PekanbaruΒ β Setelah penangkapan mantan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada April 2023, publik berharap tata kelola keuangan daerah membaik. Namun, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas keuangan daerah tahun 2023 justru mengungkap indikasi kerugian negara yang lebih besar, mencapai Rp129,5 miliar (hitungan minimal) (27/02)
Temuan ini memunculkan pertanyaan besar: Jika Adil sudah tumbang, mengapa dugaan penyimpangan masih terjadi? Siapa pejabat yang masih bermain?
Perbandingan Temuan BPK: Era Adil vs. Setelah Adil Ditangkap
LHP BPK Tahun 2022 (Era Adil):
Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas
Dugaan Suap dalam Pengelolaan Dana Hibah
Kelebihan Bayar pada Proyek PUPR
Belanja Tak Sesuai Ketentuan
Saat itu, Adil berkuasa penuh, dan pola korupsi banyak berkaitan dengan suap kepada auditor BPK demi mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
LHP BPK Tahun 2023 (Setelah Adil Ditangkap):
-SPJ Fiktif dan Dana Tak Bisa Dipertanggungjawabkan
-Anggaran Perjalanan Dinas Bermasalah
-Kelebihan Bayar di Proyek PUPR
-Selisih Anggaran Mencapai Puluhan Miliar
-Dana Hibah dan Bansos yang Tak Sesuai Ketentuan
Pola korupsi ini menunjukkan bahwa praktik penyimpangan masih terus berlanjut, bahkan setelah Adil ditangkap.
Jejak Lama, Pejabat yang diduga Masih Bermain?
Setelah Adil ditangkap, beberapa pejabat yang bekerja di bawahnya tetap bertahan atau bahkan naik jabatan.
Pejabat yang Masih Memegang Kendali dan Menjabat saat ini:
1.Asmar (Plt Bupati Kepulauan Meranti) β Sebelumnya Wakil Bupati Adil, kini memegang kendali pemerintahan.
2.Sekda Bambang Suprianto ( ikut ditangkap OTT bersama Adil)
3.Plt Kadis PUPR Fajar Triasmoko (ikut ditangkap OTT bersama Adil)
2.Ery Suhairi (Kadis Pemuda Olahraga dan Pariwisata) β Dicopot oleh Adil, kini kembali menjabat setelah dilantik oleh Plt Bupati Asmar.
3.Asroruddin (Kadis Pemberdayaan dan Pemerintahan Desa) β Sempat disingkirkan oleh Adil, kini kembali ke jabatan strategis.
4.Agusyanto Bakar (Kadis Perhubungan) β Salah satu pejabat yang diangkat kembali setelah Adil ditangkap.
Dugaan Modus Korupsi di Tahun 2023 setelah OTT KPK terhadap Adil :Β
SPJ Fiktif dan Dana yang Tidak Bisa Dipertanggungjawabkan, Kelebihan Bayar dan Proyek Bermasalah
Dinas Sosial P3AP2KB diduga menyalahgunakan Belanja Tidak Terduga (BTT):
-Pembagian beras untuk buruh kasar: Rp91 juta
-Bantuan ke pesantren: Rp39,78 juta
-Minyak goreng Safari Ramadhan: Rp48 juta
-Dana tanpa kejelasan penggunaan: Rp125 juta
Bahkan, penyedia barang (ES) mengaku tidak pernah mengerjakan proyek tersebut, namun tetap ada laporan pertanggungjawaban fiktif.
1.Dinas PUPR, Anggaran 2023:
-Total anggaran: Rp416,6 miliar
-Realisasi anggaran: Rp377,9 miliar
-Selisih yang tidak jelas penggunaannya: Rp42,05 miliar
Temuan BPK:
Rp81,6 juta β Kelebihan pembayaran akibat kekurangan volume pekerjaan pada 18 paket proyek.
Rp42,05 miliar β Selisih anggaran yang tidak transparan.
Dana Mengendap dan Tidak Sesuai Peruntukan
Diskominfo: Sisa uang Rp64,5 juta tanpa bukti pertanggungjawaban.
BPKAD & OPD lain:
-Dana mengendap dan tidak sesuai peruntukan: Rp31,1 miliar
-Pembayaran utang belanja tanpa kejelasan status: Rp26,1 miliar
-Pengadaan bibit kopi tanpa kontrak: Rp2,1 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) tidak sesuai petunjuk teknis
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Secara hukum, ada beberapa pihak yang bertanggung jawab atas keuangan daerah:
1.Plt Bupati (Asmar) β Pemegang kendali utama kebijakan anggaran.
2.Sekda (Bambang) Koordinator TAPD) β Bertanggung jawab atas perencanaan anggaran.
3.Kepala BPKAD β Bertugas menyusun laporan keuangan daerah.
4.Kepala OPD (Dinas Terkait) β Mengelola anggaran masing-masing dinas.
5.DPRD β Punya fungsi pengawasan terhadap anggaran.
Jika temuan BPK ini tidak ditindaklanjuti, maka pejabat yang menjabat saat ini juga bisa dianggap terlibat dalam kelalaian atau penyalahgunaan wewenang.
Dasar Hukum dan Ancaman Pidana
Jika temuan BPK ini terbukti melanggar hukum, maka pejabat yang terlibat dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi:
1.Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 β Korupsi yang merugikan keuangan negara bisa dihukum seumur hidup atau 4-20 tahun penjara serta denda Rp200 juta – Rp1 miliar.
2.Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 β Penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara bisa dihukum 1-20 tahun penjara serta denda Rp50 juta – Rp1 miliar.
3.Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001 β Penyampaian laporan fiktif bisa dikenai pidana 1-5 tahun penjara dan denda Rp50 juta – Rp250 juta.
Akankah KPK dan Kejaksaan Bertindak?
Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari Pemda atau DPRD Kepulauan Meranti untuk menindaklanjuti laporan BPK ini. Jika terus dibiarkan, bukan hanya kepercayaan publik yang runtuh, tetapi juga potensi sanksi dari pemerintah pusat terhadap daerah ini.
Masyarakat kini menanti, akankah aparat penegak hukum kembali turun tangan? Atau justru pejabat-pejabat ini akan terus mencuci tangan dan menimpakan semua kesalahan ke Adil?
Kesimpulan Investigasi yang tetap mengedepankan azaz praduga tak bersalah;
1.Pola dugaan penyimpangan keuangan masih terjadi meski Adil telah ditangkap.
2.Pejabat yang masih menjabat saat ini mencoba mengatur agar bisa mengkambinghitamkan Adil dari dugaan penyelewengan yang terjadi saat ini.( 2023 -2024)
3.Skema dan modus pola penyelewengan yang sama sewaktu Adil masih menjabat.
4.Dengan terungkapnya hasil laporan LHP BPK, 2023 ke publik, diduga para pejabat yang merasa resah, cuci tangan dan melemparkan semua tudingan ke Adil alias cuci tangan.
5.Kasus ini bisa menjadi skandal korupsi terbesar di Kepulauan Meranti setelah kasus Adil.
6.Jika tidak ada tindak lanjut, timbul asumsi publik dan diduga bahwa APH ikut menikmati hasil permainan tersebut.
Hingga berita ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari Pemkab meranti, awak media juga telah meminta konfirmasi dari berbagai pihak dan tak mendapatkan respon, berita akan diperbarui seiring informasi terbaru.
About The Author
Eksplorasi konten lain dari πππππππππ.πππ
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.