
.


PEKANBARU โ Kisruh pengelolaan Pasar Wisata Bawah Pekanbaru kian mengemuka setelah organisasi gabungan jurnalis dan aktivis SATU GARIS kembali menyuarakan kejanggalan besar dalam proyek revitalisasi pasar tersebut. Ketua SATU GARIS, Ade Monchai, menyebut bahwa sejak proses lelang, hingga adendum proyek yang diperpanjang di masa jabatan Pj Wali Kota Roni Rahmat berakhir pada 31 Oktober 2025 sarat dengan dugaan korupsi, kolusi, penipuan, dan penyimpangan administrasi serta indikasi mark-up nilai proyek.
โIni bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi sudah menjurus pada praktik pelanggaran hukum. Kami melihat ada pola keterlibatan antara oknum pejabat daerah dan pihak swasta yang berjalan di luar ketentuan resmi, sisa 3 hari lagi pekerjaan proyek revitalisasi Pasar bawah jauh diluar harapan, dan kini menajdi simbol kebohongan dan kezoliman pejabat kepada masyarakat, “tegas Ade Monchai dalam keterangannya di Pekanbaru, (28/10)
Sebuah foto touring, yang melihatkan berapa akrab nya Ingot Hutasuhut dengan Direktur PT AAS (Dok.Istimewa)
Sebelumnya diberitakan oleh mataxpost, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau mengungkap adanya indikasi penyimpangan anggaran senilai Rp8,3 miliar dalam pengelolaan proyek Pasar bawah.
Selanjutnya, dari dokumen resmi Kementerian Dalam Negeri RI melalui Inspektorat Jenderal memperkuat dugaan itu. Berdasarkan Berita Acara Hasil Rapat Pembahasan Pemilihan Mitra Kerjasama Pemanfaatan Barang Milik Daerah (KSP) tertanggal 3 Februari 2023,
Inspektorat menegaskan bahwa tender pengelolaan Pasar Bawah seharusnya tidak dilanjutkan karena seluruh peserta tidak lulus persyaratan kualifikasi.
Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari surat Pemko Pekanbaru Nomor 032/BPKAD-ASET/2507/2022 tertanggal 21 November 2022, yang meminta klarifikasi atas proses pemilihan mitra.
Pertemuan yang dihadiri sejumlah pejabat penting, di antaranya Teguh Nartomoto (Inspektur Khusus Kemendagri), Arsan Latif (Inspektur IV Kemendagri), Yuliansis (Kepala BPKAD Pekanbaru), dan Zulhelmiย Arifin (Kepala Disperindag Pekanbaru), menghasilkan kesimpulan bahwa proses tender yang memenangkan PT Ali Akbar Sejahtera (AAS) cacat prosedur dan administrasi.
Inspektorat menemukan bahwa seluruh peserta terlambat mengirimkan jaminan bank (bank guarantee) dokumen wajib dalam kualifikasi atau tidak memiliki garansi bank sama sekali.
Dokumen yang seharusnya diterima antara 11โ13 Mei 2022 justru baru masuk pada 19 Mei 2022, melanggar ketentuan Dokumen Kualifikasi Nomor 01/DOK-PRA/KSP/DPP/IV/2022 tertanggal 28 April 2022. Dengan demikian, seluruh peserta seharusnya digugurkan, dan tender tidak boleh dilanjutkan.
Selain itu, Inspektorat juga menemukan pelanggaran terhadap PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Dokumen tender disebut tidak mencantumkan kontribusi tetap dan pembagian hasil bagi Pemko, syarat wajib dalam kerja sama pemanfaatan aset publik.
