
.


Mataxpost | PEKANBARU โ Penangkapan Ketua Umum DPN Pemuda Tri Karya (PETIR), Jackson Sihombing, oleh Tim Jatanras Polda Riau pada Kamis (16/10/2025), memicu gelombang protes publik. Polda Riau menyebut penangkapan itu terkait dugaan pemerasan dan penyebaran berita negatif yang mengganggu โiklim investasiโ perusahaan.
Namun, data hasil investigasi internasional terbaru menunjukkan fakta berbeda dan menegaskan bahwa PETIR mengkritik praktik korporasi besar yang merugikan negara dan lingkungan.
Investigasi oleh media internasional The Gecko Project, bekerja sama dengan International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), mengungkap bahwa First Resources Group (FRG), sebelumnya dikenal sebagai Surya Dumai Group, diduga mengendalikan jaringan โperusahaan bayanganโ yang menebang puluhan ribu hektare hutan hujan Indonesia secara ilegal.
Media internasional tersebut juga membongkar Data dokumen internal dan lakukan wawancara terhadap mantan karyawan yang menunjukkan bahwa FRG berbagi manajemen, staf, bahkan sistem IT dengan dua grup lain, yakni FAP Agri dan New Borneo Agri.
Beberapa karyawan FRG tercatat sebagai perwakilan hukum New Borneo Agri, menunjukkan adanya koordinasi operasional yang sengaja disembunyikan dari publik.
Menurut laporan The Gecko Project, sejak 2015 FRG telah secara publik mengklaim akan menjaga kelestarian hutan, tetapi praktik di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Perusahaan bayangan yang dikendalikan FRG diduga menebang ratusan hektare lahan lindung, termasuk kawasan hutan hujan tropis yang menjadi habitat satwa langka.
Total luas lahan yang terdampak diperkirakan mencapai puluhan ribu hektare di wilayah Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara.
Investigasi juga menyoroti penghindaran kewajiban fiskal. FRG disebut menempatkan aset dan arus kas melalui entitas cangkang di luar negeri, termasuk Singapura, yang mempersulit pengawasan pajak.
Berita investigasi tersebut bisa kita baca melalui link dibawah ini :
https://eia-international.org/news/when-deforestation-corruption-and-rights-violations-are-just-another-palm-oil-family-affair/
https://www.icij.org/investigations/deforestation-inc/new-investigation-casts-doubt-on-a-singapore-listed-palm-oil-giants-green-claims/
Investigation shows โshadow companiesโ linked to Indonesia palm oil giant First Resources
Dari berbagai pemberitaan dan investigasi terdapat dugaan pengemplangan pajak yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah, dan ini menjadi salah satu alasan utama aksi protes PETIR sejak akhir 2024.
Jurnalisย media global juga meungkapkan Perusahaan konsumen besar, termasuk Beiersdorf (Nivea), Procter & Gamble, FrieslandCampina, Danone, Henkel, Vandemoortele, Lipsa, dan BASF, menangguhkan pembelian minyak sawit dari FRG setelah laporan The Gecko Project diterbitkan.
Mereka menekankan pentingnya menghentikan hubungan bisnis dengan perusahaan yang terlibat deforestasi dan penghindaran kewajiban bayar pajak kepada negara.
Beiersdorf bahkan menyatakan sedang mengambil โsemua langkah yang memungkinkanโ untuk memastikan rantai pasok mereka bebas dari risiko deforestasi dan praktik ilegal.
Meski FRG secara publik mengklaim tidak mengendalikan FAP Agri atau New Borneo Agri, bukti internal dan wawancara mantan karyawan menunjukkan adanya keterkaitan manajemen dan kendali operasional yang jelas.
Hal ini memunculkan dugaan praktik greenwashing, di mana perusahaan menampilkan citra ramah lingkungan namun tetap mengekstraksi sumber daya alam secara masif dan menyalahi regulasi.
