x
.

Kejari Siak dinilai “Masuk Angin” di Kasus Telur Asin, Satu Garis Lapor Komisi Kejaksaan

waktu baca 4 menit
Sabtu, 27 Sep 2025 06:43 Erwin Putra

Mataxpost | SIAK – Publik Siak kembali diguncang. Mahadar, mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak, resmi dilantik menjadi Sekretaris Daerah, meski namanya sebelumnya terseret dalam penyelidikan dugaan korupsi program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa telur rebus senilai Rp4,4 miliar. (27/09)

Ketua Umum DPP SATU GARIS ( Suara Terdepan Untuk Gerakan Anti Korupsi,Reformasi Integritas, dan Supremasi Hukum) Ade Monchai  menegaskan bahwa Kejaksaan Negeri Siak diduga “masuk angin” dalam menangani kasus ini, ada ketidakselarasan antara dokumen resmi (SK Mahadar) dan klaim Kejari Siak yang dapat menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi, akuntabilitas, dan integritas penyidikan.

“Kejari Siak, Moch Eko Joko Purnomo, dan Kasi Pidsus Muhammad Juriko Wibisono terlihat lemah dan prematur dalam memberikan klarifikasi. Mereka seakan menempatkan Mahadar di luar tanggung jawabnya. Situasi ini menunjukkan Kejaksaan Negeri Siak membutuhkan penyegaran kepemimpinan. Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Agung harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggotanya dan tidak boleh membiarkan kondisi ini, apalagi ketika Jaksa Agung ST Burhanuddin menekankan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu,” tegas Ade Monchai.

Mahadar sebelumnya diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak melalui SK Bupati Nomor 100.3.3.2/798/HK/KPTS/2022 tanggal 10 Oktober 2022, dan diberhentikan melalui SK Nomor 100.3.3.2/374/HK/KPTS/2024 tanggal 20 Maret 2024 saat dimutasi ke posisi baru.

Publik mempertanyakan mengapa Kejari Siak bersikap terburu-buru mengeluarkan klarifikasi yang menyatakan Mahadar tidak terlibat dalam pencairan anggaran. Padahal, sebagai Pengguna Anggaran sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA), Mahadar memiliki kewenangan final untuk menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM). Tanpa tanda tangannya, program tidak akan berjalan dan anggaran tidak mungkin cair.

Kejari Siak dalam penyidikan nya, menyebutkan nama-nama baru seperti Salmiah Safitri, M.Pd., Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Siak; Supriyadi, sebagai KPA/Bendahara BOSDA 2021; dan Nurman yang terkait dalam program tersebut. Pertanyaan publik muncul: apakah merekalah yang seharusnya bertanggung jawab?

Ade Monchai menegaskan:

“Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan wajib turun tangan memeriksa Kejari Siak. Klarifikasi prematur ini jelas merugikan keadilan dan menimbulkan kesan perlindungan terhadap pejabat tertentu.”

Sementara itu, Kejari Siak, Moch Eko Joko Purnomo, melalui pidsus menyatakan:

“Kejaksaan Negeri Siak telah melakukan klarifikasi berdasarkan dokumen pencairan dan prosedur administrasi. Kami menegaskan akan terus memproses sesuai hukum yang berlaku.”ujarnya

Kasi Pidsus, Muhammad Juriko Wibisono, menambahkan:

“Semua langkah penyidikan berjalan sesuai SOP. Tidak ada intervensi dari pejabat manapun dalam proses ini. Mahadar tidak terlibat dalam pencairan anggaran.”imbuhnya

Namun masyarakat Siak mempertanyakan:

jika Mahadar tidak terlibat, lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Atau apakah ini strategi untuk meloloskan Mahadar naik menjadi Sekda Siak? ujar Dedek, salah satu warga Dayun.

Program PMT telur rebus memang mengalami kendala. Berdasarkan informasi dari Kejaksaan Negeri Siak yang dikutip berbagai media, beberapa penerima bantuan mengaku tidak menerima bantuan sesuai dengan laporan. Selain itu, muncul dugaan pengadaan fiktif dan indikasi markup dalam proses pengadaan.

Meski Kejari Siak menegaskan profesionalismenya, publik menilai ada indikasi perlakuan istimewa terhadap Mahadar dan potensi penyalahgunaan jabatan oleh Kejari dan Pidsus.

Sekretaris Jenderal SATU GARIS, Afrizal A.Md., menekankan:

“Kejaksaan Agung harus memeriksa seluruh pejabat terkait, memastikan penyidikan transparan dan akuntabel. Tidak ada pejabat yang terlalu tinggi untuk diperiksa, dan tidak ada kasus yang terlalu kecil untuk diaudit. Jangan biarkan hukum dipelintir menjadi tameng politik.”

Secara hukum, PA/KPA memiliki kewenangan final menandatangani SPM sesuai UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PPTK menyiapkan dokumen teknis pencairan; tanpa persetujuan PA/KPA, anggaran tidak bisa dicairkan.

Hingga kini, publik menuntut agar semua dugaan praktik penyalahgunaan kekuasaan, perlindungan pejabat, atau transaksi di bawah meja dibuka ke publik. Kasus ini bukan sekadar soal telur rebus, tetapi juga soal integritas penegakan hukum, akuntabilitas birokrasi, dan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Rakyat Siak kini menunggu satu hal: keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, dan pejabat yang bertanggung jawab atas anggaran publik harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Disclaimer:

Tulisan ini disusun berdasarkan informasi dari berbagai sumber, termasuk pernyataan resmi Kejaksaan Negeri Siak, dokumen pemerintahan yang tersedia, serta pendapat pihak terkait. Redaksi tidak bermaksud menghakimi atau menyimpulkan bersalah terhadap individu maupun institusi mana pun. Semua pihak yang disebutkan memiliki hak untuk memberikan klarifikasi, bantahan, atau tanggapan sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (11) tentang Hak Jawab.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x