MENU Minggu, 07 Des 2025
x
.

Kontroversi Irwan Nasir: Dari Pelabuhan Dorak, Hibah Meranti, Jembatan Selat Ringit hingga ke Kursi Komisaris BRK

waktu baca 6 menit
Senin, 3 Nov 2025 10:49

Mataxpost | Pekanbaru โ€“ Langkah kontroversi dan strategi politik Gubernur Riau Abdul Wahid sejak awal kepemimpinannya sebagian pihak menilai, dengan menyingkirkan pejabat lama dan memberi ruang bagi loyalis dan kader partai tertentu terutama dari PKB untuk menduduki jabatan strategis di pemerintahan, pola penempatan ini juga menuai kritik karena dinilai tidak berdasarkan pada penilaian kinerja atau profesionalisme aparatur.(03/11)

Ambisi ini tercermin melalui permainan isu defisit yang memancing kemarahan dan kecurigaan publik terhadap pasangan politiknya sendiri saat Pilgub 2024, Sf Haryanto.

Sebagai Gubernur sekaligus Ketua Partai PKB Riau, langkah-langkah Abdul Wahid kini mengundang sorotan tajam karena penunjukan Irwan Nasir, mantan Bupati Kepulauan Meranti dua periode, sebagai Komisaris Utama Bank Riau Kepri Syariah pada Oktober 2025, dianggap bagian dari strategi menempatkan loyalis di BUMD strategis meski nama Irwan masih dibayangi sejumlah kasus hukum.

Irwan Nasir, yang menjabat Bupati Meranti dari 2010 hingga 2020, dikenal komunikatif, namun di balik citra publik tersebut tersimpan sejumlah proyek besar yang menyisakan pertanyaan hukum serius.

Salah satunya adalah pembangunan Pelabuhan Dorak di Selatpanjang, yang dirancang sejak 2012 sebagai pelabuhan bertaraf internasional dengan sistem multiyears menggunakan dana APBD Meranti dan APBN

 

Nilai proyek tercatat antara Rp92,9 miliar hingga lebih dari Rp100 miliar pada tahap awal, dan secara keseluruhan proyek bernilai Rp650 miliar, namun hingga kini pelabuhan belum berfungsi penuh dan beberapa fasilitas mulai rusak.

Proyek Dorak yang digagas sebagai pusat logistik laut Riau sejak 2014 menunjukkan kendala serius. Pemberitaan 2014โ€“2015 mencatat progres fisik tidak sesuai target, muncul dugaan perencanaan lemah dan penggelembungan anggaran.

Pada 2015, Polda Riau menyatakan tengah menyelidiki dugaan korupsi, menunggu audit BPK dan kajian LKPP untuk menghitung potensi kerugian negara. Penyelidikan meningkat awal 2016 setelah ditemukan indikasi penyimpangan dalam pembebasan lahan pelabuhan.

Pada 1 Maret 2016, Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan empat tersangka: Zubiarsyah (mantan Sekda Meranti), Suwandi Idris (Kepala BPN Meranti), Mohammad Habibi (PPTK), dan Abdul Arif (pihak swasta /broker lahan), yang diduga terlibat dalam penggelembungan harga tanah dan penyalahgunaan prosedur.

Irwan Nasir diperiksa sebagai saksi oleh Kejati Riau pada Juni 2016, namun hingga kini tidak ada status tersangka yang dikenakan padanya.

Organisasi SATU GARIS melalui Sekjend Afrizal Amd CPLA menemukan fakta mengejutkan: progres fisik proyek Dorak baru sekitar 10โ€“15 persen, bukan 40 persen seperti dilaporkan sebelumnya.

Dermaga baru berupa tiang-tiang, sehingga belum bisa digunakan untuk sandar kapal; gedung kantor yang seharusnya mendukung operasional pelabuhan tidak dibangun; dan jalan akses juga belum terselesaikan karena proses pembebasan lahan yang masih belum rampung.

Ironi ini semakin nyata karena dana yang sudah dikeluarkan mencapai Rp92 miliar, namun kerugian resmi yang tercatat hanya Rp2 miliar, jauh di bawah potensi nyata yang dapat dilihat dari kondisi lapangan.

โ€œKasus ini harus dibuka kembali kepada publik agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap hukum negara. Jangan biarkan nominal besar anggaran mengaburkan fakta proyek mangkrak dan kerugian nyata,โ€ tegas Afrizal.

Di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, vonis awal menyatakan Zubiarsyah dan Suwandi bebas dari pidana, sementara Habibi dan Abdul Arif dijatuhi hukuman pidana dan uang pengganti. Jaksa mengajukan kasasi, dan Mahkamah Agung memvonis bersalah Zubiarsyah dan Suwandi, yang dieksekusi pada September 2018.

Kasus ini menunjukkan bahwa sebagian terdakwa pidana telah berkekuatan hukum tetap, namun sebagian komponen proyek dan potensi tanggung jawab administratif pejabat pengambil kebijakan tidak tersentuh.

Selain Dorak, Irwan juga terseret kasus hibah daerah tahun 2011 senilai Rp1,2 miliar untuk Yayasan Meranti Bangkit. Ia hadir sebagai saksi, menandatangani NPHD tetapi menolak bertanggung jawab atas penyaluran dana, sementara dua terdakwa dijatuhi hukuman penjara dengan kerugian negara sekitar Rp300 juta.

