Mataxpost| Jakarta- GR (17), siswa salah satu SMK di Semarang yang ditembak mati polisi dikenal sebagai siswa berprestasi di sekolahnya. Pihak sekolah pun menyebut GR dan kedua temannya tidak memiliki catatan kenakalan remaja sehingga kecil kemungkinan terlibat tawuran.(26/11/2024)
Siswa SMK tersebut dilaporkan ditembak polisi di sekitar Perumahan Paramount, Semarang Barat, Minggu (24/11/2024) dini hari. Polrestabes Semarang mengklaim anggotanya menembak anak SMK karena terlibat tawuran.
Wakil Kepala Sekolah korban, Agus Riswantini menyebut, pihaknya mendapat informasi bahwa GR dan kedua temannya ditembak polisi. Menurutunya, ketiga siswa itu adalah anggota paskibraka dan dikenal sebagai anak baik-baik
Agus menyebut ketiganya baru saja memenangkan piala di Pekan Olahraga dan Seni Mahasiswa, Pelajar, dan Taruna Akademi Kepolisian (Porsimaptar) 2024 tingkat SMA/SMK se-Jawa Tengah pada Oktober lalu.
Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar menyatakan bahwa penembakan GR bermula dari anggotanya yang melerai tawuran pelajar. Irwan menyebut, pihaknya sedang melakukan pendalaman internal terkait kasus ini.
Pihak kepolisian menyebut bahwa GR adalah anggota gangster yang sedang tawuran di sekitar Perumahan Paramount, Jawa Barat. Menurut Irwan, GR dan anggota geng lain melawan polisi saat dibubarkan.
“Saat kedua kelompok gangster ini melakukan tawuran, muncul anggota polisi. Kemudian dilakukan upaya untuk melerai. Namun, ternyata anggota polisi informasinya diserang, sehingga dilakukan tindakan tegas,” kata Irwan.
Para netijen di berbagai platform medsos menduga alasan Kapolresta Semarang mengada ngada, untuk menutupi kesalahan anak buahnya, para netijen menduga kuat “korban salah tembak”.
Menanggapi sejumlah kasus penembakan polisi kepada polisi dan polisi kepada sipil belakangan ini, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani meminta Polri mengevaluasi izin penggunaan senjata api bagi anggotanya dilansir dari kumparan.
Sebenernya prosedur pemilikan senjata api saat ini sudah cukup ketat termasuk senpi, senjata api baik aparat ataupun non aparat itu sudah cukup ketat sebenarnya,” ujarnya di gedung Parlemen, Jakarta pada Selasa (26/11).
Namun, penggunaan senpi bisa berbahaya bila anggota dalam keadaan emosional. Ini yang harus dievaluasi lebih lanjut.
“Tapi kan namanya orang ya kadang kadang suka kekhilafan, kealpaan, suka emosi saya kira. Dan orang untuk mendapatkan izin penggunaan senjata api ada tes segala macam prosedur itu dilalui karena yang dipegang itu menyangkut tentang keselamatan diri dan keselamatan orang lain,” tuturnya.