Selatpanjang – Menguak dugaan keterlibatan Kepala BPKAD Irmansyah dan Sekretariat Daerah Kepulauan Meranti, BAMBANG dalam dugaan penyimpangan keuangan daerah berdasarkan temuan BPK. Tim X post akan menyoroti bagaimana dana mengendap, utang belanja tidak jelas, dan penyalahgunaan anggaran masih terus terjadi meski kepemimpinan telah berganti setelah OTT KPK.(07/03)
Kepulauan Meranti kembali diterpa skandal keuangan yang mencengangkan. Setelah mantan Bupati Muhammad Adil ditangkap KPK, publik berharap ada perbaikan dalam tata kelola keuangan daerah. Namun, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru mengungkap dugaan ketidakberesan yang terus berlanjut, dengan keterlibatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Sekretariat Daerah (Setda) Kepulauan Meranti.
Setelah Kepala BPKAD sebelumnya, FN, ditahan KPK, jabatan itu kini dipegang oleh Plt Kepala BPKAD, Irmansyah. Sementara itu, Sekda Bambang Suprianto tetap menduduki posisinya meskipun sibuk menghadapi pemanggilan terkait kasus yang mencoreng nama baik Pemkab Meranti.
Dana Mengendap dan Utang Belanja Misterius
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun Anggaran 2023 mengungkap adanya dana mengendap sebesar Rp31,1 miliar yang tidak digunakan sesuai peruntukan. Anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan daerah malah tak jelas penggunaannya, mencerminkan lemahnya pengawasan dan potensi penyimpangan.
Tak hanya itu, utang belanja daerah senilai Rp26,1 miliar tercatat dalam laporan keuangan tanpa kejelasan status penyelesaian. Dana yang seharusnya digunakan untuk membayar belanja daerah ini justru tak memiliki pertanggungjawaban yang transparan, memunculkan indikasi praktik mark-up atau pencairan fiktif yang merugikan keuangan negara.
Seorang sumber yang memahami mekanisme keuangan daerah mengungkap bahwa BPKAD dan Setda memiliki peran kunci dalam alur pencairan anggaran.
“Tidak mungkin dana sebesar ini mengendap dan tidak jelas tanpa sepengetahuan pejabat terkait. Ada yang berusaha menutupi atau bahkan mengalihkan kesalahan,” ujarnya.
Bansos, Perjalanan Dinas, dan Proyek Infrastruktur Bermasalah
Dugaan penyimpangan juga ditemukan dalam realisasi anggaran hibah dan bantuan sosial. BPK mencatat bahwa penyaluran bansos dan dana penanggulangan bencana banjir tidak sesuai peruntukan. Alih-alih digunakan untuk kepentingan masyarakat terdampak, dana ini mengalir ke pos yang tidak memiliki bukti pertanggungjawaban yang memadai.
Sektor perjalanan dinas juga tak luput dari sorotan. Temuan BPK mengindikasikan bahwa belanja perjalanan dinas pejabat daerah tidak sesuai ketentuan dan terindikasi sebagai modus menguras anggaran. Skema ini diduga melibatkan berbagai OPD, termasuk BPKAD dan Setda, yang memiliki kewenangan dalam pencairan dana.
Tak hanya itu, proyek infrastruktur di Kepulauan Meranti menunjukkan indikasi kekurangan volume pekerjaan yang berpotensi merugikan daerah miliaran rupiah. Beberapa proyek yang dibiayai melalui APBD 2023 ternyata tidak sesuai spesifikasi, tetapi tetap dibayarkan secara penuh.
BPK juga menemukan pengelolaan Pajak Reklame dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang tidak sesuai ketentuan. Sejumlah pihak diduga memperoleh keuntungan dari lemahnya pengawasan dan manipulasi laporan pajak.
Lebih mencengangkan lagi, aset tanah milik daerah dipakai oleh pihak ketiga tanpa perjanjian tertulis yang sah. Hal ini membuka kemungkinan adanya permainan aset daerah yang menguntungkan oknum tertentu, termasuk dalam lingkaran BPKAD dan Setda.
- Utang Belanja Tidak Jelas Statusnya: Dana sebesar Rp26.122.309.973,96 digunakan untuk membayar utang belanja yang penyelesaiannya tidak jelas.