Sementara itu, klaim Polda Riau terkait Jackson Sihombing, yaitu pemerasan senilai Rp5 miliar dan penyebaran berita negatif di 24 media online, mulai dipertanyakan.
Tidak ada bukti surat hak jawab dari perusahaan, dan nominal Rp5 miliar berbeda jauh dengan uang tunai Rp150 juta yang disita saat operasi tangkap tangan. Dugaan entrapment atau jebakan hukum terhadap aktivis pun menguat.
Kejaksaan Agung RI juga disebut tengah melakukan penyelidikan terhadap FRG dan anak perusahaannya terkait dugaan pengemplangan pajak dan pelanggaran lingkungan. Penyelidikan ini menambah bobot klaim PETIR dan menegaskan bahwa kritik mereka bukan sekadar opini, tetapi berdasarkan fakta yang sedang diperiksa oleh lembaga resmi dan media internasional.
Begitu juga Satgas PKH diketahui telah memeriksa 27 perusahaan Sawit yang berada dalam kawasan hutan dan termasuk perusahaan Ciliandra Fangiono, berikut nama perusahaan tersebut :
1. PT. Perdana Inti Sawit Perkasa (Rohul)
2. PT. Panca Surya Agrindo (Rohul)
3. PT. Perdana Inti Sawit (Rohul)
4. PT. Pratama Riau (Rohul)
5. PT. Gerbang Sawit Indah (Rohul)
6. PT. Gerbang Sawit Indah II (Rohul)
7. PT. Ariando Tri Sejahtera (Kampar)
8. PT. Cilandra Perkasa (Kampar)
9. PT. Karya Tama Bhakti Mulia (Kampar)
10. PT. Subur Arum Makmur (Kampar)
11. PT. Karya Tama Bhakti Mulia, eks PT Tri Bakti Sarimas (Kuansing)
12. PT. Citra Palma Kencana (Inhil)
13. PT. Indogreen Jaya Abadi (Inhil)
14. PT. Setia Agrindo Lestari (Inhil)
15. PT. Eluan Mahkota (Rohul)
16. PT. Aditya Palma Nusantara (Rohul)
17. PT. Johan Sentosa (Kampar)
18. PT. Mekarsari Alam Lestari (Pelalawan)
19. PT. Duta Palma Nusantara (Kuansing)
20. PT. Warna Jingga Timur (Kuansing)
21. PT. Cerenti Subur (Kuansing)
22. PT. Palma Satu (Inhu)
23. PT. Panca Agro Lestari (Inhu)
24. PT. Banyu Bening Utama (Inhu)
25. PT. Kencana Amal Tani (Inhu)
26. PT. Seberida Subur (Inhu)
27. PT Agrosari Mas (Inhil)
Publik Riau menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto melalui Penasihat Presiden Bidang Keamanan dan Reformasi Polri, Jenderal (Kehormatan) Pol. Ahmad Dofiri, turun tangan memastikan proses hukum di Polda Riau berjalan transparan.
Aparat yang diduga melakukan rekayasa kasus harus diperiksa oleh Propam Mabes Polri dengan pengawasan eksternal dari Kompolnas dan Komnas HAM.
โJika Presiden dan Penasihatnya tidak segera bertindak, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan runtuh. Reformasi Polri harus dijalankan, dan polisi yang lebih takut pada oligarki daripada melindungi rakyat harus ditindak tegas,โ tegas JK juru bicara dari gabungan organisasi media dan aktivis di Pekanbaru.
Kasus ini menegaskan bahwa kritik PETIR terhadap FRG bukan gangguan investasi, tetapi bagian dari pengawasan publik terhadap praktik korporasi yang merusak lingkungan, menghindari kewajiban pajak, dan menumpuk kekayaan di luar negeri.
Investigasi internasional memberi legitimasi global terhadap tuntutan keadilan ini, sekaligus mematahkan klaim aparat bahwa aktivis tersebut merugikan iklim investasi

Tidak ada komentar