Mataxpost|Siak – Pilkada Siak dalam suasana memanas, situasi ini terlihat dari kegiatan kampanye yang dilakukan oleh para kontestan pilkada Siak dalam minggu terakhir. (12/11/2024
Hal itu terlihat dari isu yang sedang hangat beredar di masyarakat tualang dan sangat disayangkan, ditengah masyarakat saat ini beredar video serta kalimat intimidasi yang disertai ancaman yang dilontarkan oleh Ketua Tim Sukses Paslon 03 , pasangan calon bupati Siak ini adalah kubu dari petahana Alfedri – Husni.
Disaat kampanye Kubu Paslon 03 di Tualang Perawang ,diduga Ketua Tim sukses Paslon Alfedri-Husni yang bernama Zulfi Mursal melontarkan kalimat ancaman kepada masyarakat penerima beasiswa unggulan PKH, kalimat yang diucapkan oleh Ketua timses yang berbunyi ” Jika tidak memilih Alfedri-Husni, maka penerima beasiswa PKH akan dicabut’ ujarnya.
Mendengar ucapan Ketua timses Alfedri-Husni sontak menjadi buah bibir ditengah masyarakat saat ini, dimana PKH adalah program pemerintah pusat tapi dipakai sebagai senjata dalam pilkada oleh kubu petahana 03 untuk intimidasi masyarakat.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Sigit Eko Purnomo menyayangkan jika ada tim jurkam yang masih membawa-bawa isu Gender, atau yg ramai di media saat ini perihal “ancaman” penerima PKH jika tidak memilih paslon tertentu. Alangkah baiknya kampanye diwarnai dengan adu program dan gagasan agar masyarakat mendapat referensi yg baik terhadap para kandidat yg maju dipilkada Siak. Adu gagasan dan program saja, sampaikan program-program unggulan kepada masyarakat, ditengah fenomena serapan tenaga kerja yg rendah dan bagaimana agar perekonomian meningkat., kata Sigit
Aktivis muda dan Pengamat isu sosial Politik di Riau Ade Monchai juga meungkapkan kepada tim media bahwa Ketua timses dari kubu 03 pilkada Siak tersebut dikategorikan sebagai kampanye kotor dari seorang tokoh politik, dan dianggap sebagai pelanggaran pemilu.
“Ketua Timses kubu 03 saat kampanye melontarkan kalimat ancaman itu sebuah kecemasan dari kubu petahana, dan cara seorang tokoh politik mantan anggota DPRD Riau 2019-2024 memakai isu PKH untuk menekan masyarakat adalah cara politik kotor ” ujar Ade
Penggunaan program bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan) untuk intimidasi atau tekanan politik kepada penerimanya adalah tindakan yang melanggar hukum. Intimidasi dalam konteks ini, termasuk mengancam pencabutan bantuan atau memanipulasi penerima agar mendukung calon politik tertentu, dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan beberapa undang-undang dan pasal yang berlaku di Indonesia. Berikut beberapa ketentuan hukum yang relevan:
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 33: Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia.
Pasal 34: Setiap orang tidak boleh dijadikan sasaran tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang bertujuan untuk menekan, memaksa, atau mengintimidasi untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan7 kehendaknya.
Relevansi: Jika penerima PKH diintimidasi atau diancam agar mendukung pihak tertentu, tindakan tersebut melanggar hak dasar manusia dan dapat diproses secara hukum.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin
Pasal 43: Bantuan sosial harus diberikan secara adil, transparan, dan tanpa diskriminasi.
Pasal 44: Pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang terkait bantuan sosial dapat dikenakan sanksi.
Relevansi: Jika pejabat publik atau pihak tertentu menyalahgunakan PKH untuk keuntungan politik atau untuk mengintimidasi penerima, mereka bisa dikenakan sanksi hukum.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Pasal 280 Ayat (1) Huruf j: Pelaksana atau tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.
Pasal 523 Ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Relevansi: Jika PKH digunakan untuk mempengaruhi pemilih dengan ancaman pencabutan bantuan atau janji keuntungan materi, pelakunya dapat dikenakan pidana.
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (sebagaimana telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001)
Pasal 12 Huruf e: Setiap orang yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dapat dikenakan pidana
Relevansi: Intimidasi penerima PKH dengan ancaman pencabutan bantuan untuk keuntungan politik dapat dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi dikenai sanksi pidana.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
Pasal 7 Ayat (1) Huruf c: Pegawai negeri sipil (PNS) wajib memberikan pelayanan publik secara adil dan tanpa diskriminasi.
Pasal 9 Ayat (2): PNS dilarang menyalahgunakan wewenang.
Relevansi: Jika PNS terlibat dalam intimidasi penerima PKH, mereka melanggar kode etik dan dapat dikenai sanksi administratif dan hukum.
Kesimpulan:
Intimidasi terhadap penerima PKH, termasuk penggunaan program bantuan sosial untuk kepentingan politik, adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum di Indonesia. Pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan berbagai undang-undang, termasuk UU Pemilu, UU HAM, UU Penanganan Fakir Miskin, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerima PKH memiliki hak untuk menerima bantuan tanpa intimidasi atau paksaan, dan tindakan yang melanggar hak ini bisa diproses hukum.