Dana Mengendap dan Tidak Sesuai Peruntukan:
- Dana yang tidak terpakai dan digunakan tidak sesuai peruntukan mencapai Rp31.110.948.129.
-
Ketidaksesuaian realisasi anggaran dengan bukti pertanggungjawaban di berbagai jenis belanja, termasuk belanja operasional, modal, bansos, dan perjalanan dinas.
-
Pengadaan bibit kopi tanpa hubungan kontraktual dengan Pemda: Rp2.102.761.900,00.
-
Penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) yang tidak sesuai petunjuk teknis.
-
Pengelolaan Pajak Reklame dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak sesuai ketentuan.
-
Pemanfaatan aset tanah oleh pihak ketiga tanpa perjanjian tertulis yang jelas.
-
Realisasi bantuan sosial dan penanggulangan bencana banjir yang tidak sesuai peruntukan.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Dengan adanya temuan ini, publik bertanya-tanya, siapa yang harus bertanggung jawab?
Sekda Bambang Suprianto, meski terseret dalam pusaran kasus dan sering dipanggil oleh aparat penegak hukum, masih tetap menjabat. Sementara itu, Irmansyah dulunya sebagai Plt Kepala BPKAD kini berada di posisi Kepala dengan keadaan krusial dalam pengelolaan keuangan daerah pasca-OTT KPK.
Desakan Kepada Aparat Penegak Hukum untuk Lakukan Pemeriksaan dan Tindak Tegas
Seiring dengan terungkapnya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan adanya penyalahgunaan anggaran daerah di Kepulauan Meranti, masyarakat dan berbagai kalangan mulai mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan mengambil langkah tegas terhadap pejabat yang terbukti melakukan korupsi.
TT, mahasiswa hukum, menegaskan pentingnya peran APH dalam memastikan bahwa temuan BPK tidak hanya menjadi laporan tanpa tindakan nyata.
“Temuan BPK adalah bukti kuat bahwa ada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan daerah. Kami berharap aparat penegak hukum tidak hanya mengandalkan laporan, tetapi juga melakukan investigasi yang mendalam, memeriksa pejabat-pejabat yang terlibat, dan memastikan bahwa mereka yang terbukti melakukan korupsi mendapatkan sanksi yang setimpal.”ujarnya
Hal senada juga disampaikan oleh Tmz, seorang warga Kepulauan Meranti, yang menegaskan bahwa masyarakat sudah cukup kecewa dengan situasi ini.
“Kami menuntut keadilan. Jika ada pejabat yang terbukti terlibat dalam penyalahgunaan anggaran, maka mereka harus ditindak sesuai hukum. Tidak ada tempat untuk para pelaku korupsi dalam pemerintahan yang seharusnya berfungsi untuk melayani masyarakat. Kami mendesak agar aparat penegak hukum bergerak cepat dan memberikan efek jera kepada para pejabat yang merugikan daerah dan rakyat.”ungkap nya
Desakan publik baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat, menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam pemeriksaan dan keadilan dalam penegakan hukum. Publik menginginkan agar seluruh pejabat yang terlibat dalam penyalahgunaan anggaran dan korupsi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan adanya desakan ini, diharapkan aparat penegak hukum akan segera mengambil langkah konkret dan melakukan tindakan yang tegas untuk menanggulangi praktik korupsi di Kepulauan Meranti.
Banyak pihak menduga ada upaya cuci tangan dari para pejabat yang saat ini berkuasa.
“Mereka dengan mudah menyalahkan Adil, tetapi faktanya, pola ketidakpatuhan masih terus terjadi. Ini bukan sekadar warisan Adil, ini adalah sistem yang dibiarkan rusak oleh mereka yang masih menjabat,” ujar seorang Tokoh masyarakat Meranti yang enggan disebut namanya.
Lantas, apakah aparat penegak hukum akan membiarkan dugaan penyimpangan ini terus berlangsung tanpa ada tindakan tegas? Ataukah ada nama-nama besar yang selama ini bermain di balik layar, sengaja dibiarkan lolos dari jeratan hukum? publik menunggu jawabannya.
Berita ditayangkan sebelumnya sudah meminta konfirmasi,tetapi hingga hari ini kedua oknum pejabat Pemkab Meranti memilih bungkam.
About The Author
Eksplorasi konten lain dari ๐๐๐๐๐๐๐๐๐.๐๐๐
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.