x
.

Kontroversi Penangkapan Ketua PETIR: Antara Jebakan, Oligarki, dan Skandal Pajak Triliunan Surya Dumai

waktu baca 7 menit
Jumat, 17 Okt 2025 01:54

Mataxpost | PEKANBARU โ€”Penangkapan Ketua Umum DPN Pemuda Tri Karya (PETIR) Jackson Sihombing oleh Tim Jatanras Polda Riau pada Kamis (16/10/2025) memicu gelombang spekulasi publik. Sejumlah pihak menilai kasus ini sarat kejanggalan dan berpotensi menjadi bentuk rekayasa terhadap aktivis yang selama ini vokal mengkritik dugaan praktik pengemplangan pajak raksasa sawit di Riau. (17/10)

Latar belakang kasus ini diduga bermula dari serangkaian aksi demonstrasi besar yang digelar oleh Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) di Jakarta pada November 2024. Dalam aksinya, PETIR menuntut agar Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Kejaksaan Agung, serta PPATK segera memeriksa Martias Fangiono dan Ciliandra Fangiono, pemilik First Resources Group Ltd, perusahaan yang sebelumnya dikenal dengan nama Surya Dumai Group.

Aksi ratusan anggota Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) kembali menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) serta Kejaksaan Agung RI, Kamis (12/12/2024). foto istimewa-petir

Dalam video yang beredar luas di berbagai platform media sosial, Jackson terlihat mengenakan baju tahanan oranye, tangan terborgol, dan berteriak lantang meminta perlindungan kepada Presiden terpilih sekaligus Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto

โ€œTOLONG SAYA PAK PRABOWO, SAYA DIJEBAK! Mereka yang mengiming-imingi saya, saya dijebak! TOLONG SAYA PAK PRABOWO!โ€ teriak Jackson saat dibawa keluar dari ruang konferensi pers Mapolda Riau di Jalan Pattimura, Pekanbaru.

Keterangan resmi pihak kepolisian menyebut, Jackson diduga melakukan pemerasan terhadap salah satu perusahaan sebesar Rp5 miliar dengan ancaman melakukan demonstrasi dan menyebarkan pemberitaan negatif di sejumlah media daring. โ€œSekitar tahun 2024, tersangka melakukan pemberitaan di 24 media online terkait dugaan korupsi dan pencemaran lingkungan terhadap perusahaan, serta mengancam akan melakukan aksi di Jakarta,โ€ ujar Wadirreskrimum Polda Riau, AKBP Sunhot Silalahi, kepada detiknews.com.

Namun, pernyataan tersebut mulai dipertanyakan. Sejumlah jurnalis dan aktivis di Riau menyebut klaim polisi soal โ€œ24 media onlineโ€ dan โ€œhak jawab yang tidak diberikanโ€ tidak memiliki dasar bukti yang jelas.

Menurut mereka, hingga kini belum ada satu pun media di Riau yang mengonfirmasi pernah menerima surat klarifikasi dari pihak perusahaan seperti yang disebut dalam keterangan polisi.

โ€œKalau memang ada meminta hak jawab, tunjukkan surat resminya. Sampai hari ini tidak ada satu pun redaksi media di Riau yang dihubungi untuk klarifikasi oleh pihak perusahaan itu,โ€ ujar seorang redaktur media lokal yang enggan disebutkan namanya.

Kejanggalan juga tampak pada selisih antara angka Rp5 miliar yang disebut sebagai nilai pemerasan dengan uang tunai Rp150 juta yang disita saat operasi tangkap tangan di Hotel Furaya, Pekanbaru.

Polisi menyebut uang itu sebagai uang muka hasil pemerasan, namun publik justru melihat skenario ini menyerupai entrapment atau jebakan hukum yang dipicu oleh inisiatif dari pihak pelapor.

Pihak kepolisian hingga kini juga tidak menyebutkan nama perusahaan yang diduga diperas oleh Ketua PETIR tersebut.

Dugaan jebakan itu menguat karena pertemuan di Hotel Furaya disebut merupakan hasil inisiatif perusahaan untuk โ€œbernegosiasi dan menyelesaikan masalahโ€ agar aksi unjuk rasa PETIR tidak berlanjut. Namun di tengah pertemuan itulah Jackson kemudian disergap dan langsung dibawa ke Mapolda Riau.

Sebaliknya, beberapa oknum media yang mencoba melakukan konfirmasi langsung kepada Martias Fangiono, pemilik First Resources Group Ltd atau Surya Dumai Group, tidak pernah mendapatkan tanggapan resmi. Hingga kini, pihak korporasi belum memberikan klarifikasi publik atas berbagai tudingan yang disampaikan oleh PETIR sejak akhir 2024.

Sumber internal PETIR menyebut, pertemuan antara Jackson dan perwakilan perusahaan di Hotel Furaya, Pekanbaru, pada 16 Oktober 2025 sejatinya merupakan undangan dari pihak perusahaan untuk membahas penyelesaian damai atas pemberitaan terkait dugaan pelanggaran pajak dan lingkungan.

Namun, pertemuan tersebut justru berujung pada operasi penangkapan oleh aparat kepolisian. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik entrapment atau jebakan.

