Pekanbaru, 19 Agustus 2025 โ Advokat Syahrul, SH., MH menjadi sorotan publik setelah Dewan Kehormatan Asosiasi Pengacara Syariโah Indonesia (APSI) menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat atas pelanggaran berat kode etik profesi. Putusan itu dibacakan dalam sidang 13 Agustus 2025, yang berlangsung verstek karena Syahrul tidak hadir meski sudah dipanggil secara patut.
Dalam amar putusannya, APSI menyatakan Syahrul terbukti melanggar sejumlah pasal Kode Etik Advokat Indonesia, mulai dari tidak jujur kepada klien, membebani biaya tidak perlu, hingga melepaskan tugas di saat merugikan klien. Ia juga dijatuhi kewajiban membayar biaya perkara Rp3 juta. Putusan tersebut sekaligus melarangnya berpraktik sebagai advokat, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan bernama Caca, yang mengaku dirugikan setelah Syahrul meminta uang Rp50 juta dengan janji hukuman suaminya akan diringankan. Namun janji tersebut tidak terealisasi, dan Syahrul sulit ditemui setelah uang berpindah tangan. Kuasa hukum pengadu, Susi, SH., MH, menyatakan perbuatan itu bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga patut diduga sebagai penipuan dan/atau penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 dan 378 KUHP.
Meski telah dijatuhi sanksi berat oleh APSI, Syahrul membantah disebut dipecat. Dalam pemberitaan nadariau.com, ia menegaskan masih aktif sebagai anggota Pergerakan Seluruh Advokat Indonesia (Persadi). Bahkan, ia melaporkan akun TikTok @mataxpost.com ke Polda Riau dengan tudingan fitnah dan pelanggaran UU ITE.
Klaim ini menimbulkan pertanyaan serius, sebab menurut informasi internal, Syahrul diduga memiliki empat kartu tanda advokat (KTA) dari organisasi berbeda, padahal sumpah profesinya diucapkan di bawah APSI.
Sumber internal menyebut kepemilikan empat KTA bisa dianggap sebagai indikasi pelanggaran kode etik advokat. Undang-Undang Advokat menegaskan profesi ini dijalankan secara independen dalam satu wadah organisasi.
โKalau memang disumpah di bawah APSI, maka sahnya status advokat ditentukan APSI. Klaim aktif di Persadi bisa dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap sumpah profesi. Keanggotaan ganda jelas menimbulkan kerancuan dan konflik kepentingan,โ ujarnya.
Laporan Syahrul ke Polda Riau juga menimbulkan tafsir lain. Langkah hukum itu dinilai sebagian kalangan bukan hanya upaya menjaga nama baik, tetapi juga berpotensi menjadi sarana pembungkaman kritik dan pembatasan kerja jurnalistik, terutama jika informasi yang dipublikasikan bersumber pada dokumen resmi organisasi profesi.
โKalau laporan polisi dijadikan senjata untuk menutup informasi publik, maka ini bukan lagi soal pribadi Syahrul. Ini sudah masuk wilayah kebebasan pers dan hak publik untuk tahu,โ ujar Roni Riyansyah seorang pengamat informasi publik di Pekanbaru.
Kasus ini akhirnya bukan hanya menyangkut pribadi Syahrul, tetapi juga integritas profesi advokat. Publik kini menunggu apakah Syahrul berani mengakui sumpahnya di APSI atau terus bertahan dengan klaim keanggotaannya di Persadi.
โProfesi advokat adalah officium nobile, profesi mulia. Pelanggaran kode etik bukan sekadar soal pribadi, tapi mencoreng nama baik profesi secara keseluruhan,โ kata Dr. Ratna Suryani, pakar hukum Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar