Mataxpost | Pekanbaru – Perdebatan tentang apakah konten TikTok bisa disebut produk jurnalistik sebenarnya tidaklah baru. Sebagian kalangan menilai TikTok hanya sebatas platform hiburan, bukan ruang produksi berita. Pendapat ini memang benar dalam batas tertentu, namun diskusi menjadi timpang jika mengabaikan peran TikTok sebagai saluran distribusi informasi yang berpengaruh besar dalam kehidupan publik hari ini. (23/08)
Sedangkan yang dikatakan produk Jurnalistik memiliki ciri khas yang jelas: proses verifikasi, kontrol redaksi, serta tanggung jawab hukum. TikTok tentu tidak memiliki perangkat redaksi semacam itu. Namun, tidak berarti perannya dalam penyebaran informasi publik dapat dikesampingkan begitu saja.
โTikTok bukan hanya alat transformasi publik, tapi juga berperan sebagai jembatan informasi yang menghubungkan masyarakat luas.โ
Menurut Dr. Irfan Wahyudi, Pakar Komunikasi dari Universitas Airlangga,
โTikTok adalah platform visual yang sangat mudah menarik perhatian semua orang, tidak terkecuali milenial.โ Ia menjelaskan bahwa fitur konten singkat dan algoritma rekomendasi membuat informasi lebih cepat tersebar ke khalayak luas.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Andita Savira Azwar dari Universitas Padjadjaran yang menegaskan bahwa media mainstream seperti iNews kini memanfaatkan TikTok sebagai saluran distribusi alternatif untuk menjangkau khalayak muda dan menjaga eksistensi media di era digital.
Studi lain oleh Sinta Sipaโatul Puazah dari Telkom University juga menunjukkan bahwa media online seperti Suara.com aktif menggunakan TikTok untuk memperluas jangkauan berita. Menurutnya, pesan visual singkat lebih mudah diterima publik, sehingga mempercepat penyebaran informasi dari ruang redaksi ke masyarakat.
Selain itu, beberapa media besar lain seperti Kompas.com, Detikcom, dan CNN Indonesia juga sudah memiliki akun resmi TikTok yang secara rutin mengunggah potongan berita maupun konten informatif. Langkah ini diambil untuk menyesuaikan diri dengan pola konsumsi informasi generasi muda yang lebih akrab dengan media sosial ketimbang membuka langsung portal berita.
Di era digital, masyarakat dihadapkan pada ribuan hingga belasan ribu media online yang setiap hari menayangkan berita. Tidak semua orang memiliki waktu, akses, atau kebiasaan untuk membuka portal berita secara langsung. Di sinilah peran platform seperti TikTok menjadi relevan: ia menjembatani informasi dari media ke audiens yang lebih luas, terutama generasi muda.
Tanpa TikTok, banyak kegiatan publik penting seperti kegiatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Kejaksaan Agung, kejaksaan di daerah, kegiatan Kapolri maupun Kapolda mungkin saja tidak diketahui oleh masyarakat secara cepat.
Mengatakan TikTok bukan produk jurnalistik secara formal adalah benar. Tapi menolak perannya dalam ekosistem informasi sama saja menutup mata terhadap kenyataan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak berita yang dibagikan ulang lewat TikTok justru membuat isu publik lebih cepat diketahui masyarakat. Tanpa medium ini, sebagian informasi mungkin hanya berputar di lingkaran kecil pembaca portal berita.
Kasus unggahan akun @mataxpost memperlihatkan bagaimana berita yang sudah dipublikasikan media resmi bisa sampai ke khalayak yang lebih luas melalui TikTok. Konten tersebut tidak menambah opini pribadi, tidak mengubah isi berita, dan dibuat tanpa niat buruk secara pribadi, melainkan untuk mengamplifikasi informasi yang sahih kutipan hasil sidang etik dari organisasi advokat APSI.
Namun, polemik muncul ketika subjek berita merasa dirugikan. Dalam komunikasi redaksi dengan Syahrul SH MH, terjadi perdebatan soal profesionalisme media dan hak jawab. dalam media online lainnya terlihat Syahrul dengan tegas membantah jika dia dari APSI, dengan berdalih menyatakan bahwa dia berada dari organisasi PERSADI , Syahrul menegaskan:
“Ini OA saya bang, saya bukan di APSI. Abang salah tu, (sambil mengirimkan KTA) Dan Apa yang abang beritakan itu tidak sesuai fakta dan kenyataannya, dan saya tercatat Angota aktif di PERSADI.
Syahrul juga menambahkan:
โAbang harus pahami dulu apa itu organisasi advokat.,” Ujarnya
Ia menilai pemberitaan media seharusnya diawali konfirmasi sebelum tayang:
โKalau hak klarifikasi setelah abang konfirmasi kepada saya dahulu, baru naikkan berita, itu baru sesuai Undang-Undang Jurnalistik. Sekarang posisi dan faktanya, setelah berita naik baru abang bilang ada hak klarifikasi dan hak jawab, itu tidak sesuai aturan.โimbuhnya
Redaksi setalah melihat langsung bantahan dalam berita dari beberapa media online serta komunikasi via WhatsApp, lalu mengirimkan foto copy KTA an.Syahrul SH MH, akirnya ia sendiri secara tidak langsung meng iyakan dan ia membalas:
“Dulu, saya pernah di APSI sekarang tidak lagi, saya sudah mengundurkan diri sejak 2025, .Saya sudah mundur dari APSI jauh sebelum sidang ini ada. KTA saya sudah saya serahkan secara resmi dan saya bukan OA APSI lagi.โ Jawaban ini justru mematahkan klaim bantahan dia sendiri yang dikatakan sebelum nya.
