Mataxpost|Cipinang – Ibarat nasi sudah terlanjur menjadi bubur, apa lagi mau dikata, kita harus lega-lila memakan seadanya saja. Tamsil serupa ini agaknya masih acap dialami oleh generasi yang hidup sampai tahun 1960 hingga 1970. Setelah itu tak menggunakan periuk nasi.
Tapi istilahnya karena menyangkut duit sebutan untuk periuk nasi masih tetap tegar dan populer. Maklumlah, generasi penerusnya jadi seperti terputus, tak mampu menemukan istilah selain menyebut periuk nasi itu dalam kegiatan bisnis.(13/11/2024)
Memang, nasi yang terlanjur menjadi bubur itu seperti hadrat ingin makan enak dengan sambel plecik khas Jawa Timuran tapi yang terlanjur disajikan sambel khas Lampung untuk dibuat seruit. Akibat dari keterlanjuran itu, lalapan yang sudah komplit menjadi tidak mecing untuk memenuhi selera awal yang terlanjur ingin melahap sambel plecik.
Amsal serupa itu dilontarkan Mas Karto Glinding yang sanjau ke rumah pekan lalu sambil melepas kangen setelah berpisah sejak jaman Orde Baru.
Karto Glinding memang asli dari Sragen, Jawa Tengah, tetapi sudah mencercap tradisi dan budaya khas Sumatra yang terkesan lebih fulgar dan terbuka. Meski banyak hal cukup banyak yang tersembunyi dibalik pantun yang selalu berupaya untuk lebih santun itu.
Sehingga acap dominan istilah dam ungkapan hingga narasi yang dituturkan perlu dicerna dengan cermat. Sebab jika tidak, maka artinya akan tersanding seperti bumi dengan langit.
Itulah bagian dari rasa kangen saya yang mungkin berbanding terbalik dengan rasa kangen Karto Glinding. Sebab dia sendiri sudah merasa menjadi bagian dari anggota keluarga yang dominan jauh, karena memang mempunyai semacam kegemaran merantau ke negeri orang.
Namun yang pasti perubahan tampilan dari Karto Glinding hari ini, sudah tidak seperti 40 tahun lalu, ketika usia pun masih berkisar di kepala empat juga. Tutur katanya pun semakin terkesan arif seakan mengiringi usianya yang telah memasuki wilayah senja.
Sejujurnya, aku tidak mampu mengingat topik apa saja yang telah kami jadikan tajuk perbincangan yang hangat. Sebab sebelum makan dengan sambel khas yang memonopoli selera kami dalam keadaan terpaksa ini, terus berlanjut acara minum kopi asli dari Sidikalang, Sumatra Utara yang sungguh nampol dan sangat terasa tendangannya yang keras itu.
Pendek kata, bukan hanya sajian ubi panas yang terus membuat obrolan kami bertambah asyik, kopi panas jilid kedua terus menyusul sampai pembicaraan jauh ngeluruk masuk pada penggalan-penggalan masa silam yang nyaris kami lupakan.
Yang tak kalah menarik tentu saja ide dan gagasannya untuk pemerintahan Indonesia yang baru hasil Pemilu 2024 seperti sangat siap untuk melakukan perubahan mendasar mulai dari pemberdayaan petani dan nelayan untuk menjadi soko guru kedaulatan dan ketahanan serta pertahanan pangan, setidaknya untuk segera menghentikan impor yang cuma dijadikan topeng untuk melakukan korupsi atau memburu rente.
Selain itu pun, Karto Glinding sangat yakin dan percaya pemerintah akan serius bekerja keras untuk kesejahteraan rakyat agar tidak lagi miskin dan mampu meningkatkan kecerdasan rata-rata kualitas sumber daya manusia Indonesia yang unggul serta mampu bersaing dalam skala global dengan bangsa lain yang ada di dunia.
Kecuali itu, Karto Glinding percaya bahwa pemerintah akan mengefektifkan lebih efisien lagi pengelolaan sumber daya alam Indonesia demi san untuk dinikmati oleh rakyat banyak, bukan segelintir cukong yang kongkalingkong dengan pejabat tertentu yang cuma ingin memanfaatkan kesempatan dan kekuasaannya untuk memperkaya dirinya sendiri.
Walhasil, acara ngobrol kangen kami berakhir dengan makan malam bersama keluarga dengan lauk pauk yang meriah dan mewah menurut ukuran ekonomi keluarga kami. Ada gulai rebung, ikan asin dan sambel plecik yang diracik khusus untuk melunasi dendam kami saat makan siang tadi.
Realitas yang terjadi sungguh makan malam ini tidak seheboh makan siang tadi dengan sambel terasi yang lebih nikmat, hingga seakan mampu menembus cakrawala pandang, seperti dalam obrolan kami yang serius, sehingga terkesan lebih dari suasana sidang kabinet maupun pada sidang Paripurna DPR RI.