MENU Senin, 08 Des 2025
x
.

Dugaan Penyimpangan Dana Desa Buluh Rampai Mencuat, Proyek Kolam Wisata Tewaskan Bocah 6 Tahun

waktu baca 3 menit
Kamis, 20 Nov 2025 14:52

Mataxpost | Inhu – Proyek kolam wisata Desa Buluh Rampai kembali menjadi sorotan publik setelah tewasnya seorang bocah berusia 6 tahun di fasilitas wisata yang dibangun menggunakan Dana Desa tersebut. Insiden maut ini tidak hanya menyoroti kelalaian keselamatan, tetapi juga membuka kembali pertanyaan besar mengenai alokasi anggaran dan dugaan penyimpangan dalam pembangunan proyek wisata desa tersebut.

Laporan awal yang dikutip dari catatanriau.com pada Senin tanggalย  20/10/2025 hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah desa terkait pertanggungjawaban atas tewasnya korban, termasuk kejelasan mekanisme keselamatan, prosedur operasional, maupun status perizinan lingkungan.

Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa kolam wisata tersebut diduga tidak pernah melalui prosedur perizinan lingkungan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan adanya dokumen UKL-UPL atau bahkan Amdal untuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap masyarakat.

Pengabaian terhadap kewajiban ini berpotensi melanggar Pasal 109 UU PPLH, dengan ancaman pidana 1โ€“3 tahun penjara dan denda Rp1 miliarโ€“Rp3 miliar.

Selain itu, penggunaan Dana Desa untuk proyek wisata tersebut kembali menjadi tanda tanya besar. Pembangunan fasilitas yang tidak memenuhi standar keselamatan publik berpotensi melanggar amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

Terutama Pasal 26 dan Pasal 27 mengenai kewajiban pemerintah desa untuk mengutamakan keselamatan, kesejahteraan, dan pelayanan publik. Jika terbukti terdapat penyalahgunaan anggaran, maka hal itu dapat mengarah pada pelanggaran Pasal 3 dan 8 UU Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara.

Tidak adanya pos pengawasan, pagar pengaman, rambu peringatan, hingga petugas penjaga menunjukkan indikator kuat lemahnya manajemen pengelolaan objek wisata. Kondisi ini makin mempertegas adanya dugaan kelalaian yang berpotensi menimbulkan konsekuensi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Sumber internal desa yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa proyek kolam ini dikelola sebagai unit usaha desa, namun tidak jelas apakah tercatat resmi sebagai BUMDes atau hanya beroperasi di bawah pengelolaan informal. Jika benar tidak tercatat sebagai BUMDes, maka hal ini menambah panjang daftar dugaan pelanggaran administratif dan pengelolaan keuangan desa.

Di tengah terus bertambahnya tekanan publik, hingga berita ini diturunkan belum ada tanda-tanda pemeriksaan formal oleh aparat penegak hukum terhadap pemerintah desa maupun pihak-pihak yang bertanggung jawab atas proyek wisata tersebut.

Keluarga korban dan warga menilai lambatnya respons ini sebagai bentuk pengabaian terhadap kasus yang telah merenggut satu nyawa anak kecil.

Masyarakat Buluh Rampai bersama sejumlah aktivis kemudian mendesak Polres Inhu untuk segera membuka penyelidikan resmi, memeriksa aliran dana desa yang digunakan untuk pembangunan kolam wisata, serta menelusuri dugaan kelalaian fatal yang menyebabkan korban jiwa.

Publik menuntut ketegasan: jika kolam wisata dapat dibangun, dipungut retribusi, dan beroperasi sebagai objek wisata, maka pengelolanya wajib bertanggung jawab penuh ketika terjadi insiden.

Kasus ini kini menjadi cermin buram dari lemahnya pengawasan penggunaan Dana Desa dan minimnya standar keselamatan dalam pembangunan objek wisata desa yang kerap dipaksakan demi meningkatkan pendapatan desa.

Publik menunggu langkah konkret dari pemerintah desa, Dinas PMD, serta aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa tragedi ini tidak berakhir tanpa keadilan.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x