Proyek Ambisius yang Berakhir Skandal
Pembangunan Jembatan Selat Rengit di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang dirancang sebagai proyek infrastruktur strategis dengan anggaran Rp459,8 miliar, kini menjadi sorotan utama akibat dugaan korupsi dan penyimpangan dalam proses lelang. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK) Laporan audit nomor SR-PE. 03.03/LHP-231/PW04/5/2022, mengungkap adanya kerugian negara sebesar Rp42,1 miliar akibat manipulasi dalam tender dan pengeluaran dana yang tidak sesuai prosedur.
Lebih buruk lagi, proyek ini mangkrak dan terbengkalai, tanpa kejelasan kapan akan selesai, sementara anggaran yang besar telah digelontorkan.
Pengembalian Uang Negara
Dari total dugaan kerugian negara sebesar Rp42,1 miliar, baru Rp28 miliar yang telah dikembalikan ke Rekening Umum Kas Daerah pada 31 Oktober 2023 melalui klaim jaminan proyek. Namun, masih terdapat sisa kerugian negara lebih dari Rp14 miliar yang belum dikembalikan dan hingga kini belum ada kepastian mengenai pemulihannya.
Persidangan dan Fakta-Fakta yang Terungkap
Kasus ini telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jonson Parancis, S.H., M.H., dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Madona, S.H., dan Jenti Siburian, S.H.
Pada sidang yang digelar Senin, 14 Oktober 2024, JPU membacakan tuntutan terhadap terdakwa utama, H. Rusli, Direktur Utama PT Rekis Sapindo, dengan hukuman penjara 2 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
H Rusli yang dinyatakan jaksa terbukti secara sah melanggar Pasal 3 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 tahun.
Sidang ini mengungkap berbagai fakta mengejutkan, antara lain:
1.Pelelangan proyek tetap dilaksanakan meskipun izin utama belum terbit, termasuk izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin pembangunan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
2.Evaluasi kualifikasi peserta lelang tidak dilakukan oleh Panitia Pengadaan, tetapi oleh Tim Teknis Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang dikoordinasikan oleh Ketua Panitia Pengadaan, Aready.
3.Pertemuan rahasia di Pizza Hut Tebet Indraya Square, Jakarta Selatan, menjadi ajang pengaturan pemenang proyek, yang melibatkan Supendi (Komisaris PT Likotama Harum) dan Dharma Arifiadi (PT Nindya Karya) dalam skema Joint Operation (JO).
4.Manipulasi spesifikasi alat berat ditemukan dalam proyek, di mana empat unit Asphalt Sprayer yang diajukan tidak diverifikasi secara independen.
5.Penggunaan dana pribadi oleh Harjadi dan Aready untuk membiayai Tim Teknis, sebuah praktik yang tidak lazim dan diduga bertujuan memuluskan proyek tanpa pengawasan resmi.
Pihak-Pihak yang Diduga Bertanggung Jawab
Dalam audit dan persidangan, sejumlah nama disebut memiliki peran dalam kasus ini:
1.Harjadi (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK 2012โ2013)
โ Menginstruksikan pelelangan meskipun izin belum terbit.
โ Menggunakan dana pribadi untuk membiayai Tim Teknis Kementerian PU.
โ Diduga melanggar prosedur pengadaan dengan membiarkan pihak luar ikut menentukan pemenang tender.
2.Aready (Ketua Panitia Pengadaan) (Kepala BPKAD Kab Bengkalis saat ini)
โ Mengoordinasikan evaluasi lelang secara tertutup.
โ Diduga terlibat dalam pengaturan pemenang tender.
3.Tim Teknis Kementerian Pekerjaan Umum (PU)
โ Diduga Melakukan evaluasi tanpa mandat resmi dari Panitia Pengadaan.
โ Diduga Menyembunyikan hasil evaluasi dari panitia, yang menimbulkan kecurigaan adanya pengaturan.
4.Supendi (Komisaris PT Likotama Harum)
โ Diduga menjadi penghubung dalam skema Joint Operation, yang memungkinkan pembagian proyek secara tidak transparan.
โ Terlibat dalam pertemuan rahasia untuk membahas strategi memenangkan tender.
5.Dharma Arifiadi (Perwakilan PT Nindya Karya)
โ Terlibat dalam kesepakatan pembagian proyek secara tidak wajar.
โ Memimpin keterlibatan PT Nindya Karya dalam proyek ini dengan porsi 40% dari nilai proyek.
