PEKANBARU — Pemerintah Provinsi Riau terseret dalam skandal besar usai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun Anggaran 2023, dari LHP tersebut terdapat 982 kasus perjalanan dinas fiktif di 23 OPD. Temuan ini menyentak logika publik dan memperkuat dugaan bahwa anggaran belanja rutin selama ini dijadikan ajang bancakan berjemaah oleh aparatur birokrasi. (18/07)
Ironisnya, lembaga pengawas internal seperti Inspektorat Provinsi Riau justru tercatat menyumbang 81 temuan, membuat publik mempertanyakan siapa sesungguhnya yang masih bisa dipercaya menjaga integritas tata kelola anggaran di lingkungan Pemprov.
Dari data BPK Perwakilan Riau disebutkan total ada 297 pegawai di sembilan OPD yang tercatat melakukan perjalanan dinas ganda dalam satu hari. Di antara lembaga-lembaga itu, Inspektorat menonjol dengan jumlah terbesar: nilai dugaan fiktifnya mencapai Rp17,07 miliar, dengan potensi kerugian Rp591 juta.
Berikut rincian lengkap 23 OPD dan jumlah temuan perjalanan dinas fiktif:
Biro Perekonomian Setdaprov Riau – 113 temuan
Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau – 79 temuan
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) – 75 temuan
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) – 71 temuan
Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) – 60 temuan
Bappedalitbang Riau – 62 temuan
Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) – 58 temuan
Biro Umum – 53 temuan
Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) – 38 temuan
Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Pem dan Otda) – 35 temuan
Biro Organisasi – 36 temuan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) – 47 temuan
Dinas Sosial – 26 temuan
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) – 25 temuan
Biro Hukum – 22 temuan
Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) – 22 temuan
Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) – 22 temuan
Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) – 12 temuan
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) – 11 temuan
Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) – 11 temuan
Dinas Perkebunan – 10 temuan
Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi – 5 temuan
Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura – 3 temuan
Yang menjadi tanda tanya besar, apakah semua temuan tersebut sudah ditindaklanjuti? Sesuai aturan dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2004, setiap rekomendasi dari BPK wajib ditindaklanjuti paling lama 60 hari sejak LHP diserahkan kepada entitas yang diperiksa. Namun hingga kini belum ada satu pun keterangan resmi dari Pemprov Riau soal progresnya.
Celakanya, temuan ini mencuat di tengah kondisi politik nasional yang sensitif: tahun 2024 adalah momen transisi pemerintahan pusat dan juga menjelang Pilkada serentak. Bisa jadi, fokus kepala daerah dan elite birokrasi telah bergeser ke urusan elektoral, sementara tanggung jawab terhadap keuangan negara justru diabaikan.
Sekretaris Umum SATU GARIS (Suara Aspirasi Terdepan Untuk Gerakan Anti Korupsi, Reformasi Integritas dan Supremasi Hukum), Afrizal menyebut bahwa temuan ini bukan sekadar pelanggaran administratif.
> “Sudah saatnya Riau bersih-bersih dari pejabat-pejabat yang terindikasi korupsi. Ini bukan lagi soal salah prosedur, ini soal mental maling yang dilestarikan. Kalau kepala daerah diam, maka dia bagian dari pembiaran itu,” tegas Afrizal
SATU GARIS mendesak agar Kejaksaan dan KPK segera masuk dan membuka penyidikan terhadap temuan 982 perjalanan fiktif tersebut.
> “Kembalikan uang bukan berarti menghapus pelanggaran. Ini bukan koper pribadi, ini duit rakyat. Jangan hanya menunggu laporan formal. BPK sudah beri peluru, tinggal berani tembak atau tidak. Kalau diam, kita tahu siapa yang sedang melindungi siapa,” sindir Afrizal
Tak ada alasan untuk menunda penindakan. Jika rekomendasi BPK kembali diabaikan, maka rakyat berhak menyimpulkan: Pemprov Riau sudah lumpuh secara moral.
Jika 982 perjalanan dinas tersebut benar fiktif, maka para pejabat terkait berpotensi melanggar Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, karena telah merugikan keuangan negara. Mereka juga bisa dikenakan sanksi administratif serta tindak pidana penyalahgunaan wewenang. Terlebih bila tidak menindaklanjuti LHP BPK dalam waktu 60 hari, itu bisa menjadi indikasi pembangkangan terhadap regulasi pengawasan negara.
⚖️ UU Tipikor: Pasal 2 & 3:
Memperkaya diri/menyalahgunakan jabatan → Korupsi → Hukuman 4–20 tahun penjara/seumur hidup.
⚖️ KUHP Pasal 415:
Penggelapan jabatan → Penjara maks. 7 tahun. Pasal 421: Penyalahgunaan kekuasaan → Penjara maks. 2 tahun 8 bulan.
⚖️ UU Keuangan Negara: Pasal 34: Penyalahgunaan pengelolaan keuangan negara → Bisa diproses pidana dan administrasi.
⚖️ UU BPK: Pasal 20 (3):
Rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti dalam 60 hari → Jika tidak, bisa berujung pidana.
Intinya:
Ada dugaan kuat korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan penggelapan. Semua unsur pidana terpenuhi. Kepala daerah bisa ikut kena jika tak bertindak, apakah dana yg dipakai untuk sppd tersebut sudah dikembalikan oleh ASN dari OPD tersebut?
catatan: Perihal LHP BPK Riau TA. 2023 ini pernah juga diungkapkan oleh media siber terpercaya RiauSatu.com , Redaksi mataxpost kembali menyusunnya lebih lengkap.
Berita akan diperbarui seiring informasi terbaru.
Eksplorasi konten lain dari 𝐌𝐚𝐭𝐚 𝐗-𝐩𝐨𝐬𝐭
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.