Mataxpost| Pekanbaru – Peristiwa penangkapan bandar Narkoba yang dilakukan oleh oknum anggota Resnarkoba Polda Riau ini pada tanggal 10 juni 2024 di jalan tanjung batu Gg Tanjung Batu no 1 kota Pekanbaru di duga tidak sah dan telah melanggar hukum serta telah melanggar Hak Asasi Manusia karena menerapkan metode entrapment alias jebakan (28/11/2024)
Diketahui dari fakta persidangan oknum anggota Resnarkoba yang bernama Rezki sengaja mengarahkan tersangka utama Fahri agar melakukan transaksi narkoba jenis sabu dirumah tersangka Johan dan tersangka Johan disaat penangkapan tidak mengetahui jika saat itu Fahri dan Kawannya yang akhirnya diketahui Rizky Dindihari dan Rika Gusno Astra adalah Anggota Resnarkoba Polda Riau yang melakukan transaksi narkoba sebanyak 1 kg di rumahnya.
Penggrebekan di rumah Johan jelas sudah diatur oleh oknum polisi bernama Rizky dan Rika gusno yang diduga sakit hati atau punya dendam pribadi terhadap Johan, dimana pada waktu yang lalu saksi Rizky pernah dipermainkan oleh Johan dengan gagalnya transaksi pada waktu yang lalu.
Keterangan Saksi Polisi Resnarkoba bernama Rezki dengan Terdakwa Fahri dan Johan tidak berlawanan, dan saksi Polisi juga tahu bahwa narkoba yang sekarang menjadi barang bukti tersebut bukan lah milik Johan, melainkan miliknya si Fahri yang di pesan melalui mas Tahal (DPO).
Menurut keterangan terdakwa Fahri (Pelaku Utama/bandar Narkoba) bahwa relasi terdakwa dengan Mas Tahal, Johan Efendi,Ronald,dan Adit adalah sebagai pengguna, bukan dalam jual beli narkotika.
Hal ini juga diungkapkan oleh penasehat hukum terdakwa Johan Efendi ,LBH Nusantara Sepakat ke awak media, berikut ulasannya, ;
Keterangan dari Terdakwa Johan Efendi sebagai pemilik rumah tempat kejadian penangkapan ;
“ada seorang kenalan yng bernama Fari Hardian menelpon menanyakan keberadaan saya,
“Dimano geng”? trus saya jawab ” dirumah pak ” berselang tak berapa lama sekitar 10 menit tiba tiba ada 2 orang tak dikenal ke rumah berinisial R dan ucapkan ” masih ingat? ,mas Tahal, sembari ingin meingatkan saya , dalam keadaan masih bingung datang lah Fahri kerumah saya, kenalan tadi yang barusan menelpon , dalam posisi masih berdiri didepan pintu si Fari dan kedua tamu yang tidak di kenal lansung bersalaman dan masuk kedalam rumah, ada seorang lagi datang dengan membawa karton air mineral dan menyerahkan kepada si Fahri, saya waktu itu posisi masih berdiri di depan pintu dipanggil sama si Fari agar menutup pintu dan masuk kedalam rumah saya sendiri, ujar Johan.
Lalu si Fahri menyuruh saya mengambil alat “bong” yang mana alat tersbut saya letak di dapur,saat tiba didapur si Fahri memanggil saya,”tak usah lagi geng, sudah ada alatnya lalu saya kembali ke ruang tengah disaat sampai ruang tengah saya mendengar pembicaraan diantara si Fari dan kedua tamu yang saya tidak kenal di ruangan tengah membahas isi dalam kotak karton dan soal harga, saya mendengar nilai angka besar 350 juta yang dibicarakan mereka, tiba” saya gemetar dan berniat berkeinginan menghindar dari mereka lalu saya berniat keluar rumah , karena didalam pikiran saya tidak mau terlibat transaksi yang sedang mereka lakukan, persis saat buka kunci pintu depan,beberapa anggota polisi sudah didepan pintu dan lansung menangkap saya serta orang yang di dalam rumah, imbuh Johan
LBH Nusantara Sepakat menyimpulkan Analisis Fakta Persidangan :
1) Narkotika jenis sabu-sabu ditemukan di dalam rumah terdakwa pada saat penangkapan, namun barang bukti tersebut dibawa oleh saksi Fahri Hardian Als Ari Bin Azhar pada awalnya Terdakwa Johan Efendi tidak mengetahui tujuan kedatangan saksi Fahri Hardian untuk transaksi Narkotika sabu sabu dirumah terdakwa.
2) Tidak ada bukti bahwa terdakwa memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika tersebut.
3) Peran terdakwa hanya sebagai pihak yang mengetahui keberadaan barang di rumahnya saat akan dilakukan transaksi, tetapi tidak ditemukan tindakan aktif sebagai pemilik atau penguasa narkotika.
Fakta dipersidangan ini dikutip dari semua keterangan Terdakwa Fahri (Pelaku Utama pemilik narkoba) , keterangan dari saksi oknum polisi Rizky yang mengaku mengarahkan Fahri agar lakukan transaksi di rumah Terdakwa Johan Efendi diruang pengadilan negeri pekanbaru.