6.Drs. H. Hariyandi, M. Si (Wakil BPKAD Meranti)
Dulu menjabat sebagai Wakil Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di Kabupaten Kepulauan Meranti.
โ Terlibat dalam pengalihan pembayaran ke vendor tanpa izin dari pemerintah Kabupaten Meranti. Kesalahan ini ditemukan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang diduga telah mengalihkan pembayaran kepada pihak vendor tanpa persetujuan resmi dari pemerintah Kabupaten Meranti. Hingga saat ini, posisi jabatan Hariyandi di Meranti tidak diketahui.
7.Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti (Dinas PUPR dan Pejabat Terkait)
โ Bertanggung jawab atas pengawasan proyek, tetapi membiarkan pelanggaran prosedur terjadi sejak tahap pelelangan.
โ Tidak mengeluarkan surat resmi untuk permintaan bantuan Tim Teknis.
Fakta Terkini: Dua Oknum Belum Diperiksa
Sampai saat ini, Harjadi dan Aready sebagai dua oknum kunci dalam skandal ini belum diperiksa secara menyeluruh, meskipun banyak bukti yang menunjukkan keterlibatan mereka dalam pengaturan tender dan penyalahgunaan wewenang. Ada dugaan kuat bahwa proses pemeriksaan ini terhambat oleh adanya permainan antara penyidik dan saksi yang membuat penyelidikan terhambat.
Hal ini telah memunculkan protes dari Aliansi Pemuda Anti Korupsi, yang mendesak Polda Riau untuk segera memeriksa kembali kedua oknum tersebut. Mereka menilai bahwa jika tidak ada kemajuan signifikan dalam proses ini, Kejaksaan Agung harus mengambil alih kasus ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.
Majelis Hakim Minta Pemeriksaan Kembali Saksi Kunci
Hakim meminta agar Harjadi dan Aready diperiksa kembali, karena dugaan kuat keterlibatan mereka dalam skandal ini. Mereka diduga melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan wewenang dan menyebabkan kerugian negara dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
Sampai saat ini, Harjadi dan Aready informasi yang didapatkan dua oknum kunci dalam skandal ini belum diperiksa secara menyeluruh, meskipun banyak bukti yang menunjukkan keterlibatan mereka dalam pengaturan tender dan penyalahgunaan wewenang. Ada dugaan kuat bahwa proses pemeriksaan ini terhambat oleh adanya permainan antara penyidik dan saksi yang membuat penyelidikan terhambat.
Hal ini telah memunculkan protes dari Aliansi Pemuda Anti Korupsi, yang mendesak Polda Riau untuk segera memeriksa kembali kedua oknum tersebut. Mereka menilai bahwa jika tidak ada kemajuan signifikan dalam proses ini, Kejaksaan Agung harus mengambil alih kasus ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.
“Hakim didalam persidangan sudah memerintahkan kepada pihak penyidik serta JpU AGAR memeriksa ulang kedua oknum ,yaitu hariadi serta areadi tetapi sampai saat sekarang tidak ada transparansi maupun kelanjutannya,pungkas Bob Riau
Langkah Hukum Selanjutnya: Akankah KPK dan Kejaksaan Agung Turun Tangan?
Kasus ini berpotensi untuk diambil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, atau Bareskrim Polri, mengingat besarnya kerugian negara dan keterlibatan banyak pihak. Jika terbukti bersalah, para terdakwa bisa dijerat dengan:
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait kerugian keuangan negara dan pengaturan proyek pengadaan barang/jasa.
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, yang mengatur penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yang merugikan negara.
Jika terbukti di pengadilan, mereka dapat dihukum hingga 20 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Kesimpulan: Skandal yang Harus Diusut Tuntas
Dengan proyek yang mangkrak dan sisa kerugian negara Rp14 miliar yang belum dikembalikan, publik menuntut agar pihak-pihak yang bertanggung jawab segera diperiksa dan diadili.
Hingga berita ini diturunkan, tim X Post sudah menghubungi pihak terkait melalui nomor +62 813-6599-xxxx, namun belum mendapatkan respons, dan awak media masih berusaha menghubungi penyidik Polda Riau, Kejaksaan serta pihak terkait lainnya. Berita ini akan terus diperbarui seiring perkembangan informasi terkini.
Tim redaksi akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan informasi terbaru seiring dengan proses hukum yang berjalan.
Sumber:
.Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK
.Hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Penyidik
Polda Riau
.Fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru
About The Author
Eksplorasi konten lain dari ๐๐๐๐๐๐๐๐๐.๐๐๐
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.