiatan ini telah disampaikan oleh Forum Aliansi Pemuda Anti Korupsi (FAPAK) dan kini telah resmi ditindaklanjuti Kejaksaan Tinggi Riau.
Perkara tersebut terdaftar dalam surat Kejati Nomor: B-5856/L.4.5/Fo.2/11/2025 tertanggal 21 November 2025.
Dalam surat yang ditandatangani Asisten Tindak Pidana Khusus, Dr. M Carel W., S.H., M.H., Kejati menegaskan saat ini tengah dilakukan permintaan keterangan dan pengumpulan data awal.
Hingga berita ini diterbitkan, Sarneti selaku PPK dan Ruli selaku Satker atau kepala OP I, belum memberikan klarifikasi.
Upaya konfirmasi awak media melalui pesan dan panggilan telepon tidak direspons, bahkan nomor wartawan yang mencoba menghubungi diblokir.
Sikap tersebut memicu semakin kuatnya dugaan kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran tersebut.
Dalam konteks hukum, penyimpangan dana penanggulangan bencana tergolong delik pemberatan dalam kasus tindak pidana korupsi. Pelaku dapat dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dengan ancaman hukuman hingga seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun hingga hukuman mati, serta denda Rp1 miliar.
Penegak hukum juga dapat menjerat pihak-pihak terlibat dengan tindak pidana pencucian uang apabila ditemukan aliran dana menyimpang.
Kini muncul satu pertanyaan besar yang terus menggantung di ruang publik: jika proyek tidak ada dan bencana pun tak pernah terjadi, ke mana dana miliaran rupiah itu mengalir?
Semua pihak menunggu Kejaksaan Tinggi Riau mengungkap kasus ini hingga tuntas, agar uang rakyat benar-benar kembali kepada rakyat, bukan hilang tanpa jejak.


Tidak ada komentar