Mataxpost | Pekanbaru – Johan Efendi yang menjadi terdakwa dalam kasus Narkoba telah dirugikan oleh Jaksa yang mengesampingkan Fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan pengadilan negeri pekanbaru, dimana JPU I.Harly Mulyati menuntut selama 13 tahun 6 bulan (06/12/2024)
Jaksa penuntut umum dari kejaksaan tinggi Riau ini seperti memaksakan keinginan pribadi nya, dakwaan terhadap terdakwa Johan Efendi terkait pelanggaran Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Jo pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Jo Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah dakwaan yang cacat hukum berawal dari penyelidikan kepolisian yang cacat prosedural dan dugaan “cipta kasus” alias kriminalisasi oleh oknum kepolisian, menjadi tidak dapat dituduhkan terhadap terdakwa Johan Efendi serta Jpu sudah mengabaikan kebenaran, jika Jaksa sudah seperti ini Hukum mana lagi yang akan dipercaya oleh rakyat.
- Supremacy of law, yaitu hukum memiliki tempat tertinggi dalam negara dan setiap orang wajib mematuhinya
- Equality before the law, yaitu setiap orang sama di depan hukum, tanpa memandang status dan latar belakang
- Due process of law, yaitu setiap orang yang diperhadapkan dengan proses pengadilan dijamin hak-haknya sebagai manusia
Johan Efendi yang ditangkap dirumahnya bersama Bandar Narkoba yang bernama Fahri Hardian berikut dua orang teman Fahri, Rezky dan Rika Gusno saat transaksi narkoba jenis sabu, untuk di ketahui bahwa Fahri Hardian adalah pecatan polisi karena kasus, sedangkan Rizky dan Rika Gusno adalah Polisi yang menyamar.
Diberitakan sebelum nya di mataxpost.com yang diterbitkan pada tanggal 27 November 2024 berita yang berjudul “Oknum Anggota Resnarkoba Polda Riau Diduga Telah Melanggar Hukum dan Hak Asasi Manusia Terhadap Warga Pekanbaru Atas Penangkapan Dengan Metode “Entrapment”
Telah diakui oleh Rezky dan Rika Gusno anggota resnarkoba yang menyamar bahwa mereka yang mengarahkan Terdakwa Fahri Hardian untuk transaksi dirumah nya Johan Efendi, dalam metode yang dilakukan oleh kedua aparat adalah sebuah tipu daya jahat yang diduga untuk membalas sakit hati atas dendam pribadi kepada Johan Efendi .
Terdakwa Fahri Hardian dalam persidangan juga ungkapkan hubungan nya dengan terdakwa Johan Efendi hanya lah sesama pemakai, dalam proses awal pemesanan narkoba antara Fahri dan Rezky serta Rika Gusno tidak melibatkan Johan dalam proses pemesanan narkoba tersebut juga tanpa sepengetahuan Johan Efendi tetapi melalui Mas Tahal (DPO) .
Juga terungkapkan dipersidangan PN Pekanbaru,Anggota Resbarkoba Polda Riau yang menyamar Rizky dan Rika Gusno melalui Mas Tahal (DPO) agar mencarikan narkoba sabu sebanyak 1kg, saat proses pemesanan mereka bertiga berada di rumah inisial R , atas permintaan Rizky, mas Tahal menelpon Fahri dan Fahri menyanggupi pesanan tersebut, setelah pembicaraan antara mas Tahal dengan Fahri, tiba tiba Rizky merubah tempat utk transaksi dengan beralasan rumah R tidak aman, dan lalu Rizky kembali menelpon Fahri agar transaksi dilakukan di rumah Johan Efendi saja, dikarenakan kebetulan Fahri Hardian juga kenal Johan Efendi dikarenakan mereka pernah memakai narkoba dirumah Johan, lantas Fahri menelpon Johan yang hanya menanyakan keberadaan Johan , tidak ada pembicaraan antara Fahri dan Johan untuk lakukan transaksi narkoba dirumahnya.
Dari rangkaian peristiwa kasus ini proses awal pemesanan, dan terjadi nya transaksi narkoba dirumah Johan Efendi yang dilakukan oleh Fahri, Rizky, Dan Rika, Johan Efendi tidak tahu dan tidak dilibatkan, dan telah terbukti dipersidangan dari pengakuan Fahri Hardian ( pelaku utama/bandar) , pengakuan polisi yang menyamar yaitu Rizky Dinihari dan Rika Gusno bahwa Johan Efendi atas kasus ini tidak terlibat.
Publik melihat bahwa kasus yang menjerat Johan Efendi adalah kasus yang diduga sengaja diciptakan oleh aparat kepolisian, Johan Efendi adalah rakyat yang di zolimi aparat penegak hukum dan Johan Efendi ini hanya seorang warga miskin yang sengaja dikorbankan dengan tipu daya jahat yang diciptakan oleh Rizky serta Rika Gusno (anggota resnarkoba polda riau) .
Berikut Fakta persidangan yang di kesampingkan oleh Jaksa Penuntut Umum :
1) Diketahui dalam Persidangan oknum anggota Resnarkoba yang melakukan penangkapan bernama Rezki mengaku sengaja mengarahkan tersangka utama Fahri agar melakukan transaksi narkoba jenis sabu dirumah tersangka Johan efendi dan tersangka Johan disaat penangkapan tidak mengetahui ketika terdakwa Fahri Hardian (Bandar) dan Kawannya Rizky Dindihari dan Rika Gusno Astra (Anggota Resnarkoba Polda Riau ) bermaksud melakukan transaksi narkoba sebanyak 1 kg di rumahnya.
