Scroll untuk baca artikel
Example 316x212
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Berita ViralHukumPemerintahUncategorized

Digitalisasi Pendidikan Dipermainkan, Jual Beli Bangku SMA Favorit Diduga Libatkan Kadisdik dan Kabid SMA Riau

491
×

Digitalisasi Pendidikan Dipermainkan, Jual Beli Bangku SMA Favorit Diduga Libatkan Kadisdik dan Kabid SMA Riau

Sebarkan artikel ini

Skandal Mafia Pendidikan SPMB 2025 Riau Mencuat, Kemdiksarmen Jangan Diam

Pekanbaru – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2025 di Provinsi Riau kembali diselimuti kabut dugaan kecurangan. Di tengah pernyataan manis Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Riau, Dr. Nilam Sari, yang menjanjikan proses seleksi transparan dan berkeadilan, fakta di lapangan menunjukkan indikasi kuat praktik jual beli bangku masih marak terjadi, terutama di sekolah-sekolah negeri favorit. (09/07)

Salah satu kasus yang tengah menjadi sorotan adalah dugaan penerimaan siswa di luar prosedur di SMAN 1 Pekanbaru. Seorang siswa atas nama Hani Amalia Putri, yang diketahui berdomisili Rangsang Dari penelusuran melalui sistem tidak ditemukan dalam sistem SPMB 2025. Namanya tidak tercantum sebagai peserta seleksi online dan tidak muncul dalam pengumuman resmi jalur zonasi, afirmasi, prestasi, maupun perpindahan orang tua. Namun, berdasarkan penelusuran di lapangan, siswa ini segera mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMAN 1 Pekanbaru.

MataXpost.com
GridArt_20250705_075843725-scaled Digitalisasi Pendidikan Dipermainkan, Jual Beli Bangku SMA Favorit Diduga Libatkan Kadisdik dan Kabid SMA Riau
Tiada Kebenaran Yang Mendua

IMG_20250709_024431 Digitalisasi Pendidikan Dipermainkan, Jual Beli Bangku SMA Favorit Diduga Libatkan Kadisdik dan Kabid SMA Riau

Temuan serupa juga terjadi pada satu siswa lain yang berasal dari Kampar Kiri bernama Raisya Aulia dan disebut akan mengikuti kegiatan sekolah di SMAN 1 Pekanbaru, meskipun juga tidak ditemukan dalam sistem PPDB.

IMG_20250709_024055 Digitalisasi Pendidikan Dipermainkan, Jual Beli Bangku SMA Favorit Diduga Libatkan Kadisdik dan Kabid SMA Riau

Bagaimana bisa kedua siswa ini yang berdomisili di luar kota bisa masuk ke SMA 1 disaat siswa lainnya yang berada di jalur zonasi tengah tergantung nasibnya, Praktik ini tidak hanya terjadi di SMAN 1. Indikasi serupa ditemukan di berbagai sekolah negeri favorit lainnya di Pekanbaru, seperti SMAN 2, SMAN 4, SMAN 5, SMAN 8, dan SMAN 9. Sumber internal di sejumlah sekolah menyebut bahwa penambahan siswa “titipan” tersebut diduga tidak melalui prosedur resmi dan dilakukan atas instruksi langsung dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

“Kami hanya menjalankan. Semua titipan itu langsung dari Kadisdik atau Kabid SMA. Kami tak bisa tolak, karena itu perintah langsung,” ungkap seorang kepala sekolah kepada media ini. Ia meminta identitasnya dirahasiakan karena alasan keamanan.

Dari pengakuan sejumlah wali murid dan siswa, praktik jual beli bangku sekolah ini berlangsung terang-terangan. Biaya yang disebutkan bervariasi, mulai dari Rp25 juta hingga Rp50 juta, tergantung posisi zonasi dan kedekatan dengan oknum di dinas.

Salah satu percakapan yang terekam di lingkungan sekolah menggambarkan realitas menyakitkan ini. Dua siswa perempuan, yang sedang duduk bersama orang tua mereka di halaman sekolah favorit, berbincang:

“Kamu belum lolos atau gimana?” tanya Siti (nama samaran).