PETIR menuding perusahaan tersebut melakukan pengemplangan pajak hingga Rp1,4 triliun, serta menguasai 16.829 hektare lahan sawit di Riau yang diduga berasal dari kawasan hutan tanpa izin pelepasan resmi. Dalam berbagai orasinya, PETIR juga menyoroti potensi pelanggaran PNBP, PSDH, dan dana reboisasi yang disebut menyebabkan kerugian negara secara berlapis.

Sebagai tindak lanjut, PETIR secara resmi melaporkan delapan perusahaan di bawah First Resources Group Ltd/Surya Dumai Group ke Kejaksaan Agung RI pada 29 November 2024. Laporan tersebut diterima oleh pihak Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus) dan disebut tengah dalam tahap penyelidikan awal.

Beberapa pengamat hukum di Pekanbaru menilai, penangkapan Jackson bisa menjadi bagian dari upaya membungkam suara kritis terhadap kepentingan besar di sektor perkebunan sawit.

โ€œKetika seorang aktivis yang mengungkap skandal pajak triliunan justru dijerat kasus pidana, ini bukan lagi soal hukum semata, tapi soal keberanian negara melawan oligarki,โ€ ujar MA, salah satu akademisi hukum di Pekanbaru.

Video viral yang menampilkan Jackson tetap berteriak โ€œUsut pengemplang pajak triliunan!โ€ saat diborgol kini menjadi simbol perlawanan moral. Publik melihatnya bukan sebagai tersangka biasa, melainkan sebagai sosok yang tetap lantang bersuara di tengah tekanan.

Publik Riau kini menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung menangani kisruh hukum yang melibatkan penangkapan Ketua Umum DPN Pemuda Tri Karya (PETIR) Jackson Sihombing oleh Polda Riau.

Seruan ini disampaikan melalui berbagai elemen masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis antikorupsi yang menilai kasus tersebut sarat dengan kejanggalan dan aroma rekayasa untuk melindungi kepentingan korporasi besar di sektor perkebunan sawit.

Desakan publik itu ditujukan kepada Penasihat Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Reformasi Kepolisian, Jenderal (Kehormatan) Pol. Ahmad Dofiri, agar segera turun ke Riau dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses hukum yang dijalankan oleh jajaran Polda Riau.

Langkah ini dinilai penting untuk memastikan penegakan hukum di daerah tetap berada di bawah prinsip keadilan, bukan di bawah kendali modal dan kekuasaan oligarki.

โ€œPresiden harus turun tangan. Kalau aparat di daerah bisa menjerat aktivis yang mengungkap dugaan pajak triliunan, sementara korporasi besar yang dilaporkan justru aman, itu tanda ada yang sangat salah dalam sistem penegakan hukum kita,โ€ tegas salah satu tokoh masyarakat Riau yang enggan disebut namanya.

Masyarakat menilai, keberadaan Jenderal (Kehormatan) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Presiden Bidang Reformasi Kepolisian bukan sekadar posisi simbolik, tetapi amanah besar untuk memastikan agenda reformasi Polri benar-benar dijalankan.

Jika kasus ini dibiarkan tanpa pengawasan langsung dari pusat, maka seluruh proses reformasi kepolisian yang digaungkan selama ini akan kehilangan makna di mata publik.

Dalam pandangan para pengamat, dugaan rekayasa kasus oleh oknum aparat bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanat reformasi 1998, di mana Polri dipisahkan dari TNI agar menjadi lembaga profesional, transparan, dan melayani rakyat.

Ketika polisi justru terlihat melindungi kepentingan korporasi dan menekan aktivis antikorupsi, maka hal itu menjadi cermin kemunduran demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.

โ€œSudah saatnya Presiden menunjukkan keberpihakan politiknya kepada rakyat, bukan kepada pemilik modal. Jika benar aparat Polda Riau terlibat dalam rekayasa kasus, mereka harus segera ditindak, dicopot, dan diperiksa oleh Propam Mabes Polri dengan pengawasan eksternal dari Kompolnas dan Komnas HAM,โ€ ujar James, aktivis Riau.

Publik juga menyerukan agar dibentuk Tim Independen Nasional di bawah koordinasi Penasihat Presiden dan lembaga pengawas eksternal untuk menelusuri dugaan keterlibatan aparat dalam kriminalisasi terhadap Jackson Sihombing.

Transparansi dan keberanian politik Presiden Prabowo dinilai akan menentukan arah masa depan institusi kepolisian apakah tetap menjadi alat negara yang netral, atau berubah menjadi perisai kepentingan ekonomi besar.

โ€œJika Presiden tidak segera bertindak, kepercayaan publik terhadap Polri bisa runtuh sepenuhnya. Reformasi Polri tidak bisa lagi ditunda. Sudah saatnya Polri dibersihkan dari aparat yang lebih takut pada oligarki daripada melindungi rakyat,โ€ tegas pernyataan gabungan sejumlah organisasi media dan aktivis di Pekanbaru.

Kasus ini bukan hanya tentang seorang aktivis yang ditangkap, tetapi tentang pertarungan moral antara rakyat dan kekuasaan, antara kebenaran dan kepentingan, antara hukum dan uang.

Dan di tengah situasi yang semakin kabur ini, publik menunggu langkah nyata Presiden Prabowo dan Penasihatnya, Ahmad Dofiri bukan sekadar pernyataan, tetapi tindakan tegas yang mengembalikan marwah kepolisian sebagai pelindung rakyat, bukan pelayan oligarki.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x