2) Menurut keterangan terdakwa Fahri (Pelaku Utama/bandar Narkoba) bahwa relasi terdakwa dengan Mas Tahal (DPO) dan Johan Efendi adalah sebagai pengguna, bukan dalam jual beli narkotika.
3) Narkotika jenis sabu-sabu yang ditemukan di dalam rumah terdakwa pada saat penangkapan yang menjadi barang bukti tersebut dibawa oleh Fahri Hardian Als Ari Bin Azhar ,
4) Johan Efendi tidak mengetahui tujuan kedatangan Fahri Hardian ,Rezky Dinihari dan Rika Gusno untuk transaksi Narkotika sabu sabu dirumah nya.
5) Tidak ada bukti bahwa terdakwa memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika tersebut.
6) Peran terdakwa hanya sebagai pihak yang mengetahui keberadaan barang di rumahnya saat Fahri,Rezky dan Rika Gusno yang ternyata melakukan transaksi narkoba tetapi tidak ditemukan tindakan aktif sebagai pemilik atau penguasa narkotika.
Fakta dipersidangan ini dikutip dari semua keterangan Terdakwa Fahri (Pelaku Utama pemilik narkoba) , keterangan dari saksi oknum polisi Rizky yang mengaku mengarahkan Fahri agar lakukan transaksi di rumah Terdakwa Johan Efendi diruang pengadilan negeri pekanbaru.
Dugaan provokasi atau tipu saya oleh oknum polisi anggota Resnarkoba Polda Riau ini dapat menjadi dasar pembelaan hukum untuk membatalkan dakwaan, karena tindak pidana terjadi bukan atas kehendak bebas terdakwa, tetapi sebagai akibat dari intervensi atau tipu daya yang disengaja oleh Rezky Dinihari dan Rika Gusno ( anggota resnarkoba polda Riau)
Dugaan Provokasi oleh Polisi yang Menyamar, jika polisi yang menyamar memprovokasi seseorang untuk melakukan tindak pidana yang sebelumnya tidak diniatkan, maka tindakan tersebut masuk dalam kategori “entrapment” , Entrapment melanggar prinsip keadilan dan bertentangan dengan asas fair trial serta Pasal 76 ayat (1) UU Narkotika yang mewajibkan tindakan penyelidikan sesuai hukum.
Apabila dalam proses penyelidikan oleh penyidik polda Riau cacat prosedur maka kasus dianggap tidak sah dan harus batal demi hukum begitu juga tuntutan Jaksa terhadap terdakwa juga wajib batal demi Hukum.
Keluarga Johan Efendi ,Kakak kandungnya berinisial Up melalui media mataxpost sampaikan kepada yang Terhormat Hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang nanti nya mengambil keputusan agar dengan rasa kemanusiaan dan atas nama Hukum yang adil, Up dengan berlinang air mata juga memohon bantuan Kepada Presiden Prabowo,
“Tolong kami pak, kami rakyat miskin , adek kami telah dizolimi oleh oknum kepolisian, saat ini Jaksa di Kejati Riau juga menuntut adek kami selama 13 tahun, Jaksa telah buta hatinya, tidak melihat fakta dan kebenaran yang telah terungkapkan di pengadilan , tolong bebaskan adek kami yang mulia Hakim pengadilan negri tolong kami pak presiden ,kami anak yatim piatu, kemana negara saat ini, kami butuh negara untuk turun tangan ” Ujar Up yang terisak
Tim XPost yang sedari awal mengikuti kasus ini juga telah memegang beberapa rekaman percakapan dengan Pengacara Johan Efendi, serta bukti bukti lainnya yang akan membongkar dugaan praktek “kejahatan makelar kasus” dan Mafia Hukum terkait kasus ini dan harus diusut tuntas agar tidak ada lagi permainan hukum yang melanggar Hak Asasi manusia.
Semoga hakim di pengadilan negri pekanbaru bisa berikan Johan Efendi untuk menjalani Rehabilitasi tanpa memberikan hukuman kurungan penjara , karena melihat seorang Johan Efendi adalah seorang pecandu narkoba yang menjadi korban tipu daya atas kasus yang sengaja diciptakan dan dugaan kriminalisasi oleh aparat kepolisian Resbarkoba Polda Riau.
Baru baru ini Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan komitmen pihaknya untuk tidak melimpahkan kasus pengguna narkoba sampai tingkat pengadilan. Sebab menurutnya, Kejaksaan mendukung rehabilitasi bagi pengguna narkoba sebagai korban.
“Untuk Restorative Justice (keadilan restoratif), kami khususnya, haram bagi jaksa untuk melimpahkan ke pengadilan bagi pengguna. Artinya kalau itu hanya pengguna, kami akan lakukan Restorative Justice,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Hal ini disampaikan Burhanuddin dalam konferensi pers “Desk Pemberantasan Narkoba”, di mana Kejaksaan ikut menjadi bagian di dalamnya.
Burhanuddin meminta seluruh jajarannya menerapkan keadilan restoratif terhadap pengguna narkoba. Pasalnya, ia merujuk amanat Undang-Undang bahwa pengguna narkoba adalah korban.
“Haram hukumnya bagi kami untuk melimpahkan ke pengadilan kalau itu adalah pengguna narkotika,” tegas dia.
Bersambung…..