Pekanbaru – Diakhir tahun 2024, Pekanbaru dilanda musibah tidak memiliki uang untuk menyelesaikan sejumlah pembayaran lantaran minimnya kas daerah. Sejumlah oknum Pejabat Pemko menjadikan Pemerintah Provinsi Riau sebagai ‘Kambing Hitam’ lantaran tidak sepenuhnya Dana Transfer Provinsi ke Pekanbaru disalurkan.
Namun, tudingan ke Pemprov Riau ini, menurut LSM Amanah Rakyat Indonesia (AMATIR) tidak tepat. Pasalnya, masalah utama adalah tidak becusnya sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam mengusahakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama dari sektor-sektor Pajak.
Kota Pekanbaru adalah Pusat Ibukota Provinsi yang dimana perdagangan menjadi sumber utama Pendapatan.
LSM AMATIR menyoroti tajam sedikitnya 4 OPD yaitu Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pekanbaru, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Sejauh ini ada 4 (dua) kita soroti tajam. Bapenda, Satpol PP, Disperindag, DPMPTSP. Keempatnya sangat berperan dalam naik atau bocornya PAD. Tapi kali ini kami soroti tajam soal Pajak Restoran dan Hiburan Malam dulu. Soal Disperindag dan DPMPTSP akan kita bongkar berikutnya,” kata Ketua LSM AMATIR, Nardo Pasaribu, SH, Senin 23 Desember 2024 siang.
Bapenda Diduga Mainkan Setoran Pajak
Isu pertama, kata Nardo, untuk diketahui sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri, sudah menyorot tajam soal Bapenda.
Antara lain, BPK bahkan sudah meminta Walikota Pekanbaru memerintahkan Bapenda menagihkan biaya jaminan bongkar bagi reklame yang masih tayang namun belum bayar jaminan bongkar serta menyusun Mekanisme penawaran pajak reklame dan jaminan bongkar supaya terintegrasi.
“Bapenda kenapa tidak memiliki data akurat dan lengkap pada piutang pajak seperti Pajak air tanah, Piutang BPHTB dan piutang PBB P2 yang totalnya ratusan Milyar. Rekomendasi BPK itu harus direalisasikan. Kami pun akhirnya mencoba menelusuri dan menginvestigasi masalah PAD ini,” kata Nardo.
Kemudian, sebutnya, pihaknya akhirnya menemukan dugaan penyelewengan pajak dan retribusi pada Bapenda. Temuan ini, kata Nardo, sudah dilaporkan ke Kejaksaan Neri (Kejari) Pekanbaru.
“Contoh untuk tahun 2023 sudah kami laporkan ke Kejari Pekanbaru. Dimana, pada tahun itu realisasi Pendapatan Retribusi Daerah hanya terealisasi sebesar Rp26 Milyar atau 43 persen. Kami pun menelusuri, ternyata mereka (Bapenda) membuat rekening penampungan yang tidak ada dasar SK Walikotanya. Duit-duit itu disetor ke sejumlah rekening itu, lalu dari situlah kita duga oknum dalam berkoordinasi dengan pihak-pihak untuk menyetel berapa retribusinya. Harusnya setoran tersebut langsung ke Negara. Paling banyak menggunakan rekening di Bank BUMN,” kata Nardo.
Diantaranya, untuk Pajak Diskotik, Karaoke, Klub Malam dan sejenisnya yang di akumulasikan menjadi pajak hiburan. Lalu, Pajak Permainan Biliar dan Bowling, Panti Pijat, Refleksi, Mandi Uap/Spa dan Pusat Kebugaran (Fitness Center).
“Jumlah piutang pajak itu kita bandingkan piutang pajak Restoran dan sejenisnya. Mencurigakan! Lalu, kami telaah berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 1 tahun 2024, dan akhirnya kami menduga keras adanya penyelewengan pada sejumlah item antara lain, Pertama, Pajak Diskotik, Karaoke, Klub Malam, dan Sejenisnya. Kedua, Pajak Permainan Biliar dan Bowling. Dan ketiga, Pajak Panti Pijat, Refleksi, Mandi Uap/Spa dan Pusat Kebugaran (Fitness Center).
“Dimana pada tiga jenis pajak tersebut, pada Bapenda hanya terdapat piutang sebesar Rp.8.903.550 per tahun 2023. Soal penyelewengan ini, kami sudah lapor ke Kejari,” tegasnya.
Satpol PP Diamkan Pujasera Buka Room KTV
Isu Kedua, lanjut Nardo, saat ini, hampir seluruh Restoran dengan label Pusat Jajanan Selera Rakyat (Pujasera) atau Food Court di Pekanbaru menyediakan Room Karaoke TV (KTV).
“Pujasera atau Food Court sediakan Room KTV diduga tanpa izin Tempat Hiburan Malam. Izinnya mungkin restoran, tapi diam-diam bangun KTV. Katanya, ruang makan VIP, tapi kok isinya tak beda jauh dengan KTV Hiburan Malam. Ada pemutaran lagu dan lainnya. Tagihan room KTVnya dikenakan dan dibayar di kasir restoran. Ini kenapa dibiarkan Disperindag dan Satpol PP? Ini kan kebocoran PAD. Harusnya KTV diurus izinnya, peruntukan IMBnya dan izin lain-lain. Potensi kerugian negara ini tetap masuk indikator Korupsi,” kata Nardo.
