x

Menjual Riau Hijau dari Hutan yang Rusak: Diplomasi Iklim atau Ilusi?

waktu baca 5 menit
Jumat, 27 Jun 2025 03:29 4 Editor

PEKANBARU – Gubernur Riau Abdul Wahid baru-baru ini tampil di forum global Tropical Forest Alliance di London, Inggris, membawa inisiatif bertajuk โ€œRiau for Green / Green for Riauโ€. Dalam forum itu, ia mempresentasikan provinsi Riau sebagai kawasan dengan komitmen tinggi terhadap restorasi ekosistem, pengurangan emisi karbon, dan penyelamatan hutan tropis. (27/06)

Lebih jauh, Wahid menyebut bahwa Pemprov Riau kini tengah menjajaki investasi perdagangan karbon dari korporasi internasional โ€” sebuah skema yang memungkinkan pemerintah daerah menjual potensi penurunan emisi dari kawasan hutan kepada negara atau perusahaan yang ingin mengimbangi emisi mereka.

> โ€œIni bukan lagi urusan Jakarta saja. Kami ingin Riau ambil bagian langsung dalam diplomasi iklim global,โ€ kata Wahid dalam pidatonya.

Tawaran ini disambut hangat sebagian kalangan, termasuk pengamat lingkungan Iben Nuriska yang menyebutnya sebagai tanda โ€œdesentralisasi diplomasi iklim yang sehat.โ€

Namun, respons di dalam negeri jauh dari antusias. Banyak aktivis, peneliti, dan masyarakat adat di Riau mempertanyakan moralitas dan akurasi dari narasi yang dijual. Terutama karena slogan yang dibawa Wahid adalah #SaveTessoNilo โ€” padahal kawasan itu justru tengah mengalami kehancuran ekologis paling parah dalam sejarahnya.

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), yang luasnya mencapai 83.000 hektare, dulu dikenal sebagai rumah terakhir Gajah dan Harimau Sumatera. Namun menurut data WALHI dan Jikalahari, lebih dari 75% kawasan ini kini telah dikuasai oleh jaringan kebun sawit ilegal.

Suara satwa digantikan gergaji mesin. Jerat satwa dipasang di mana-mana. Sungai menjadi hitam dan penuh limbah. #SaveTessoNilo yang diangkat Wahid ke forum internasional, nyatanya tidak pernah benar-benar diwujudkan sebagai agenda kebijakan konkret.

> โ€œBagaimana mungkin kita bicara jual karbon dari hutan yang bahkan sudah hilang? Riau bukan green, tapi grey โ€” suram oleh tambang, sawit ilegal, dan kanal-kanal di atas gambut,โ€ kata Boy Jerry Even Sembiring, Direktur WALHI Riau.

Bukan hanya hutan. Riau juga kehilangan lebih dari 1,6 juta hektare lahan gambut, terutama di Meranti, Bengkalis, Inhil, dan Siak. Perusahaan sawit dan HTI menggali kanal-kanal besar yang mengeringkan gambut. Ketika kemarau tiba, kebakaran hutan muncul. Saat hujan datang, banjir menenggelamkan desa-desa.

Di sisi lain, hutan mangrove di Bengkalis kini berubah menjadi tambak udang ilegal. Ratusan hektare kawasan pesisir dibabat habis. Kejaksaan Negeri Bengkalis sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan sejak 2022, tapi hingga hari ini tak satu pun pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Tambak-tambak baru justru terus menjamur.

> โ€œNegara seolah membiarkan mangrove musnah, sementara tanahnya terus dijual atas nama tambak. Ini bukan pembangunan, ini pembiaran,โ€ tegas Bernando, juru bicara Koalisi Masyarakat Riau Peduli (KMRP).

Program โ€œRiau Hijauโ€ yang kini dijadikan branding oleh Pemprov justru dinilai sebagai gimik politik, bukan solusi ekologis.

