Pekanbaru, 3 Februari 2025 โ Polemik internal di PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (PT SPRH Perseroda) semakin memanas. Selain isu pemecatan Direktur Umum dan Komisaris Utama yang masih menjadi kontroversi, kini Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai memeriksa dugaan penyalahgunaan dana Participating Interest (PI) 10% dari blok migas yang mencapai Rp 488 miliar.
Pemeriksaan Kejagung ini dilakukan setelah ketegangan internal di PT SPRH kian meruncing. Pemecatan Direktur Umum Rahmad Hidayat dan Komisaris Utama Tiswarni diduga berkaitan dengan penolakan mereka terhadap Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) 2025 yang dianggap tidak transparan dan berpotensi merugikan perusahaan.
“Kami hanya ingin menyelamatkan dana ini agar tidak digunakan secara ugal-ugalan. Namun, justru kami yang diberhentikan tanpa alasan yang jelas,” ungkap Rahmad Hidayat.
Rahmad Hidayat menantang pernyataan Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong, yang sebelumnya mengklaim bahwa pemecatan dirinya dan Komisaris Utama sudah sah berdasarkan Surat Keputusan (SK). Namun, hingga kini, ia mengaku belum menerima dokumen tersebut.
“Katanya sudah di-SK-kan! Kalau benar pemecatan kami sudah tertuang dalam SK, kenapa tidak diberikan saja kepada kami? Sampai saat ini, belum ada bukti surat pemecatan. Jangan terlalu banyak sandiwara, Pak Bupati. Harus gentleman memberi pernyataan. Jika memang benar kami diberhentikan, sampaikan kepada kami secara tertulis,” tegas Rahmad.
Rahmad juga menyoroti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa yang mendadak digelar pada 22 Januari 2025 di Pekanbaru. Rapat ini diduga dirancang untuk menyingkirkan pejabat yang kritis terhadap kebijakan anggaran. Bahkan, hingga kini, Surat Keputusan (SK) pemecatan belum diberikan kepada mereka.
“Katanya sudah ada SK, tapi kenapa tidak diberikan kepada kami? Jangan terlalu banyak sandiwara, Pak Bupati. Kalau memang benar diberhentikan, berikan surat resmi agar kami bisa mengambil langkah hukum,” tantangnya.
Sebagai Sekretaris Muhammadiyah Rokan Hilir, Rahmad menegaskan bahwa perubahan struktur perusahaan melalui RUPS Luar Biasa seharusnya diikuti dengan revisi SK Kemenkumham agar memiliki dasar hukum yang kuat. Jika tidak, ia memastikan akan menempuh jalur hukum.
“Kami ingin melihat apakah keputusan RUPS Luar Biasa yang diambil oleh Bupati sebagai Pemegang Saham sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika tidak, kami akan menggunakan hak kami untuk melakukan langkah-langkah hukum,” tegasnya.
Rahmad yang juga mantan Presiden Hipemarohi Pekanbaru mengingatkan agar Bupati Afrizal Sintong tidak asal menyalahkan pihak BUMD dan menuding mereka tidak profesional.
“Seharusnya Bupati tidak berlebihan dalam berkomentar dan tidak saling tuding-menuding. Justru karena kami bekerja secara profesional, kami tidak bisa menerima jika ada aturan yang dilanggar demi kepentingan tertentu,” pungkasnya.
Sejumlah pihak kini mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan audit menyeluruh terhadap dana PI 10% senilai Rp 488 miliar. Dugaan muncul bahwa dana tersebut berpotensi disalurkan secara tidak wajar, yang berisiko menimbulkan kerugian negara.
Dengan Kejagung yang mulai turun tangan, publik kini menunggu perkembangan lebih lanjut. Apakah dana ratusan miliar ini benar-benar digunakan untuk kepentingan daerah, atau justru masuk ke kantong-kantong tertentu? Kasus ini masih terus bergulir. (*** tst)