Pekanbaru – Penanganan kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lingkungan Sekretariat DPRD Provinsi Riau hingga kini berjalan lambat. Padahal, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan kerugian negara, dari hasil investigasi tim XPost diduga nilainya membengkak hingga lebih kurang Rp180 miliar dari nilai anggaran 206 miliar (28/04)
Dalam audit BPK tersebut, tim X Post juga menemukan adanya dana sekitar Rp3,8 miliar yang hingga kini belum bisa dipertanggungjawabkan lantaran dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) terkait tidak ditemukan.
Investigasi Tim X Post: Ada Saksi-Saksi Penting yang Belum Diperiksa
Meskipun pihak kepolisian menyatakan seluruh saksi sudah diperiksa, investigasi X Post justru menemukan bahwa sejumlah saksi penting belum dimintai keterangan oleh penyidik Polda Riau. Sumber internal menyebutkan, saksi-saksi ini adalah pihak yang mengetahui aliran dana dan proses pembuatan SPJ fiktif.
“Beberapa pejabat dan staf yang seharusnya diperiksa belum juga dipanggil. Ini membuat proses penyidikan jadi tidak maksimal,” ungkap salah satu sumber kepada X Post.
Keterlambatan pemeriksaan ini diduga menjadi faktor utama mengapa pengusutan perkara berjalan lambat, bahkan terkesan jalan di tempat.
Dalam perkembangan lain, publik kini menyoroti peran Plt Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Riau, Syahrial Abdi, yang seharusnya mengambil langkah tegas terkait temuan SPJ yang belum terkumpul. Sebagai pimpinan administratif, Syahrial Abdi memiliki kewajiban untuk memerintahkan seluruh bawahannya agar segera mengumpulkan dokumen SPJ yang hilang tersebut dan menyerahkannya kepada BPK, sehingga nilai pasti kerugian negara bisa segera dipastikan.
Namun hingga kini, belum ada langkah tegas yang terlihat dari Syahrial Abdi. Bila dibiarkan, hal ini dapat menimbulkan dugaan bahwa Syahrial Abdi dengan sengaja melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya sebagai Plt Sekwan dan juga akan berimbas terhadap hasil audit laporan keuangan kas Pemprov Riau.
“Jika Plt Sekwan tidak mengambil langkah tegas untuk menuntaskan pengumpulan SPJ, maka patut diduga ada unsur kesengajaan atau pembiaran. Ini bisa berimplikasi hukum serta akan berdampak lansung terhadap hasil audit BPK terhadap laporan keuangan di Pemprov Riau2024” ujar Soni pengamat hukum lokal kepada X Post.
Dalam dokumen yang dihimpun, modus operandi kasus ini melibatkan pembuatan laporan perjalanan dinas yang tidak pernah dilakukan. Beberapa SPJ hanya berupa copy-paste dari kegiatan lain, atau memuat nama-nama fiktif, namun tetap diproses pencairannya secara penuh.
Polanya diduga melibatkan berbagai unsur, dari tingkat pejabat hingga staf pelaksana, bahkan kemungkinan pihak luar yang membantu memfasilitasi pembuatan laporan palsu.
Desakan Publik: Tuntaskan Kasus, Usut Semua yang Terlibat
Kasus ini menjadi perhatian serius masyarakat Riau. Lembaga swadaya masyarakat dan aktivis antikorupsi mendesak Polda Riau untuk bekerja lebih transparan dan profesional.
“Kami menuntut agar semua pihak yang terlibat, termasuk pihak yang lalai dalam tugas pengawasan administrasi, diperiksa dan diproses hukum,” tegas roni aktivis antikorupsi.
Hingga berita ini diturunkan, Polda Riau maupun pihak Sekretariat DPRD Riau belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan terbaru kasus ini. Sementara itu, BPK disebut masih menunggu kelengkapan dokumen dari Sekretariat DPRD untuk memperkuat laporan kerugian negara.
Publik Riau kini berharap pengusutan kasus ini tidak hanya berhenti di meja penyidikan, tetapi benar-benar menyeret semua pihak yang bertanggung jawab tanpa pandang bulu.