Redaksi juga menegaskan bahwa hak jawab tetap tersedia:
โSetiap sengketa pemberitaan diselesaikan di Dewan Pers. Hak jawab ada, bang. Jika keberatan, kami wajib menerima hak jawab, dan menayangkan keberatan bagi subjek yang diberitakan, lagi pun berita yang dimuat adalah kutipan hasil sidang APSI “.
Meski begitu, Syahrul menolak menempuh hak jawab langsung melalui redaksi TikTok Mataxpost, dan menyatakan:
โHak jawab saya sudah saya sampaikan kepada rekan wartawan dari media lain, jadi tidak perlu di sini.โ tutup nya
Percakapan ini menunjukkan bahwa persoalan bukan hanya soal isi berita, melainkan juga soal pemahaman berbeda mengenai mekanisme jurnalistik di era digital.
Mungkin benar bahwa TikTok bukan produk jurnalistik secara formal, karena tidak berbadan hukum pers, tidak memiliki redaksi, dan tidak diawasi Dewan Pers. Namun, realitas digital mengajarkan kita bahwa distribusi informasi menjadi sama pentingnya dengan produksinya.
Banyak konten media sahih justru lebih cepat tersebar berkat TikTok. Penegakan hukum atau pemberitaan yang terlalu sempit terhadap akun TikTok dapat secara tidak langsung mengurangi akses publik terhadap informasi.
Tak hanya itu, Molly McPherson, pakar komunikasi krisis, mendeskripsikan TikTok sebagai โthe heartbeat of public opinionโ (detak nadi opini publik). Platform ini kini menjadi pengendali persepsi publik karena audiens semakin banyak yang mendapatkan berita dan opini melalui media sosial, bukan lewat media tradisional.
Secara empiris, platform seperti TikTok banyak digunakan untuk menyampaikan berita politik, sains, hingga aktivisme sosial. Analisis Wall Street Journal menunjukkan bahwa influencer berita di TikTok mampu menyedot puluhan hingga belasan juta views, bahkan dalam peristiwa besar seperti debat presiden RI 2024, Peungkapan kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung maupun KPK.
Dengan demikian, meski TikTok bukan produk jurnalistik karena bukan lembaga pers formal, platform ini memainkan peran penting sebagai saluran distribusi informasi terutama untuk menjangkau khalayak yang tidak biasa membaca portal berita.
Yang penting dicatat, bukan berarti segala konten di TikTok berstandar jurnalistik. TikTok memiliki keterbatasan tidak ada redaksi, tidak dijamin verifikasi, dan tidak ada penanggung jawab editorial. Namun, menyematkan label โhanya hiburanโ tanpa melihat fungsi sosialnya justru menutup peluang memperluas jangkauan informasi yang sahih.
Dengan demikian, meski TikTok bukan lembaga pers formal dan tidak memenuhi seluruh standar produk jurnalistik, platform ini memainkan peran krusial dalam distribusi informasi publik.
Bukan hanya tiktok, platform medsos seperti Facebook, YouTube, instagram, maupun X (tweeter) juga digunakan masyarakat Indonesia dalam menyebarkan dan menerima informasi secara cepat dan faktual.
Redaksi mataxpost menekankan, bahwa unggahan yang dilakukan tidak mengandung niat buruk dan bukanlah untuk menciptakan opini pribadi atauย menyudutkan pihak tertentu, melainkan mengamplifikasi informasi yang sahih dan relevan. Menolak fungsi medsos seperti TikTok dalam ekosistem informasi sama dengan menutup akses publik terhadap berita yang penting dan sah.
Langkah yang lebih konstruktif bukan dengan laporan untuk mengkriminalisasi atau pembatasan distribusi, melainkan memperkuat literasi digital masyarakat agar mampu membedakan informasi kredibel dari yang kurang valid atau informasi hoaks.
TikTok telah menjadi jembatan transformasi publik, platform yang mendekatkan berita dan opini kepada audiens yang sebelumnya sulit dijangkau. Menghargai hak masyarakat untuk memperoleh informasi berarti mengakui peran sosial TikTok tanpa mengabaikan prinsip jurnalistik.
Sebagai catatan bahwa berita mataxpost yang berjudul ” LAGI LAGI ADVOKAT DI PECAT TAK HORMAT ” telah menutup berita dengan tulisan “Hingga berita diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak terkait, berita akan di perbarui seiring perkembangan informasi terbaru. Dan di platform TikTok, mataxpost juga menyematkan kalimat terakhir mengarahkan pembaca ke portal berita mataxpost.com
Tidak ada komentar