> โ€œItu bukan solusi, itu gimik. Bibit ditanam seribu, tapi hutan hilang ratusan ribu hektare tiap tahun. Rakyat dibohongi, dunia disesatkan,โ€ tegas Boy Jerry dari WALHI.

Lebih ironis lagi, saat Abdul Wahid duduk di Komisi VII DPR RI (2019โ€“2024)โ€”komisi yang membidangi lingkungan dan kehutananโ€”tidak ada satupun pernyataan keras atau kebijakan yang ia dorong soal kerusakan Tesso Nilo, deforestasi, atau restorasi gambut.

Yang lebih dia soroti adalah: Dana Bagi Hasil Migas, Listrik pedalaman, Distribusi gas untuk nelayan dan pembahasan RUU Provinsi Riau.

> โ€œKalau dari awal dia memang peduli, seharusnya saat punya kuasa di legislatif ia bisa tekan KLHK dan perusahaan sawit ilegal. Tapi nihil. Kini setelah jadi eksekutif dan isu tambang granit di hutan lindung muncul, tiba-tiba tampil seolah penyelamat hutan. Ini bukan kesadaran, ini strategi citra,โ€ sindir Bernando dari KMRP.

Skema perdagangan karbon yang dibawa Wahid ke forum global menuai pertanyaan besar. Secara teori, perdagangan karbon hanya bisa dilakukan dari wilayah yang punya potensi menyerap emisi COโ‚‚ secara signifikanโ€”yakni hutan yang masih sehat dan aktif secara ekologis. Perdagangan Karbon dari Hutan Rusak?

Jika hutan sudah rusak, gambut mati, dan mangrove hilang, atas dasar apa karbon bisa dijual?

> โ€œJangan-jangan yang diperdagangkan bukan karbon, tapi kebohongan tentang keadaan hutan kita,โ€ kata seorang akademisi lingkungan dari Universitas Riau.

Hutan yang diklaim akan menyerap karbon sebagian besar sudah hilang (Tesso Nilo, gambut, mangrove).

Kebun Sawit di Riau yang luas bukan hutan dan tidak bisa disamakan dengan hutan tropis asli dalam hal serapan karbon atau ekosistem.Tidak jelas siapa yang akan menjual karbon, atas nama siapa, dan dari kawasan mana.

Jika tidak diawasi, proyek perdagangan karbon bisa menjadi:

> โ€œGreenwashing terorganisir,โ€ yaitu menjual narasi hijau dari wilayah yang sudah rusak untuk kepentingan citra dan pundi pundi Dolar”.

Maka, pertanyaan publik semakin menguat: Apakah ini bentuk investasi hijau yang tulus? Atau hanya diplomasi pencitraan untuk menutupi kerusakan ekologis yang tak terkendali?

Jika dunia ingin membantu menyelamatkan bumi, maka yang dibutuhkan bukan standing applause untuk pidato diplomasi, tapi dukungan terhadap masyarakat adat, penegakan hukum terhadap perambah, dan pemulihan nyata ekosistem yang telah hancur.

> โ€œRiau tidak butuh poster. Tesso Nilo tidak butuh slogan. Gambut tidak butuh seremoni. Dan dunia harus tahu: kehancuran tak bisa ditutup dengan diplomasi,โ€pernyataan resmi Koalisi Masyarakat Riau Peduli.

Dari forum London hingga ke akar rumput di Pelalawan, Siak, Bengkalis, dan Meranti, suara rakyat Riau hari ini hanya satu: Jangan jual mimpi dari hutan yang sekarat.

Jika dunia sungguh ingin menyelamatkan bumi, mulailah dengan melihat kebenaran, meski pahit, Dan kebenaran itu kini terkubur di hutan-hutan Riau yang nyaris punah.

Tumbuh harapan di masyarakat saat ini, semoga Riau dipimipin oleh pejabat yang amanah.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x