Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita ViralDugaan TipikorHukumPemerintahUncategorized

Dugaan Penyalahgunaan Dana Bencana di BWSS III, Anggaran Dipakai Tidak Sesuai Regulasi

448
×

Dugaan Penyalahgunaan Dana Bencana di BWSS III, Anggaran Dipakai Tidak Sesuai Regulasi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

PEKANBARU β€” Dugaan penyimpangan anggaran negara kembali menyeruak, kali ini menyeret Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III, unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Berdasarkan dokumen internal yang diperoleh redaksi, BWSS III diduga kuat menggunakan dana penanganan bencana untuk membiayai kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (OP) I tahun anggaran 2025, yang dalam praktiknya tidak memenuhi unsur kedaruratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. (24/07)

 

MataXpost.com
Example 300x600
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Kegiatan dengan nilai anggaran sekitar Rp500 juta ini dikelola oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yanti B, yang dikenal luas di internal kementerian dengan nama panggilan Sarneti, di bawah tanggung jawab Satuan Kerja BWSS III yang dipimpin langsung oleh Kepala BWSS III, Syauqiyatul Afnani Rangkuti, S.T., M.T. Meski dana tersebut bersumber dari pos tanggap darurat dalam APBN, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan sejatinya tergolong pemeliharaan rutin, dan secara kewenangan berada di bawah Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi Riau. Hingga berita ini diterbitkan, pekerjaan fisik tersebut masih berlangsung di lapangan tanpa plang informasi resmi dan tanpa keterlibatan instansi teknis kebencanaan.

Seorang pejabat senior Kementerian PUPR yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa penggunaan dana bencana tanpa adanya status darurat adalah pelanggaran serius terhadap tata kelola anggaran. Ia menegaskan bahwa Peraturan Menteri PUPR No. 4 Tahun 2015 secara tegas mensyaratkan penetapan status keadaan darurat oleh kepala daerah atau BNPB sebagai dasar hukum pencairan dana tersebut. Ketentuan ini juga dipertegas dalam Permenkeu No. 17/PMK.07/2021 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Namun hingga kini, tidak ditemukan satu pun dokumen yang menunjukkan status darurat di lokasi kegiatan OP I tersebut.

Dugaan kuat mengarah pada penyalahgunaan skema darurat untuk menghindari proses pengadaan reguler yang lebih ketat. Dalam skema darurat, proyek dapat langsung dilaksanakan tanpa proses lelang terbuka, dengan penunjukan langsung rekanan dan pencairan dana yang cepat. Hal inilah yang dinilai menjadi motif utama pelabelan β€œdarurat” pada proyek yang sejatinya tidak memenuhi syarat substantif maupun administratif sebagai kegiatan tanggap darurat.

Sumber lain dari kalangan auditor inspektorat yang tengah memantau kasus ini menyebutkan bahwa tindakan tersebut berpotensi menjadi modus sistemik dalam tubuh BWSS. Dengan menggunakan alokasi darurat, Satker dapat melewati pengawasan teknis, audit rinci, dan evaluasi kelayakan fisik lapangan. Hal ini memperbesar risiko korupsi dan penyimpangan dana negara secara terstruktur. Terlebih, menurut pantauan redaksi, kondisi fisik lapangan yang dikerjakan oleh BWSS III tidak menunjukkan kerusakan ekstrem atau dampak bencana alam, melainkan degradasi konstruksi akibat pembiaran jangka panjang.

 

Pihak APJI (Aliansi Pemantau Jasa Infrastruktur)Β  Mega ST, menilai kegiatan tersebut merupakan bentuk pelanggaran administratif dan berpotensi pidana. Mereka menyebut bahwa Kepala BWSS III, Syauqiyatul Afnani Rangkuti, harus bertanggung jawab penuh atas penggunaan dana negara yang tidak tepat sasaran. Jika kepala balai mengabaikan fakta ketidaksesuaian regulasi, maka itu adalah bentuk kelalaian. Namun jika mengetahui dan tetap menyetujui, maka patut diduga sebagai bentuk penyimpangan kewenangan.