Dugaan provokasi oleh oknum polisi anggota Resnarkoba Polda Riau ini dapat menjadi dasar pembelaan hukum (pledoi) untuk membatalkan dakwaan, karena tindak pidana terjadi bukan atas kehendak bebas terdakwa, tetapi sebagai akibat dari intervensi aparat.
Dampak Hukum Lebih Lanjut atas dugaan metode “entrapment” yang digunakan aparat ;
1) Dalam Proses Penyidikan dan Penuntutan,Ketiadaan perekaman dan laporan masyarakat serta tidak ada surat perintah tugas dapat menyebabkan seluruh tindakan penyelidikan dianggap tidak sah.
2) Seluruh barang bukti yang diperoleh dari operasi ini berpotensi dianggap sebagai barang bukti ilegal (inadmissible evidence).
3) Potensi Gugurnya Dakwaan: Tindakan provokasi oleh aparat berpotensi menyebabkan gugurnya dakwaan karena tindakan tersebut melanggar hak asasi terdakwa dan prinsip dasar hukum pidana.
4) Preseden Buruk bagi Penegakan Hukum: Praktik seperti ini menciderai integritas sistem penegakan hukum dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
5) Tidak Adanya Laporan Masyarakat dan Surat Perintah Tugas, Operasi undercover buy tanpa laporan masyarakat dan surat perintah tugas bertentangan dengan Pasal 75 huruf i UU Narkotikadan Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP. Hal ini membuat seluruh tindakan penyelidik cacat prosedur karena tidak memiliki dasar hukum yang sah, sehingga seluruh tindakan berikutnya, termasuk penangkapan, penyitaan, dan penuntutan, berpotensi dianggap tidak sah (null and void).
6) Dugaan Provokasi oleh Polisi yang Menyamar, jika polisi yang menyamar memprovokasi seseorang untuk melakukan tindak pidana yang sebelumnya tidak diniatkan, maka tindakan tersebut masuk dalam kategori “entrapment” , Entrapment melanggar prinsip keadilan dan bertentangan dengan asas fair trial serta Pasal 76 ayat (1) UU Narkotika yang mewajibkan tindakan penyelidikan sesuai hukum.
Dengan dasar dari fakta persidangan, diduga Jaksa Penuntut Umum inisial T.H.M dari Kejati Riau yang menuntut 13 tahun terhadap Terdakwa an. Johan Efendi dinilai telah melukai hati nurani, dan mengenyampingkan bukti, serta keterangan para saksi di persidangan.
JPU yang menerapkan pelanggaran Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Jo pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena cacat hukum dalam proses penyelidikan.
Penerapan entrapment dalam kasus narkotika bisa ditujukan kepada pengguna ataupun orang yang tidak menggunakan narkoba sekalipun, sebagai contoh penjebakan dilakukan dengan memberikan narkoba untuk digunakan atau hanya sekedar menaruh narkoba di dalam barang milik tersangka sehingga saat penangkapan terdapat barang bukti narkoba walaupun sebenarnya narkoba tersebut bukan milik tersangka, atau menyuruh orang lain, mengarahkan orang lain untuk melakukan transaksi narkoba di rumah orang yang tidak ada kaitannya dengan barang bukti saat penangkapan,lebih jelasnya entrapment dalam kasus narkotika kuat kaitannya dengan rekayasa kasus.
Entrapment adalah tindakan pengarahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau pejabat pemerintah terhadap seseorang untuk melakukan tindak pidana dengan cara yang menipu atau ajakan yang tidak patut, dengan tujuan yang nantinya akan mendakwakan tindak pidana terhadap orang tersebut.
Entrapment dinilai tidak relevan untuk digunakan tetapi hukum di Indonesia tidak mengakomodir secara pasti hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan pro dan kontra. Analisa Mengenai Metode Penjebakan (Entrapment) dalam Penanganan Kasus Narkotika Oleh Penyidik Dikaitkan dengan Teori Due Process Of Law”.
Esensi dari due process of law adalah setiap penegakan dan penerapan hukum pidana harus sesuai dengan “persyaratan konstitusional” serta harus “mentaati hukum”, oleh sebab itu, dalam due process of law tidak memperbolehkan adanya pelanggaran terhadap suatu bagian ketentuan hukum dengan dalih guna menegakkan hukum yang lain.
Tetapi entrapment merupakan metode yang tidak sesuai dengan teori due process of law karena penerapannya tidak sejalan dengan prinsip serta tujuan hukum dan melanggar hak seseorang, dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat didalam UUD 1945 Perlindungan HAM diatur dalam Pasal 28A sampai 28J UUD 1945.
Pasal 28G UUD 1945 menerangkan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi (termasuk data pribadinya), keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Kemudian, pasal yang sama juga menerangkan hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28D UUD 1945 Mengatur Hak Keadilan dan Status Kewarganegaraan
Bunyi Pasal 28D ayat 1 setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.