x
.

Konten Pinter Poltik Dinilai Manipulatif, “10 Pemimpin Perempuan Terdepan” Diragukan Kebenarannya

waktu baca 4 menit
Selasa, 7 Okt 2025 03:23 Editor

Mataxpost | Jakarta,- Di tengah sorotan publik atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan dana desa yang menyeret nama Bupati Bengkalis, Riau, Kasmarni, beredar konten viral dari akun media sosial PinterPolitik yang menampilkan infografis bertajuk “10 Pemimpin Perempuan Terdepan.” (07/10) 

Dalam gambar itu, Kasmarni ditampilkan sejajar dengan tokoh nasional dan diklaim menerima pengakuan dari lembaga bergengsi seperti Forbes dan American Psychological Association (APA).

Konten ini langsung menarik perhatian publik karena menampilkan visual yang rapi dan narasi prestasi yang impresif, padahal fakta di balik klaim tersebut masih belum diverifikasi.

Fenomena penyertaan nama lembaga internasional seperti APA dalam konten semacam ini juga menarik perhatian tim IT Mataxpost.

Kejanggalan muncul karena saat bersamaan nama Kasmarni tengah terseret kasus dugaan penyalahgunaan wewenang terkait Pj Kades dan dugaan penyimpangan dana desa, sehingga publik bertanya-tanya apakah konten ini bagian dari strategi pencitraan politik?

Tim ahli IT investigasi Mataxpost melakukan analisis mendalam terhadap konten ini, meliputi metadata gambar, struktur visual, pola desain, serta penggunaan teknologi AI untuk mendeteksi sumber grafis dan kemungkinan manipulasi digital.

Hasil analisis awal mengungkap sejumlah kejanggalan teknis. Metadata file digital tidak mencatat asal desain profesional atau perangkat grafis berlisensi, seperti Adobe atau Corel.

Struktur datanya menyerupai hasil rendering AI berbasis text-to-image generator, dengan pola kompresi khas sistem generatif.

Template visual gambar tidak mencerminkan standar penghargaan internasional; logo resmi, watermark institusi, maupun elemen identitas Forbes dan APA sama sekali tidak ditemukan.

Penempatan foto dan teks terlihat acak, font umum digunakan, dan beberapa tulisan tumpang tindih, menunjukkan konten ini tidak melalui proses kurasi profesional.

Label seperti “TAKE – pembangunan desa, dkk.” yang disematkan pada nama Kasmarni juga dinilai janggal karena tidak dikenal dalam kategori penghargaan resmi lembaga manapun.

Tidak ditemukan referensi digital eksternal, baik tautan, sertifikat, maupun arsip berita, yang menguatkan klaim bahwa daftar “10 Pemimpin Perempuan Terdepan” pernah diterbitkan Forbes, APA, atau lembaga kredibel lainnya; sumber tunggal hanyalah unggahan akun media sosial PinterPolitik.

Hasil forensik visual dan analisis file menunjukkan bahwa konten ini dibuat menggunakan teknologi AI, seperti stable diffusion atau MidJourney, untuk menghasilkan gaya editorial visual.

Tim menilai konten ini tidak memenuhi standar verifikasi jurnalistik maupun publikasi akademik internasional, karena klaim penghargaan tidak didukung keaslian dokumen maupun rilis institusi atau lembaga pemberi penghargaan.

Gambar kedua yang juga diunggah akun yang sama, berjudul “Riset Sebut Kepemimpinan Perempuan Cenderung Lebih Baik”, menampilkan pola serupa. Setelah ditelusuri, konten itu bukan publikasi resmi lembaga riset, melainkan interpretasi editorial PinterPolitik atas laporan The Ready-Now Leaders dan Leadership Circle , dua riset yang memang membahas efektivitas kepemimpinan perempuan secara umum, namun tidak menyebut nama individu atau pejabat Indonesia.

Artinya, konten tersebut bersumber dari riset nyata, tetapi disajikan ulang dalam bentuk grafis buatan media sosial yang bersifat opini, bukan laporan resmi.

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana ruang digital semakin sering dimanfaatkan sebagai arena pencitraan politik. Dengan memanfaatkan estetika penghargaan internasional dan embel-embel lembaga besar, konten semacam ini mampu membentuk persepsi publik secara instan, bahkan tanpa dasar faktual.

Penyebutan lembaga ternama memberi kesan validitas akademik atau internasional dan memanfaatkan authority bias, di mana pembaca cenderung mempercayai informasi yang seolah “didukung oleh otoritas resmi.”

Tujuan utama konten biasanya bukan menyajikan informasi faktual, melainkan menciptakan narasi positif; pembaca melihat nama APA, merasa tokoh diakui secara resmi, dan citra politik diperkuat.

Strategi ini termasuk dalam digital reputation engineering, yang memanfaatkan visual, narasi, dan nama lembaga resmi untuk membentuk opini publik, terutama saat tokoh politik menghadapi isu negatif.

Risiko hukum dianggap rendah karena konten biasanya berupa klaim opini atau narasi publik, bukan promosi komersial langsung.

Dengan demikian, penulisan sumber lembaga internasional bukan indikasi penghargaan atau pengakuan resmi, tetapi strategi psikologis dan digital untuk meningkatkan kredibilitas konten.

Lebih jauh, tim menyimpulkan bahwa pola ini berpotensi sebagai strategi pencitraan digital, yakni penggunaan konten visual bergaya penghargaan untuk memperkuat citra positif tokoh politik yang tengah menghadapi tekanan publik.

Tujuan utamanya bukan menyajikan informasi faktual, melainkan menciptakan narasi keberhasilan yang dapat memengaruhi persepsi publik.

Tim IT Mataxpost menutup laporannya dengan penilaian:

“Secara digital, konten ini tidak memiliki kredibilitas sumber. Berdasarkan hasil analisis teknis, komposisi visual, dan ketidaksesuaian metadata, kami menilai konten ini berindikasi rekayasa digital bertema penghargaan, bukan produk institusi resmi. Tingkat autentikasinya berada di bawah 10 persen.”

Dengan demikian, klaim bahwa konten tersebut berasal dari lembaga internasional seperti Forbes atau APA tidak dapat diverifikasi dan berpotensi menyesatkan publik.

Mataxpost menegaskan pentingnya sikap kritis publik terhadap konten bergaya penghargaan yang tidak memiliki dokumen resmi atau sumber akademik jelas.

Penghargaan sejati muncul dari rekam jejak dan prestasi nyata yang diakui lembaga independen, bukan dari manipulasi visual atau narasi digital yang dibuat untuk pencitraan politik.

Hingga berita ini diturunkan, PinterPolitik belum memberikan tanggapan resmi, sementara pihak Kasmarni juga belum mengeluarkan klarifikasi terkait dugaan penggunaan konten ini dalam strategi komunikasi publiknya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x