“Gak tau nih,” jawab Bunga (nama samaran), murid lain. “Di sistem aku tengok aktif, tapi sampai sekarang gak dibolehkan daftar ulang. Orangtua ku bilang, katanya tunggu acc Kadisdik, begitu kata kepsek.”

“Kalau kamu gimana?”

“Orangtuaku bayar katanya 30 juta,” balas Siti. “Ada orang dalam yang jumpai Kadisdik.”

Percakapan itu terdengar oleh banyak orang tua lain yang tengah menunggu proses daftar ulang, memperkuat dugaan bahwa sistem PPDB telah dipermainkan demi keuntungan oknum tertentu.

Ketua Umum SATU GARIS (Suara Aspirasi Terdepan untuk Gerakan Anti Korupsi, Reformasi, Integritas, dan Supremasi Hukum), Ade Monchai, menyebut praktik ini sebagai bentuk korupsi terstruktur yang menghancurkan keadilan dalam dunia pendidikan.

“Kalau sistemnya terkunci, yang pegang kunci itu siapa? Ya Kadisdik dan Kabid SMA. Mereka punya kuasa penuh. Kepala sekolah hanya disuruh terima,” tegasnya.

Ia mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi Riau, dan PPATK segera melakukan penelusuran terhadap aliran dana mencurigakan yang diduga terkait jual beli bangku.

“Rekening pribadi Kadisdik, Kabid SMA, keluarga mereka, dan pihak ketiga harus diperiksa. Jangan sampai mafia pendidikan bersembunyi di balik jabatan publik,” tegas Ade.

Kepala BPMP Riau, Dr. Nilam Sari, hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi. Padahal sebelumnya ia menyatakan bahwa BPMP hadir untuk menjamin akuntabilitas dan keadilan dalam pelaksanaan SPMB. Pernyataan tersebut kini dianggap publik sebagai pemanis birokrasi belaka.

Ditengah merebaknya dugaan permainan kotor dalam PPDB 2025 di Riau, suara publik tak hanya mengarah pada pejabat daerah, tetapi juga mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi abdul Mukti untuk turun tangan secara langsung. Banyak pihak menilai, sistem digitalisasi yang dicanangkan Kementerian tak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan pengawasan ketat terhadap pelaksanaannya di daerah.

Ketua Umum SATU GARIS, Ade Monchai, menyampaikan bahwa persoalan ini sudah sangat merusak kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan.

“Kami mendesak Mendikbudristek untuk segera membentuk tim khusus investigasi internal. Jangan biarkan dinas-dinas pendidikan di daerah bermain sesuka hati atas nama kewenangan. Jika praktik ini dibiarkan, maka digitalisasi pendidikan hanya akan menjadi topeng dari mafia birokrasi pendidikan daerah,” katanya.

Lebih jauh, SATU GARIS juga meminta agar Kemendikbudristek membuka dan membaca kanal pengaduan langsung dari masyarakat dan memberikan sanksi tegas kepada kepala dinas pendidikan yang terbukti memfasilitasi praktik ilegal penerimaan siswa.

“Kami ingin Pak Abdul Mukti tidak hanya bicara tentang Merdeka Belajar, tapi juga Merdeka dari Korupsi dalam Pendidikan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Riau Erisman Yahya masih memilih bungkam. Permintaan wawancara dari redaksi tidak direspons. Kepala Bidang SMA Disdik Riau, Nasrul, hanya menjawab singkat melalui pesan singkat

“Maaf, kondisi kesehatan drop lagi, sudah dua hari diopname. Insyallah setelah sehat boleh kita berjumpa. Terima kasih.” singkatnya

Tidak ada klarifikasi maupun bantahan yang diberikan pihak dinas atas berbagai temuan dan dugaan tersebut.

Publik semakin resah. Mereka menuntut sistem PPDB yang adil, bukan panggung transaksi gelap. Sekolah negeri favorit yang seharusnya menjadi ruang pendidikan bermutu, justru dijadikan ladang bisnis bagi segelintir elite. Jika dibiarkan, generasi mendatang akan tumbuh dalam sistem yang bobrok sejak awal.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60