 

Organisasi masyarakat sipil SATU GARIS melalui Sekjen Afrizal juga meminta agar Kementerian PUPR segera melakukan audit investigatif atas kegiatan OP I BWSS III dan seluruh pekerjaan serupa di lingkungan balai-balai sungai lain di Indonesia. Afrizal mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BPKP, dan Kejaksaan Agung turun tangan untuk menyelidiki pola pengalihan dana bencana ke proyek-proyek yang tidak memiliki dasar hukum kedaruratan.

 

Gambar dan dokumentasi lapangan turut memperkuat dugaan penyimpangan. Di Jalan Sudirman, Rengat, lubang besar dan amblesan jalan tampak dibiarkan tanpa penanganan resmi, tanpa papan proyek, dan tanpa aktivitas dari instansi teknis kebencanaan. Begitu pula di Jalan Narasinga No. 127, terlihat kerusakan struktur jalan akibat genangan dan limbah rumah tangga. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kerusakan tersebut disebabkan oleh bencana alam atau bencana non-alam dalam arti yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.

 

Pakar hukum anggaran negara, Dr. Ahmad Basir, S.H., M.H., menyatakan bahwa penggunaan dana bencana tanpa dasar kedaruratan yang sah dapat dikualifikasikan sebagai penyalahgunaan kewenangan dan melanggar UU Tipikor, apalagi jika disertai dokumen fiktif atau laporan yang dimanipulasi. Ia juga menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap pejabat yang menyetujui pelaksanaan kegiatan tanpa dokumen dasar hukum yang memadai.

 

Saat dikonfirmasi, Yanti B atau Sarneti membantah telah melakukan penyimpangan. Ia menyatakan bahwa kegiatan yang dimaksud adalah β€œpenanganan titik-titik rawan sebelum musim hujan ekstrem,” dan pelaksanaannya telah berdasarkan arahan internal pimpinan balai. Namun ia tidak menjawab ketika ditanya apakah kegiatan tersebut telah disertai dokumen status darurat dari kepala daerah atau BNPB.

 

Kepala Satker OP I, Rulis, juga memberikan tanggapan serupa. Menurutnya, kegiatan tersebut mendesak untuk dilaksanakan demi keselamatan masyarakat pengguna jalan. β€œKami laksanakan karena ada instruksi lisan dan laporan masyarakat di lapangan. Mengenai status darurat, itu ranah pimpinan. Kami hanya melaksanakan,” ujarnya singkat saat dihubungi via telepon.

 

Hingga kini, Kepala BWSS III Syauqiyatul Afnani Rangkuti belum memberikan keterangan resmi kepada publik terkait dugaan penyimpangan ini. Redaksi telah mengajukan permintaan klarifikasi secara tertulis, namun belum mendapat tanggapan. Bila praktik semacam ini terus dibiarkan, maka fungsi dana bencana yang seharusnya menjadi penolong masyarakat di tengah krisis hanya akan menjadi alat proyek fiktif untuk menguntungkan oknum tertentu.

 

Saat dikonfirmasi oleh awak media Kepala BWSS III tidak merespon permintaan konfirmasi melalui kontak pribadinya dengan nomor 08138276xxxx

 

Masyarakat berharap Kementerian PUPR segera mengevaluasi secara menyeluruh fungsi pengawasan dan akuntabilitas BWSS III. Di tengah banyaknya bencana yang benar-benar membutuhkan respon cepat dan tepat, penyalahgunaan anggaran atas nama kedaruratan bukan hanya tindakan tidak bermoral, tetapi juga kejahatan terhadap kemanusiaan dan negara.

Example 300250

Eksplorasi konten lain dari 𝐌𝐚𝐭𝐚 𝐗-𝐩𝐨𝐬𝐭

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Example 120x600
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Example 468x60