x

Menguak Tabir Aksi BEM UNRI: CSR BI, Beasiswa dan Dugaan Skema Politik Pemprov Riau

waktu baca 5 menit
Jumat, 15 Agu 2025 11:31 39 Editor

Pekanbaru – Aksi ribuan mahasiswa Universitas Riau (UNRI) yang menggedor Kantor Gubernur Riau pada Rabu (13/8) Massa aksi menuntut gubernur memberikan penjelasan terkait sejumlah persoalan di daerah, mulai dari rencana pembangunan pengadilan militer dekat kampus, meluasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), buruknya infrastruktur jalan, konflik agraria, hingga ketidakjelasan informasi beasiswa provinsi. Aksi BEM UNRI tampak terfokus menuntut pencairan beasiswa daerah senilai Rp109 miliar menuai tanda tanya besar. Meski aksi itu terlihat garang di awal, fakta di lapangan menunjukkan ada inkonsistensi sikap, dan secara substansi, tuntutan ini menyasar porsi dana yang sebenarnya hanya secuil untuk UNRI. (15/08)

Data Pemprov Riau mencatat, anggaran beasiswa daerah tahun 2024 sebesar Rp109 miliar dan pada 2019โ€“2023 mencapai total Rp372 miliar. Namun dana ini tidak hanya untuk UNRI, melainkan dibagikan ke puluhan kampus penerima, baik di dalam Riau seperti UIN Suska, UIR, dan Politeknik Caltex, hingga kampus nasional ternama seperti UI, UGM, ITB, serta mahasiswa asal Riau di luar negeri. Jika pembagian merata, jatah UNRI hanya berkisar Rp1,4โ€“2 miliar per tahun atau sekitar 1โ€“2% dari total.

Unjuk Rasa : Ratusan Mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau (Unri) merubuhkan pagar saat aksi unjuk rasa di Gerbang Kantor Gubernur Riau, Kamis (14/8/2025). ft : EVAN GUNANZAR/RIAU POS

Mengapa Menekan Pemprov, Bukan Rektorat?

Pengamat ruang publik Riau, Iskandar Putra, mempertanyakan fokus BEM UNRI yang begitu ngotot mendesak Pemprov.

 

โ€œKalau logikanya pemerataan, justru transparansi penyaluran di internal kampus lebih penting. Apalagi UNRI sedang diterpa isu dugaan korupsi pengelolaan anggaran yang nilainya jauh lebih besar dari jatah beasiswa ini,โ€ ujarnya.

Isu dugaan korupsi di UNRI bukan cerita baru. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul laporan publik tentang indikasi penyelewengan anggaran pembangunan fasilitas, pengadaan barang, hingga dana hibah penelitian. Namun BEM UNRI nyaris tidak pernah mengangkatnya ke ruang publik dengan skala yang sama seperti aksi ke Pemprov.

 

Ketua Umum SATU GARIS, Ade Monchai, bahkan menilai aksi ini memiliki aroma politik yang kuat.

 

โ€œAwalnya mereka tampil beringas, hingga merubuhkan pagar besi, bak harimau yang siap menerkam. Tapi begitu Gubernur Abdul Wahid muncul, semua duduk rapi di pelataran seperti jamaah mendengar ceramah Ustaz Abdul Somad. Perubahan sikap sedrastis itu biasanya bukan soal etika, tapi skenario. Bisa jadi ini bagian dari pencitraan Gubernur atau pengalihan isu,โ€ tegasnya.

 

Bayang-Bayang CSR Bank Indonesia dan Jejak Politik Gubernur

Timing aksi ini juga mengundang tafsir. Di saat yang hampir bersamaan, isu nasional mengemuka terkait dugaan penyelewengan dana CSR Bank Indonesia yang menyeret sejumlah anggota Komisi XI DPR RI. Abdul Wahid, sebelum menjadi gubernur diketahui pernah duduk di komisi XI tersebut.

