PEKANBARU โ Gelombang desakan publik membanjiri ruang-ruang diskusi, media sosial, dan organisasi masyarakat sipil agar seluruh pejabat pemberi suap dalam skandal Pemko Pekanbaru segera ditangkap dan dijadikan tersangka. Publik mengecam keras penegakan hukum yang hanya menjerat penerima suap, sementara para pemberi yang sudah jelas disebut dalam dakwaan justru dibiarkan bebas. (30/04)
“Ini bukan sekadar ketimpangan hukum, ini penghinaan terhadap akal sehat rakyat. Kalau suap sudah terbukti dan nama pemberinya sudah disebut, lalu kenapa belum ditangkap? Jangan main mata dengan pelaku!” tegas Jejeng, warga Pekanbaru yang aktif dalam forum diskusi antikorupsi.
MataXpost.comTiada Kebenaran Yang Mendua
Hal senada disampaikan oleh Susi SH pegiat hukum ,
“Kami sebagai akademisi malu melihat hukum dipermainkan. Semua nama sudah dibacakan di persidangan. Tangkap mereka! Tegakkan hukum tanpa pandang bulu!” katanya saat diwawancarai usai mengikuti sidang terbuka.
Sementara Koalisi Rakyat Pekanbaru Bersih mengeluarkan pernyataan sikap resmi yang menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan untuk segera menindak para pejabat pemberi suap.
โKami tidak ingin lagi melihat aparat hukum bermain aman. Kalau tidak ada penindakan terhadap pemberi, maka kami akan gelar aksi besar-besaran,โ ujar juru bicaranya, Ricky Efendi
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (29/4), Jaksa Penuntut Umum KPK, Meyer Volmar Simanjuntak, mengungkap bahwa eks Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dan Kepala Dinas PUPR, Indra Pomi Nasution, menerima uang suap dengan total hampir Rp2,12 miliar dari berbagai kepala dinas. Berikut daftar nama pemberi:
Pemberi Suap kepada Risnandar Mahiwa:
- Reza Pahlevi, Sekretaris DLHK: Rp50 juta (melalui Kabid Yeti Yulianti)
-
Zuhelmi Arifin, Kadis Perindag: Rp70 juta + Barang mewah
-
Alex Kurniawan, Kepala Bapenda: Rp90 juta
-
Yuliarso, Kadishub: Rp45 juta
-
Edward Riansyah, Kadis PUPR: Rp100 juta
Pemberi Suap kepada Indra Pomi Nasution:
- Mardiansyah, Kadis Perumahan & Permukiman: Rp50 juta
-
Yulianis, Kepala BPKAD: Rp120 juta
-
Hariyadi Rusadi Natar: Rp550 juta
-
Zulfahmi Adrian, Kasatpol PP: jumlah tidak disebutkan rinci
Namun yang membuat publik geram, seluruh pemberi suap ini belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal jaksa secara eksplisit menyatakan bahwa uang yang mereka berikan tergolong suap karena tidak dilaporkan ke KPK dalam 30 hari sesuai undang-undang.
Mantan pimpinan KPK, Laode M. Syarif, menyebut bahwa penegakan hukum yang hanya menyasar satu sisi adalah bentuk kelemahan sistemik.
โSuap itu dua sisi mata uangโtidak ada penerima tanpa pemberi. Keduanya harus dihukum jika ingin ada efek jera,โ ujarnya.
Senada, pakar hukum tata negara dari STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan bahwa selektivitas hukum akan merusak kepercayaan publik.
โKalau hanya satu yang diproses, itu bukan keadilan, tapi pembiaran yang terstruktur.โ
Aktivis ICW, Emerson Yuntho, lebih tajam lagi menyebut pembiaran terhadap para pemberi adalah jalan sunyi menuju kegagalan pemberantasan korupsi.
โKalau penegak hukum hanya berani menyeret yang menerima tapi takut pada yang memberi, maka hukum telah tunduk pada kekuasaan
Masyarakat kini menunggu: akankah hukum akhirnya berani menindak para pejabat yang menyuap atasannya? Ataukah ini akan menjadi preseden buruk di mana uang bisa membeli kebebasan dari jerat hukum?
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan belum menjelaskan mengapa para pemberi tidak turut dijadikan tersangka. Ketidakhadiran transparansi memperkuat kecurigaan adanya intervensi politik atau upaya perlindungan terhadap pejabat tertentu.
About The Author
Eksplorasi konten lain dari ๐๐๐๐๐๐๐๐๐.๐๐๐
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.