SATU GARIS menyimpulkan secara tegas:
โBerdasarkan analisa atas materi pengaduan, dan menurut dokumen yang diterbitkan oleh inspektorat Kemendagri tersebut dapat disimpulkan bahwa seharusnya tender tidak dilanjutkan karena tidak adanya peserta yang lulus persyaratan kualifikasi, tetapi dipaksa agar terlaksana,” pungkas Ade
Inspektorat Jenderal Kemendagri pun merekomendasikan agar Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru segera membatalkan tender tersebut dan menyusun kembali proses pemilihan mitra baru sesuai prosedur hukum,
Dengan memastikan kontribusi tetap, pembagian hasil, dan pencatatan aset sebagai Barang Milik Daerah (BMD) sebelum kerja sama dilakukan ulang.
Temuan ini menguatkan keluhan para pedagang yang sejak 2022 merasa dizalimi oleh kebijakan sepihak dan pungutan liar. Kronologi dimulai ketika kontrak antara Pemko Pekanbaru dan PT Dalena Pratama Indah (DPI) berakhir pada 16 Mei 2022. Sehari kemudian, 17 Mei 2022, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) menunjuk kembali PT DPI sebagai pengelola sementara untuk melakukan pengumpulan service charge dan biaya listrik.
Didalam surat edaran Disperindag tertanggal 9 Juni 2022, yang ditandatangani langsung oleh Ingot Ahmad Hutasuhut selaku Kepala Disperindag Pekanbaru saat itu, menyatakan secara jelas bahwa:
Kerja sama Pemko dengan PT DPI berakhir 16 Mei 2022; Sejak 17 Mei 2022, pengelolaan diambil alih oleh Disperindag; Namun pelaksana di lapangan tetap PT DPI yang ditunjuk Disperindag ttermasuk pengumpulan service charge dan biaya listrik
Surat edaran juga mencatat penunjukan Satpel Pasar diberikan kepada Budi Noviarto, SE untuk sebagai tempat keluhan atau minta keterangan, hanya saja Budi hingga kini hilang tanpa jejak, tanpa suara, tanpa keterangan apa apa.
Artinya, meskipun kontrak resmi telah berakhir, PT DPI masih dilibatkan dalam operasional keuangan, padahal secara hukum statusnya sudah tidak memiliki kewenangan.
Dari sisi hukum perdata, kondisi ini memutus hubungan kepemilikan atau sewa kios yang sebelumnya dimiliki pedagang tanpa adanya mekanisme ganti rugi atau dasar hukum baru tidak ada keputusan wali kota, perda revisi, ataupun kontrak lanjutan.
Hanya dengan sepucuk surat edaran dari Disperindag Pemko Pekanbaru yang ditandatangani oleh Ingot Hutasuhut, PT DPI diberikan ruang istimewa utk melakukan pengutipan service change, dan Biaya listrik, dan anehnya lagi, rekening pembayaran memakai nama pribadi, an. Veladhio Pranajaya
Lalu kemana uang hasil kutipan service change yang masuk kedalam rekeningย disetorkan kemana? Siapa yang menerima nya?, ini harus ada pihak bisa menjelaskan nya.
Padahal menurut Permendagri No. 22 Tahun 2020 dan aturan LKPP, “pihak yang masa kontraknya telah habis tidak boleh lagi melakukan pungutan atau pengelolaan tanpa dasar perpanjangan resmi”.
Lebih lanjut, informasi dari internal Pemko menyebutkan bahwa jika Pasar Bawah sudah siap direvitalisasi atau direnovasi, pejabat maupun anggota DPRD Pekanbaru diduga mendapatkan โjatah gratisโ yang disiapkan oleh pihak pengelola,
Hal tersebut menurut SATU GARIIS bisa jadi sebagai imbalan atas perlindungan terhadap perusahaan dan menyetujui pelaksanaan lelang, walaupun perusahaan diduga telah melakukan berbagai penyimpangan dan prosedur lelang cacat hukum.
Selain itu, pedagang di TPS juga harus membayar biaya sewa Rp15 juta per lapak hingga revitalisasi selesai, ditambah retribusi bulanan Rp500 ribu untuk operasional.
