Kepulauan Meranti โ Lanjutan berita sebelum nya tentang Sengketa tanah di Kabupaten Kepulauan Meranti kian memperlihatkan wajah asli birokrasi yang diduga terlibat dalam praktik mafia tanah. Pemkab Kepulauan Meranti memasang plang bertuliskan “Tanah Milik Pemkab Kepulauan Meranti” di atas lahan yang diklaim milik warga bernama Suandi. Ironisnya, Pemkab gagal menunjukkan bukti kepemilikan yang sah, memunculkan dugaan kuat bahwa pejabat daerah secara sistematis merampas hak rakyat. (27/02/2025)
Kasus ini bukan sekadar sengketa biasa, melainkan bagian dari isu yang lebih besar: praktik penguasaan lahan oleh elite daerah. Sejumlah fakta mencurigakan terungkap, termasuk dugaan keterlibatan oknum mafia tanah, penyalahgunaan kewenangan, serta perlakuan berbeda dalam pengelolaan aset daerah.

Klaim Tanpa Bukti: Modus Operasi Mafia Tanah di Meranti
Sejumlah indikasi menunjukkan bahwa diduga Pemkab Kepulauan Meranti secara sistematis mencoba menguasai lahan milik warga dengan cara-cara ilegal:
Informasi keterangan dari masyarakat setempat menyebutkan;
1.Dugaan Penyerebotan Tanah oleh oknum Mafia
Sebelum Pemkab mengklaim, lahan ini lebih dulu bermasalah karena adanya pihak lain yang menyerobot tanah Suandi tanpa dasar hukum yang jelas, bernama Liong Tjai, Apeng, dan Bin Kian diduga kuat oknum mafia tanah.
2.Klaim Mendadak oleh Pemkab
Setelah terjadi sengketa, tiba-tiba Pemkab memasang plang tanpa memiliki dokumen hibah atau sertifikat resmi.
3.Ketidakmampuan Pemkab Membuktikan Kepemilikan
Saat diminta bukti, Pemkab tidak bisa menunjukkan sertifikat atau dokumen hibah resmi dari Kabupaten Bengkalis.
4.Upaya Pengesahan yang Terlambat
BPKAD justru mengakui bahwa mereka baru akan mengurus sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang berarti sebelumnya tidak ada bukti kepemilikan yang sah.
Tidak hanya itu, dalam percakapan yang diduga berasal dari pihak yang terlibat, muncul pernyataan yang mengarah pada pemaksaan agar Suandi menyerahkan tanahnya. Salah satu ancaman yang terdengar adalah bahwa jika sertifikat tanah sudah diterbitkan atas nama Pemkab, maka Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) milik Suandi akan otomatis batal.
Bahkan, lebih mencurigakan lagi, dalam pernyataan lain disebutkan bahwa hanya tanah kosong milik Suandi yang dipermasalahkan, sementara tanah lain yang sudah dibangun dibiarkan begitu saja.
“Cuman yang lain tidak masalah, biarlah mereka sudah membangun. Cuman tanah kosong Pak Suandi yang belum bangun yang bermasalah.”
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa hanya tanah kosong milik Suandi yang dipermasalahkan, sementara tanah lain yang sudah dibangun dibiarkan?
Rumah Mewah Berdiri, Tanah Suandi Diblokir: Siapa Bermain?
Di sisi lain, dugaan penyalahgunaan aset daerah semakin terang-benderang dengan munculnya foto dan dokumen yang menunjukkan adanya pembangunan rumah mewah di atas tanah yang disebut sebagai aset Pemda. Anehnya, pembangunan ini berjalan lancar dan properti tersebut bebas diperjualbelikan, sementara Suandi tidak bisa membangun di tanahnya sendiri meskipun memiliki dokumen sah.
Pembangunan Perumahan di Atas Tanah Pemda.?ย
Dua unit rumah mewah yang baru selesai dibangun pada tahun 2025 ini berdiri tanpa hambatan di lahan yang seharusnya menjadi aset Pemda. Sumber menyebutkan bahwa pengembangnya adalah Julitar, pemilik Hotel RED 9 di Meranti.
“Dua unit rumah ini selesai dibangun dan langsung bisa diperjualbelikan tanpa kendala. Tidak ada intervensi dari pihak Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti,” ungkap seorang narasumber.
Menurut informasi yang diterima, hanya Suandi yang dilarang membangun, sementara pihak lain seperti Liong Tjaiโsaudara dari pihak tergugatโbebas mendirikan bangunan di lokasi yang sama.
“Cuma Suandi yang tidak boleh membangun, sementara saudara dari pihak tergugat bebas mendirikan bangunan,” kata seorang sumber.
Perlakuan berbeda ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada permainan antara pejabat daerah dan pihak-pihak tertentu dalam pengelolaan aset daerah.
Pemkab Diduga Langgar Hukum Agraria: Bisa Dipidana?
Jika benar Pemkab Kepulauan Meranti melakukan klaim sepihak tanpa dasar hukum yang jelas, maka tindakan ini berpotensi melanggar beberapa regulasi, di antaranya:
1.UUD 1945 Pasal 28H Ayat (4)
“Setiap orang berhak atas kepemilikan dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang.”
2.UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
“Sertifikat tanah merupakan alat bukti yang kuat mengenai hak atas tanah.”
3.UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
“Pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang dalam menjalankan tugasnya.”
4.KUHP Pasal 385 (Penyerobotan Tanah)
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memiliki sebagian atau seluruh tanah yang bukan miliknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Merasa haknya dirampas secara sepihak, Suandi telah mengajukan gugatan perdata terhadap Pemkab Kepulauan Meranti ke Pengadilan Negeri Bengkalis dengan Nomor Perkara 11/Pdt.G/2025/PN Bls.
Kuasa hukumnya, Djalius, S.H., D.K., menilai tindakan Pemkab merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi masuk dalam pidana
“Jika memang tanah ini hibah dari Bengkalis, mana dokumen hibahnya? Mengapa Pemkab tidak bisa menunjukkannya? Ini bukti bahwa mereka hanya mencari-cari alasan untuk mengambil tanah milik warga,” ujar Djalius.
Masyarakat Menanti Transparansi dan Keadilan
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar:
1.jika tanah tersebut merupakan aset Pemda, mengapa bisa dikuasai dan dijual oleh pihak tertentu tanpa hambatan?
2.Mengapa hanya Suandi yang dilarang membangun, sementara pihak lain bebas mendirikan bangunan di lokasi yang sama?
3.Apakah ada permainan antara pejabat daerah dan oknum mafia tanah dalam pengelolaan aset daerah?
Masyarakat Kepulauan Meranti menunggu apakah Pemkab benar-benar mampu membuktikan klaim mereka atau justru kasus ini akan membuka tabir praktik mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat daerah. Jika benar ada praktik jual beli aset Pemda yang melanggar aturan, maka pihak yang terlibat harus bertanggung jawab.
Skandal ini bukan sekadar masalah hak kepemilikan tanah, tetapi juga ujian bagi integritas pemerintahan daerah. Akankah Kepulauan Meranti bersih dari mafia tanah, atau justru praktik ini terus berlanjut di balik meja birokrasi?
Hingga berita diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak BPKAD pemkab meranti, berita akan segera diperbarui seiring informasi yang telah didapatkan selanjutnya.
About The Author
Eksplorasi konten lain dari ๐๐๐๐๐๐๐๐๐.๐๐๐
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.