Pekanbaru – Sejumlah aktivis di Riau mengusulkan agar pengelolaan Dana Desa tidak lagi diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah desa, melainkan dikelola langsung oleh pemerintah pusat. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap maraknya kasus penyalahgunaan Dana Desa di berbagai daerah, termasuk di Provinsi Riau. (15/12/2024)
Menurut aktivis sosial anti korupsi, juga Koordinator Indonesian Journalist Watch Provinsi Riau ( IJW ) Ade Monchai sampaikan, pengelolaan Dana Desa yang terpusat akan meningkatkan efisiensi sekaligus meminimalisasi potensi penyimpangan.
“Kami melihat ada banyak kepala desa yang tidak memiliki kapasitas memadai dalam mengelola anggaran sebesar itu. Akibatnya, dana yang seharusnya untuk pembangunan desa seringkali salah sasaran atau bahkan disalahgunakan,” ujar Monchai dalam sebuah diskusi publik di Pekanbaru, Sabtu (14/12).
Saat ini banyaknya oknum kepala desa di Indonesia yang ditangkap oleh aparat penegak hukum terkait penyimpangan dana desa yang dilakukannya , tidak terkecuali di Provinsi Riau berbagai elemen masyarakat baik Ormas maupun Lsm sudah mencium banyak nya dugaan penyimpangan atas penggunaan dana desa yang menjadi buah bibir ditengah masyarakat.
Terkait pemanfaatan Dana Desa (DD) untuk Program Pemberdayaan Masyarakat, menurutnya masih minim. Sebaiknya Pemerintah desa harus memikirkan untuk mengalokasikan sebagian DD untuk program pemberdayaan masyarakat untuk percepatan kesejahteraan masyarakat.
Alokasi DD untuk program pemberdayaan masyarakat harus dipikirkan oleh para kades meski belum menjadi agenda utama di kalangan pemerintah desa.
Monchai menambahkan bahwa dengan pengelolaan di tingkat pusat, pemerintah dapat memastikan program-program pembangunan desa lebih terarah dan selaras dengan prioritas nasional. Selain itu, pengawasan juga dapat diperketat melalui lembaga-lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aktivis lainnya, Indra Putra menilai bahwa desa-desa di wilayah terpencil sering kali kekurangan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengelola Dana Desa. “Kita tidak bisa memungkiri bahwa ada desa yang bahkan tidak memiliki perangkat desa yang cukup terlatih dalam administrasi dan manajemen anggaran. Ini menjadi celah yang sering dimanfaatkan untuk praktik korupsi,” jelasnya.
Para aktivis mendesak pemerintah untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan Dana Desa, misalnya melalui digitalisasi dan pengawasan langsung oleh aparat penegak hukum. Selain itu, pelatihan bagi kepala desa dan perangkatnya juga dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan penggunaan dana sesuai dengan peruntukannya.
Wacana ini menjadi perbincangan hangat di Riau dan berbagai daerah lainnya, mengingat Dana Desa merupakan salah satu instrumen penting dalam pemerataan pembangunan di Indonesia. Pemerintah pusat diharapkan segera mengevaluasi kebijakan ini guna memastikan bahwa anggaran tersebut benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat desa.