 

โ€œAnehnya, BEM UNRI sama sekali tidak mengaitkan tuntutannya dengan transparansi penggunaan dana publik yang lebih besar, contoh di kampus UNRI ada dugaan korupsi Dana Hibah penelitian senilai 60 miliar dan dugaan penyelewengan Dana Hibah luar negri sebesar 800 miliar, tak satupun dari BEM tersebut yan6 bersuara, dan atau mendesak aparat memeriksa dugaan keterlibatan elite,โ€ tambah Ade.

 

Sejumlah tokoh masyarakat Pekanbaru mengingatkan bahwa pola โ€œmemecahโ€ fokus publik ini bukan hal baru.

 

โ€œDi Riau, skema mengadu-adu gubernur dengan wakilnya, atau menggiring isu tertentu supaya publik lupa skandal besar, sudah lama dipakai sejak mereka dilantik. Aktivis yang menjadi tim sukses (gub/wagub ) pun diduga jadi pion dalam skenario itu, sadar atau tidak,โ€ kata H.Z. Arifin, tokoh masyarakat Riau.

 

Sejarah aksi mahasiswa di Riau mencatat bahwa gerakan yang menyinggung langsung jaringan kekuasaan kampus, aparat, atau perusahaan besar kerap mendapat tekanan berat. Sebaliknya, isu-isu โ€œamanโ€ seperti pencairan dana, subsidi, atau bantuan sosial, walau nilainya kecil, justru lebih mudah diangkat karena minim risiko kriminalisasi.

 

Namun, bagi publik kritis, sikap ini meninggalkan catatan.

โ€œJangan sampai mahasiswa menjadi perpanjangan tangan kepentingan elite, apalagi untuk sekadar pencitraan. Tugas mahasiswa adalah bicara soal kebenaran, bukan sekadar menjadi crowd untuk agenda politik tertentu,โ€ pungkas Iskandar.

 

Sejumlah pengamat politik lokal menduga pola aksi ini tidak murni pergerakan mahasiswa, melainkan bagian dari skema pencitraan yang dimainkan tim sukses Abdul Wahid. Caranya dengan menciptakan kesan seolah-olah ada konfrontasi antara mahasiswa dan gubernur di ruang publik, namun diakhiri dengan adegan rekonsiliasi yang menguntungkan citra gubernur.

 

Pola serupa disebut juga dimainkan terhadap Wakil Gubernur Riau SF Haryanto, untuk membangun narasi โ€œtidak akurโ€ demi tujuan politik tertentu. Skema ini diduga melibatkan aktor-aktor dari kalangan pemuda hingga tokoh senior, bahkan sebagian aktivis, dengan motif akhir yang belum terungkap jelas.

 

Berbagai kalangan mendesak aparat intelijen dan penegak hukum untuk mengusut siapa yang mengorkestrasi aksi BEM UNRI dan apakah ada keterkaitan dengan dugaan skema pencitraan politik Pemprov Riau. Karena ada fasilitas negara yang dirusak oleh peserta aksi demo yang tidak boleh diabaikan begitu saja.

 

Selain itu, sejumlah aktivis di riau desak KPK agar segera memeriksa Gubernur Riau Abdul Wahid terkait isu CSR BI yang diduga menyeret namanya, kini kasus tersebut menjadi perhatian nasional, serta mengusut tuntas dugaan korupsi besar di Universitas Riau. Publik meyakini, sekuat apa pun skema politik dan sehalus apa pun permainan isu, pada akhirnya kebenaran tidak akan pernah mendua. Setiap kezoliman akan mendapat hukuman setimpal, dan kebisuan di hadapan kejahatan tidak pernah tak meninggalkan jejak.

 

Publik kini menunggu, apakah BEM UNRI akan berani memperluas medan kritiknya ke isu yang lebih besar, termasuk dugaan korupsi di internal kampus mereka sendiri dan jejak keterkaitan Gubernur Abdul Wahid dalam pusaran CSR BI. Diam berarti menyisakan tanda tanya: benarkah ini murni perjuangan mahasiswa, atau hanya bagian dari skema politik pencitraan yang tengah dimainkan di Riau?

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x