Siak – Kabupaten Siak kembali diguncang skandal politik uang dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024. Seorang petani di Kecamatan Bungaraya mengaku menerima titipan uang Rp16 juta untuk dibagikan kepada 32 warga yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS 3 Desa Jayapura. Jika dihitung, setiap pemilih dijanjikan Rp500 ribu untuk βmenentukan pilihanβ mereka kepada paslon 03.
Petani tersebut mengungkap bahwa uang itu diberikan oleh seseorang berinisial DA, yang mendapatkannya dari seorang bernama Juprizal. Namun, setelah mendapat peringatan dari temannya tentang potensi jeratan hukum, ia buru-buru mengembalikan sisa uang tanpa bukti kwitansi.
PSU Siak Penuh Permainan Kotor?
PSU di Siak ini merupakan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) setelah ditemukan pelanggaran hak pilih pada pemungutan suara sebelumnya. Namun, alih-alih menjadi ajang perbaikan demokrasi, PSU justru diwarnai dengan dugaan transaksi gelap demi kemenangan calon tertentu.
Sumber lokal menyebut harga suara dalam PSU kali ini bisa mencapai Rp1 juta per pemilihβlonjakan drastis dibanding pemungutan suara sebelumnya! Beberapa warga mengaku telah didekati oleh tim sukses dengan tawaran uang besar agar memilih kandidat tertentu.
Bagaimana Peran Bawaslu dan Aparat?
Meningkatnya dugaan praktik politik uang menimbulkan pertanyaan besar: Apakah Bawaslu dan aparat penegak hukum benar-benar mengawasi jalannya PSU, atau justru membiarkan skandal ini terjadi?
Kemana BAWASLU yang seharusnya bekerja mengawasi munculnya praktik kotor didalam pemilu suara ulang di kabupaten Siak.!
Pasal 187A Undang-Undang Pilkada jelas menyebutkan bahwa politik uang bisa berujung penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga Rp36 juta. Namun, hingga kini belum ada penindakan nyata terhadap mereka yang diduga terlibat dalam praktik haram ini.
Siak sedang berada di titik kritis demokrasi. Jika praktik politik uang dibiarkan, bukan hanya PSU yang cacat, tetapi masa depan pemerintahan daerah pun berada di tangan mereka yang “membeli” kemenangan, bukan yang dipilih secara jujur oleh rakyat.
Apakah masyarakat akan terus diam melihat demokrasi dilelang dengan harga murah?
Hingga berita diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pasangan alfedri-Husni, berita akan diperbarui seiring informasi kedepannya.