Investigasi LSM AMATIR, kata Nardo, hal tersebut ditemukan disejumlah Pujasera atau Food Court yaitu : Pujasera 88 Jalan Sultan Syarif Kasim, Pujasera 168 Jalan M Yamin, Becak Wings Food Court Jalan Riau dan Pujasera Hash Food Court Jalan Angkasa.
Pujasera itu diduga melanggar izin yang di keluarkan DPMPTSP Kota Pekanbaru. Pasalnya, izin yang dikeluarkan adalah izin restoran atau foodcourt. Namun, menyediakan KTV dan Minuman Beralkohol.
“Selaku penegak Perda, kenapa Satpol PP mendiamkan hal tersebut? Terang-terangan di depan mata mereka (Pujasera atau Food Court) buka room KTV modus ruang makan VIP,” tanya Nardo.
LSM Amatir menuding pada pelaksanaannya sebagian besar Pujasera di Pekanbaru seakan memanipulasi serta melakukan pelanggaran izin yang dikeluarkan Pemko Pekanbaru guna meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
“Pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha ini sudah keterlaluan serta berpotensi merugikan keuangan negara,” tegasnya.
Nardo menjelaskan, Izin karaoke, serta izin menjual minuman beralkohol termasuk usaha beresiko sehingga pelaksanaannya telah diatur dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata.
LSM Amatir mempertanyakan kinerja Pemerintah kota Pekanbaru sendiri selaku pemberi izin serta yang berwenang melakukan pengawasan diminta mematuhi Perda Kota Pekanbaru Nomor 3 Tahun 2002.
“Seharusnya usaha karaoke yang menyediakan minuman alkohol dan memperkerjakan wanita penghibur harus memiliki Sertifikat CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability) yang dikeluarkan Kemenparekraf. Kita duga sejumlah Pujasera di Pekanbaru tidak memiliki Sertifikat tersebut. Serta diduga adanya upaya memuluskan pemberian izin,” kata Nardo.
Hal ini, ujungnya berpotensi dalam penyelewengan pungutan pajak yang seharusnya menjadi Hak Pemerintah kota Pekanbaru.
Diketahui berdasarkan Perda Pekanbaru, tarif pajak yang dikenakan kepada pemilik Bar/Pub/Klub/ Diskotik telah ditentukan berdasarkan luas, dimana usaha dengan Luas < 120 m2 Rp. 400.000,00 /bulan, Luas 120-240 m2 Rp. 800.000,00 /bulan, Luas 240-500 m2 Rp. 1.200.000,00 /bulan, Luas 501-1.000 m2 Rp. 1.700.000,00 /bulan dan Luas > 1.000 m2 Rp. 2.500.000,00 /bulan
Penelusuran LSM Amatir, sebagian besar pujasera yang ada di Pekanbaru memiliki luas lebih 1.000 m2.
Sebagai contoh, Pujasera 88 yang berlokasi di Jalan Sultan Syarif Kasim memiliki luas sekitar 1.800 m2 dan diwajibkan membayar pajak sebesar Rp2.500.000 perbulan.
“Misalnya, jika Pujasera88 mau membuat izin Hiburan Karaoke, maka, sesuai Perda, Izin hiburan yang dibolehkan atau dapat diberikan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru dengan ketentuan Jarak lokasi/temapt usaha hiburan minimal 1000 meter dari tempat ibadah. Faktanya, Pujasera 88 yang berlokasi di jalan Sultan Syarif Kasim hanya berjarak sekitar 100 meter dari Musholla Ansyarullah yang berlokasi di GG Keluarga, kecamatan Limapuluh kota, Kota Pekanbaru,” paparnya lagi.
“Tak hanya itu, mereka menyediakan Pendamping Lagu (PL) berkedok Sales Promotion Girl (SPG) Minuman Bir tapi tidak berpakaian seragam merk bir,” sambungnya lagi Nardo.
Peralatan Komputer Bapenda Rp2,4 Milyar, Tapi PAD Bocor
Selain temuan diatas dugaan kesengajaan bocornya PAD tersebut, LSM AMATIR juga mengungkapkan sudah melaporkan Pengadaan Pembelian Peralatan Komputer di Bapenda. Selama 3 tahun berturut-turut, Bapenda Pekanbaru anggarkan pembelian Peralatan Komputer totalnya mencapai Rp2,4 Milyar.
Dengan kemampuan peralatan yang nilainya fantastis itu, menurut Nardo, Bapenda harusnya sudah maksimal dalam mengusahakan Pendapatan Daerah.
“Tiap tahun pengadaan komputer dan spesifikasinya tiap tahun sama tapi PAD bocor. Total nilai peralatan komputer yang dibeli itu sangat fantastis. Rp2,4 Milyar selama 3 tahun. Pertanyaannya, ada gak barang itu, kok berani sekali tumpang tindih. Makanya, sudah kita laporkan juga ke Kejari Pekanbaru dugaan pengadaan fiktif tersebut. Kita minta Kejari segera meminta daftar BMD (Barang Milik Daerah) di Bapenda itu,” kata Nardo.
Terakhir, kata Nardo, pihak pun sedang mengkaji seluruh izin-izin usaha yang melanggar dan berpotensi merugikan keuangan Negara untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum.
“Kita kaji, telaah dan akan kita laporkan. Kita akan minta APH memeriksa keempat instansi tersebut. Ini semua agar PAD kota Pekanbaru tidak bocor dan dikorupsi oknum-oknum. Termasuk jika ada oknum-oknum ASN yang menerima setoran untuk membiarkan adanya pelanggaran izin-izin ini,” tutup Nardo. (Riauberantas) **#