Pemeriksaan Irwan berlanjut pada 2019 oleh KPK terkait aliran DAK Meranti, namun kasus tersebut tidak berlanjut ke tahap tersangka.

Proyek Jembatan Selat Rengit dengan anggaran Rp460 miliar menimbulkan dugaan kerugian Rp42,1 miliar akibat pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, namun Irwan sebagai Bupati tidak dimintai pertanggungjawaban.

Kasus peningkatan Jalan Tanjung Mayat tahun 2012 menjerat pejabat pelaksana proyek, sementara atasan langsung tetap selamat dari jeratan hukum.

Kegagalan akuntabilitas ini membuat publik dan aktivis geramย  organisasi SATU GARIS menilai penegakan hukum berhenti di level teknis tanpa menyentuh pengambil keputusan

Sementara pengamat hukum Susi SH MH menekankan

“lemahnya kontrol hukum dan pengaruh kekuatan politik lokal yang sering membuat kasus macet dan menimbulkan kesan impunitas terhadap pejabat yang terindikasi terlibat,”ujar nya saat dimintai tanggapannya oleh awak media.

Penunjukan Irwan Nasir sebagai Komisaris Utama BRK Syariah oleh Abdul Wahid memicu kekhawatiran masyarakat bahwa BUMD sekelas BRK akan semakin terpuruk jika tetap berada di bawah pengawasan orang yang namanya masih dibayangi sejumlah kasus hukum.

Aktivis menuntut Kejati Riau meninjau ulang kasus Pelabuhan Dorak dan memeriksa seluruh pihak yang terlibat, termasuk pengambil keputusan, sambil menekankan pentingnya transparansi dan integritas dalam pengawasan BUMD.

Desakan kini semakin menguat. Sejak dilantik, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Sutikno, belum menyentuh kasus Pelabuhan Dorak sedikitpun.

โ€œKami sangat kuat menduga kerugian negara mencapai puluhan miliar. Tolong Pak Kajati ungkap kasus ini, kembalikan uang negara,โ€ ujar Afrizal.

Masyarakat Riau umumnya berharap Jaksa Agung ST Burhanudin mengirim jaksa berintegritas ke Riau yang bisa menjadi โ€œMacan Kejaksaan di daerahโ€, karena di Kejaksaan Agung sudah ada Jampidsus yang berani membuat geger, sementara di daerah aparat hukum kerap terlihat pasif, hanya sebagai โ€œkucingโ€.

Organisasi dan aktivis berpandangan bahwa dengan jabatan sebagai Kasi Penuntutan, Kajati Riau Sutikno memiliki peluang membersihkan wajah aparat hukum Riau.

โ€œPenegakan hukum harus tanpa pandang bulu, bukan sekadar simbol hadir dalam acara seremonial. Sutikno harus menjadi simbol dimulainya perang terhadap koruptor di provinsi yang dianggap salah satu daerah terkorup di Indonesia,โ€ tegas Afrizal.

Dalam aspek hukum, status onslag terhadap Zubiarsyah dan Suwandi menegaskan mereka bebas dari pidana, namun tetap memungkinkan pertanggungjawaban perdata atau administratif.

Proyek Dorak yang bernilai Rp650 miliar dan telah digunakan Rp. 92 miliar, namun kerugian yang dihitung hanya Rp2 miliar menandakan sebagian besar pekerjaan fisik belum tersentuh hukum.

Dalam KUHAP Pasal 263 ayat (2), peninjauan kembali memungkinkan bila ditemukan bukti baru, membuka jalan bagi Kejati untuk menelusuri ulang aspek perencanaan dan persetujuan proyek serta dugaan keterlibatan Irwan Nasir.

Kasus Pelabuhan Dorak menjadi cerminan paradoks pembangunan dan hukum: dana publik terserap besar, proyek fisik tidak selesai, dan pejabat pengambil keputusan belum sepenuhnya bertanggung jawab.

Publik Meranti merasakan dampak ekonomi dan sosial, sementara reputasi pejabat lama masih tersandera oleh kasus yang belum tuntas.

Aktivis menegaskan, bila Irwan tidak bersalah, negara wajib membersihkan namanya. Namun bila ada bukti keterlibatan, penegakan hukum harus berlaku tanpa pandang bulu.

Kepastian hukum menjadi satu-satunya jalan mengembalikan kepercayaan publik, menuntaskan spekulasi, dan memastikan pejabat pengambil keputusan tidak lolos dari tanggung jawab.

Apakah hukum kembali tunduk dibawah kekuasaan politik lokal, tunduk dibawah pemerintahan “Raja Raja kecil” dan kesampingkan rasa keadilan bagi masyarakat.

Satu hal yang pasti, impunitas terhadap pejabat yang diyakini terlibat dalam pelanggaran hukum sama hal nya dengan pengkhianatan terhadap Negara dan hukum itu sendiri.

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Irwan atau Kejati Riau mengenai perkembangan terbaru proyek Dorak, hibah Meranti, maupun proyek lain yang bermasalah di masa kepemimpinannya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x