[gnpub_google_news_follow]
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita ViralDugaan TipikorHukumPemerintah

Skandal Lahan Tanah Meranti: Izin Lurah Jadi Tameng, Hakim Diduga Masuk Angin

885
×

Skandal Lahan Tanah Meranti: Izin Lurah Jadi Tameng, Hakim Diduga Masuk Angin

Sebarkan artikel ini

Rekaman Persidangan Ungkap Pengakuan Liong Tjai: Tanah Milik Suandi Diduduki Berdasarkan 'Izin Lurah'

Gambar ilustrasi editorial
Example 728x60
Spread the love

Mataxpost | Selatpanjang – Bukti baru menguatkan dugaan keterlibatan aparat desa dalam skandal mafia tanah di Kabupaten Kepulauan Meranti. Dalam rekaman video berdurasi 1 menit 25 detik saat sidang lapangan perkara nomor 11/Pdt.G/2025/PN Bls, Liong Tjaiβ€”salah satu tergugatβ€”terang-terangan mengakui bahwa ia menduduki lahan milik Suandi atas dasar “izin dari lurah”. (01/08)

β€œKami hanya memakai sebagian tanah itu karena mendapat izin dari lurah,” ucap Liong Tjai di hadapan Ketua Majelis Hakim PN Bengkalis, Lurah Selatpanjang Selatan Sri Suryani Dwi, RT/RW setempat, serta masyarakat yang turut menyaksikan sidang lapangan di Jalan Ibrahim, Kelurahan Selatpanjang Selatan, Kecamatan Tebingtinggi.

MataXpost.com
Example 300x600
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Ucapan tersebut mengindikasikan bahwa aktor dalam birokrasi kelurahan sendiri justru menjadi pintu masuk terjadinya penyerobotan tanah warga. Padahal, berdasarkan dokumen resmi, tanah itu adalah milik pribadi Suandi, diperoleh melalui jual beli sah, dengan riwayat kepemilikan yang tercatat sejak tahun 1980 dan dibeli olehnya pada 2018. Suandi mengantongi SKGR, dokumen jual beli, serta surat keterangan riwayat tanah. Tanah tersebut bukan tanah negara, bukan tanah kosong, dan bukan objek sengketa lain.

Dengan demikian, tindakan oknum lurah yang diduga memberikan izin kepada pihak ketiga untuk menggunakan lahan milik warga merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang sangat serius. Sri Suryani Dwi sebagai lurah tidak memiliki kewenangan untuk mengalihkan, menyewakan, atau memberikan izin pemakaian atas tanah milik warga, apalagi tanpa dasar hukum atau persetujuan dari pemilik sah. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah serta PP No. 27 Tahun 2014.

Tindakan tersebut dinilai bukan sekadar cacat administratif, melainkan juga berpotensi menjadi tindak pidana. Sejumlah pasal yang dapat dikenakan meliputi penyalahgunaan wewenang (Pasal 421 KUHP), tindak pidana korupsi (Pasal 3 dan 12 UU Tipikor), serta pelanggaran administrasi pertanahan.

Fakta bahwa “izin” dari lurah digunakan sebagai dasar legitimasi untuk menduduki lahan milik warga menunjukkan bagaimana praktik mafia tanah memanfaatkan celah birokrasi di tingkat kelurahan. Ketika surat yang tidak pernah ditunjukkan keberadaannya dijadikan dasar hukum sepihak, maka birokrasi telah digunakan sebagai alat kejahatan.

Akan tetapi, pengakuan yang jelas dan terang benderang tersebut tidak dijadikan sebagai informasi tambahan oleh majelis hakim dalam menimbang dan mengambil putusan perkara. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Diduga, putusan Majelis Hakim PN Bengkalis telah dikondisikan oleh pihak tergugat. Indikasinya terlihat dari putusan yang justru mengabulkan sebagian permohonan rekonvensi (gugatan balik) tergugat dan mengabaikan seluruh bukti yang disampaikan penggugat, baik berupa dokumen resmi negara maupun keterangan saksi yang diajukan dalam persidangan. Dugaan praktik suap terhadap hakim mulai mencuat ke permukaan publik.

Jika praktik seperti ini dibiarkan, ia akan menjadi preseden buruk yang menghancurkan sistem hukum agraria nasional. Mafia tanah tak lagi bergerak diam-diam, melainkan terang-terangan beroperasi dengan memanfaatkan jabatan publik sebagai tameng, dibantu oleh pembiaran dari sistem peradilan itu sendiri.

Desakan publik agar aparat penegak hukum bertindak tegas pun semakin menguat. Koalisi masyarakat sipil, organisasi antikorupsi, dan aktivis agraria menuntut Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti serta Kejaksaan Tinggi Riau segera memeriksa dan menangkap Sri Suryani Dwi atas dugaan penyalahgunaan jabatan, dugaan praktek suap dan tindak pidana korupsi dalam kasus ini, bukan hanya terhadap lurah, aparat penegak hukum juga diminta untuk segera menangkap Liong Tjai, Apeng, dan Bin Kian yang jelas menduduki lahan Swandi tanpa hak.

β€œKami mendesak Kejaksaan usut tuntas peran oknum lurah dan Menangkap Liong Tjai,Apeng dan Bin Kian. Jangan tunggu laporan korban penyalahgunaan jabatan sudah terang-terangan, dan ini sudah jadi kejahatan publik,” ujar Ade Monchai, Ketua Umum SATU GARIS.

Rekaman pengakuan Liong Tjai di hadapan majelis hakim seharusnya menjadi titik awal pembongkaran jaringan mafia tanah yang telah merambah ke struktur pemerintahan terendah. Kejaksaan perlu segera mengambil alih kasus ini dan menjadikan keterlibatan lurah sebagai pintu masuk penyelidikan pidana yang lebih luas. Selain itu, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung juga didesak turun tangan memeriksa integritas hakim dari PN Bengkalis yang menangani perkara ini.

Disclaimer:
Berita ini ditulis berdasarkan investigasi redaksi X Post, dokumen pengadilan, dan rekaman video warga saat persidangan lapangan. Dugaan terhadap pejabat publik disampaikan dalam kerangka jurnalistik investigatif dan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah. Redaksi membuka ruang hak jawab bagi semua pihak yang disebutkan.

Example 250x250
Example 120x600
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60