Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita ViralDugaan TipikorHukumPemerintahUncategorized

Dana Negara Diduga Disimpangkan: BWSS III Gunakan Dana Bencana untuk Kegiatan Tak Sesuai Regulasi

699
×

Dana Negara Diduga Disimpangkan: BWSS III Gunakan Dana Bencana untuk Kegiatan Tak Sesuai Regulasi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

PEKANBARU – Dugaan penyimpangan penggunaan anggaran negara kembali mencuat, kali ini menyeret Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Berdasarkan dokumen internal yang diperoleh redaksi, dana operasional yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (OP) diduga kuat tidak dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. (23/07)

MataXpost.com
Example 300x600
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Fokus perhatian tertuju pada kegiatan OP I yang dikelola oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bernama Yanti B dan satuan kerja Ruli. Dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut menggunakan dana lebih kurang Rp500 juta yang dialokasikan untuk penanganan darurat atau bencana, padahal secara teknis dan fungsional tanggung jawab tersebut berada di bawah kewenangan Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi Riau.

“Ini pelanggaran administrasi yang berpotensi merugikan keuangan negara. Dana bencana itu punya aturan ketat. Tidak bisa sembarangan dipakai untuk pekerjaan rutin, apalagi proyek yang sebenarnya bukan tanggung jawab BWSS,” ungkap seorang sumber di lingkungan kementerian yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.

Regulasi yang mengatur penggunaan dana bencana di lingkungan Kementerian PUPR sangat jelas. Permen PUPR No. 4 Tahun 2015 menegaskan bahwa penggunaan dana tanggap darurat hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan status keadaan darurat oleh pejabat berwenang, seperti BNPB atau kepala daerah. Selain itu, Permenkeu No. 17/PMK.07/2021 dan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mensyaratkan adanya permintaan resmi, klarifikasi teknis, serta validasi kebutuhan darurat sebagai dasar pencairan dana.

Namun, informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan OP I BWSS III yang ditangani oleh Yanti B, tidak ditemukan dokumen penetapan status darurat, baik dari kepala daerah setempat maupun dari BNPB. Bahkan, sejumlah dokumentasi di lapangan tidak menunjukkan adanya kerusakan ekstrem atau kondisi darurat sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan hukum.

 

Sejumlah pihak menilai penggunaan dana bencana oleh BWSS III diduga dimanfaatkan sebagai celah untuk menghindari proses pengadaan reguler dan mekanisme pemeriksaan teknis yang lebih ketat. β€œAda celah di sini. Kalau pakai dana reguler, prosedur panjang. Tapi kalau dicap darurat, langsung bisa dikerjakan. Masalahnya, proyek-proyek yang dikerjakan tidak punya dasar kedaruratan. Ini yang harus dibongkar,” ujar seorang auditor inspektorat yang tengah memantau kasus ini.

Kegiatan tersebut semestinya tergolong dalam kategori pemeliharaan rutin dan dapat dianggarkan melalui skema program normal Pemerintah Provinsi Riau di bawah Dinas Bina Marga. Jika terbukti menyimpang, persoalan ini tidak hanya menyangkut pelanggaran administratif, tetapi juga mengandung potensi tindak pidana korupsi.

Yanti B saat dikonfirmasi menyatakan bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas permintaan lisan dari Bupati Indragiri Hulu kepada Kepala Balai. “Foto-foto itu memang lokasi bencana di Inhu. Pak Bupati minta tolong ke Kepala Balai untuk penanganan darurat sementara,” ungkapnya.

Meskipun ada komunikasi informal antara kepala daerah dan BWSS, penggunaan anggaran dana bencana tetap tidak bisa dibenarkan tanpa dasar hukum dan administrasi yang sah. Penggunaan dana bencana tanpa penetapan status darurat secara resmi tetap merupakan pelanggaran hukum yang serius.

Organisasi masyarakat sipil seperti SATU GARIS, melalui Sekjend Afrizal, mendesak agar Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) segera mengaudit kegiatan OP I BWSS III, khususnya pada proyek-proyek yang diklaim sebagai penanganan darurat. Ketua Forum Transparansi Infrastruktur Publik (FTIP) Riau turut menegaskan, “Ruli dan Yanti B harus bertanggung jawab secara administratif dan hukum. Kami minta KPK juga mencermati pola penggunaan dana bencana oleh BWSS di berbagai wilayah. Karena ini bukan kasus pertama,” ujarnya.

πŸ“(Jalan Sudirman, Rengat, Inhu): Lubang besar dan amblesan parah terjadi tepat di tepi Jalan Sudirman, dekat permukiman warga. Kerusakan ini diklaim sebagai lokasi tanggap darurat, namun hingga foto diambil, tidak ditemukan tanda status bencana, plang resmi, ataupun penanganan aktif dari instansi teknis.

πŸ“ (Jl. Narasinga No.127, Rengat): Struktur bawah jalan dan area sekitar tampak lapuk dan dipenuhi limbah serta sampah rumah tangga. Tidak terdapat kerusakan ekstrem maupun dampak dari bencana alam. Kondisi ini menegaskan bahwa kerusakan terjadi akibat pembiaran jangka panjang, bukan karena bencana mendadak.

Kasus ini menyoroti pentingnya kedisiplinan dalam penggunaan dana negara, terutama dana yang bersumber dari anggaran bencana yang memiliki konsekuensi hukum serius. Ketiadaan surat resmi dari kepala daerah maupun dokumen pendukung sesuai regulasi, seharusnya menjadi pertimbangan utama untuk tidak melanjutkan kegiatan tersebut.

Demi transparansi dan akuntabilitas, sudah saatnya pihak berwenang, termasuk BPK, Itjen PUPR, hingga penegak hukum, turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan ini secara menyeluruh.

Example 300250

Eksplorasi konten lain dari 𝐌𝐚𝐭𝐚 𝐗-𝐩𝐨𝐬𝐭

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Example 120x600
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Example 468x60