Pekanbaru โ MataxPost | 17 Oktober 2025, Nama pengusaha sawit Ciliandra Fangiono kembali mencuat ke permukaan. Perusahaannya, PT Ciliandra Perkasa, diduga ikut menikmati aliran dana jumbo dari program Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang kini tengah disorot Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp57 triliun.
Dalam periode 2016โ2020, PT Ciliandra Perkasa tercatat menerima insentif biodiesel sebesar Rp2,18 triliun. Perusahaan tersebut berada di bawah kendali First Resources Group Ltd (Surya Dumai Group) konglomerasi sawit raksasa yang dibangun mendiang Martias Fangiono, ayah Ciliandra.
Skema BPDPKS sejatinya dirancang pemerintah untuk menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO) dan mendukung program energi terbarukan nasional. Namun, data publik menunjukkan, dana justru banyak mengalir ke perusahaan besar yang telah lama menguasai industri sawit nasional.
โNegara memberikan subsidi kepada konglomerat yang sejatinya tidak memerlukan bantuan. Inilah akar ketidakadilan dalam program biodiesel,โ ujar Jackson Sihombing, Ketua Umum Ormas Pemuda Tri Karya (Petir), sebelum dirinya ditangkap di Pekanbaru, 20 September 2025
Jackson menilai Kejaksaan Agung terlalu lama menahan diri. Sejak penyidikan diumumkan pada 7 September 2023, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
โKalau kasus ini tidak dituntaskan, publik berhak curiga ada kekuatan besar yang melindungi,โ tegasnya.
Dari data yang dihimpun Petir, sedikitnya 23 perusahaan sawit menerima kucuran dana dari BPDPKS. Di antaranya:
PT Wilmar Bioenergi Indonesia โ Rp9 triliun
PT Wilmar Nabati Indonesia โ Rp8,76 triliun
PT Musim Mas โ Rp7,19 triliun
PT Ciliandra Perkasa โ Rp2,18 triliun
PT LDC Indonesia, PT SMART Tbk, PT Sinarmas Bio Energy, hingga PT Tunas Baru Lampung Tbk, masing-masing juga mengantongi triliunan rupiah.
Seluruh aliran dana tersebut bersumber dari pungutan ekspor CPO yang dikelola BPDPKS. Namun, sebagian besar justru mengalir ke kelompok usaha besar yang telah lama mendominasi industri sawit.
Diketahui sejumlah pejabat dan korporasi telah dipanggil oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk dimintai keterangan.
Pemeriksaan mencakup manajer produksi sawit hingga pejabat PT Pertamina yang ikut dalam penyaluran biodiesel.
Nama PT Jhonlin Agro Raya Tbk, milik pengusaha Haji Isam, juga ikut terseret dalam proses penyidikan. Namun hingga kini belum ada kejelasan kapan status saksi-saksi itu akan dinaikkan menjadi tersangka.
Sumber internal di Kejaksaan menyebut, berkas perkara masih dalam tahap penguatan bukti keterlibatan perusahaan penerima dana dengan proses pengadaan dan distribusi biodiesel nasional.
Kasus ini dinilai menjadi cermin lemahnya tata kelola dana publik di sektor sawit, sekaligus menggambarkan kuatnya jejaring bisnis-politik dalam industri energi nasional.
Program biodiesel yang semestinya berpihak pada petani kecil justru dinikmati oleh kelompok konglomerat. Dalam catatan lembaga independen, 90 persen dana BPDPKS mengalir ke perusahaan besar, sementara petani sawit rakyat hanya menerima kurang dari 5 persen dari total pembiayaan.
Catatan Redaksi:
Berita ini disusun berdasarkan data publik, dokumen lembaga hukum, media kredibel Riausatu.com dan hasil konfirmasi dari narasumber ormas. Redaksi mengedepankan asas praduga tak bersalah sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta membuka ruang hak jawab bagi pihak-pihak yang disebutkan.
Tidak ada komentar