“Kami harus bayar Rp15 juta, tapi tidak tahu kapan proyek ini selesai. Tidak ada kepastian, sudah jatuh ditimpa tangga pulak, ujar Ucok, salah satu pedagang di TPS.
Dua pejabat di lingkungan Pemko Pekanbaru kini kembali menjadi sorotan. Mantan Sekdako Indrapomi, yang masih menjalani hukuman pidana Tipikor dalam kasus lain, juga disebut dalam catatan kontroversial.
Selain itu, ada nama Ingot Ahmad Hutasuhut mantan Kadisperindag, meski saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru, sebelumnya ia menjabat sebagai Asisten II Setdako Pekanbaru.
Dalam kapasitas tersebut, ia pernah terlibat dalam proyek revitalisasi Pasar Bawah, termasuk penandatanganan kontrak kerja sama dengan PT Ali Akbar Sejahtera (AAS) dengan nilai investasi senilai Rp30 miliar.
“Dengan informasi, Ingot Hutasuhut ikut menandatangani kontrak kerjasama, menguatkan dugaan keterlibatan atas pungutan liar yang dilakukan oleh PT AAS, 50-200 juta/kios terhadap pedagang, sebelum perusahaan tersebut terdaftar sebagai peserta lelang, ini harus diusut tuntas, tegas Ade
Meski tidak lagi menjabat di posisi yang secara langsung berkaitan dengan proyek tersebut, Ingot Ahmad Hutasuhut tetap muncul dalam pemberitaan terkait revitalisasi Pasar Bawah. Ia memberikan klarifikasi mengenai progres pembangunan yang baru.
Seringnya dia muncul dalam klarifikasi tersebut menunjukkan keanehan akut, seolah ia terburu-buru menjelaskan isu miring proyek Pasar Bawah.
“Ia cepat tampil di depan kamera di berbagai media, memberikan pemahaman dan penjelasan yang seharusnya bisa dijelaskan oleh pihak perusahaan, PT DPI maupun PT AAS, yang hingga kini tetap bungkam, ujar Ade
Peran Ingot Hutasuhut dinilai sejumlah pihak sebagai pembenaran atas proyek yang menuai kontroversi.
Muncul pertanyaan kritis ke ruang publik,
– Mengapa Ingot Hutasuhut selalu tampil? Mengapa tidak perusahaan yang memberikan klarifikasi?
– Apakah ia memiliki “hubungan gelap” dengan perusahaan?
– Ataukah justru ia berada di balik kisruh ini?
– Apakah ia berubah menjadi corong perusahaan dalam menjelaskan tudingan terhadap proyek revitalisasi Pasar Bawah?
Hal ini harus ditelaah secara cermat untuk memahami peran dan motif Ingot Ahmad Hutasuhut.
Hingga kini, baik Pemko Pekanbaru, Disperindag, PT DPI, maupun PT AAS belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan maladministrasi dan pungutan ilegal di Pasar Bawah.
Satu hal yang tak kalah penting, sosok misterius Budi Noviarto, SE yang ditunjuk oleh Ingot sebagai satpel Pasar tapi dia tidak pernah tampil ke publik, dimanakah sosok tersebut?
Sementara itu, Ingot Ahmad Hutasuhut terus muncul di media memberikan penjelasan, menimbulkan pertanyaan publik mengenai peran dan keterlibatannya.
Konfirmasi dari semua pihak terkait menjadi sangat penting agar kebenaran terungkap, keadilan bagi pedagang ditegakkan, dan pemerintah Kota Pekanbaru dapat kembali membangun kepercayaan publik.
Tanpa klarifikasi yang transparan, proyek revitalisasi Pasar Bawah hanya akan semakin memperkuat kesan kongkalikong, penyimpangan, dan ketidakadilan.
Redaksi membuka Hak Jawab kepada pihak pihak terkait yang disebutkan dalam berita sesuai UUD Pers no 40 tahun 1999.

Tidak ada komentar